Jujutsu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k r2.6.4) (bot Mengubah: th:ยิวยิตสู |
k Bot: Penggantian teks otomatis (-diatas +di atas) |
||
Baris 23:
Jujutsu terdiri atas bermacam-macam aliran (Ryuha), namun pada garis besarnya terbagi atas dua "gaya", yaitu tradisional dan modern. Gerakan dari kedua macam "gaya" Jujutsu ini adalah hampir sama, namun jurus-jurus Jujutsu modern sudah disesuaikan dengan situasi pembelaan diri di zaman modern, sedangkan jurus-jurus Jujutsu tradisional biasanya mencerminkan situasi pembelaan diri di saat aliran Jujutsu yang bersangkutan diciptakan. Sebagai contoh, Jujutsu yang diciptakan di zaman Sengoku Jidai (sebelum Shogun [[Tokugawa]] berkuasa) menekankan pada pertarungan di medan perang dengan memakai baju besi (disebut Yoroi Kumi Uchi), sedangkan yang diciptakan di zaman [[Edo]] (sesudah Shogun Tokugawa berkuasa) menekankan pada beladiri dengan memakai pakaian sehari-hari (Suhada Jujutsu).
Teknik-teknik Jujutsu pada garis besarnya terdiri atas atemi waza (menyerang bagian yang lemah dari tubuh lawan), kansetsu waza/gyakudori (mengunci persendian lawan) dan nage waza (menjatuhkan lawan). Setiap aliran Jujutsu memiliki caranya sendiri untuk melakukan teknik-teknik tersebut
Aliran Jujutsu yang tertua di Jepang adalah '''Takenouchi-ryu''' yang didirikan tahun 1532 oleh Pangeran '''Takenouchi Hisamori'''. Aliran-aliran lain yang terkenal antara lain adalah '''Shindo Yoshin-ryu''' yang didirikan oleh M'''atsuoka Katsunosuke''' pada tahun 1864, '''Daito-ryu''' yang didirikan oleh '''Takeda Sokaku''' pada tahun 1892, '''Hakko-ryu''' yang didirikan '''Okuyama Ryuho''' pada tahun 1942, dan banyak aliran lainnya.
Baris 32:
Perguruan '''PORBIKAWA, JCI, IJI''' dan '''Take Sogo Budo''' telah mengembangkan berbagai teknik beladiri baru yang disesuaikan dengan bangsa Indonesia, misalnya dengan mengkombinasikan teknik-teknik dari beladiri lain kedalam silabusnya dan menciptakan teknik-teknik baru yang lebih sesuai dengan situasi pembelaan diri di Indonesia. Sehingga disebut sebagai perguruan yang '''independen''' dan '''tidak terikat dengan tradisi''' dari negara asal Jujutsu (Jepang).
Pendekatan yang berbeda diambil oleh '''Perguruan Goshinbudo Jujutsu Indonesia (GBI''') berafiliasi dengan '''JKF-Wadokai''' (beraliran [[Wado]]) dan '''Sekai Dentokan Renmei''' (beraliran Hakko-ryu) [http://www.dentokanhombu.com] sedangkan '''Samurai Jujutsu Indonesia (SJJI''') berafiliasi dengan '''Ninpo Bujinkan Indonesia''' [http://ninjutsuindonesia.wordpress.com]. Kedua perguruan
Ciri khas Jujutsu tradisional antara lain adalah tidak memiliki format pertandingan/kompetisi, serta masih menjalin hubungan dengan hombu dojo (dojo induk) yang ada di negara asal Jujutsu, yaitu Jepang. Sedangkan Jujutsu modern (seperti Gracie Jiu-Jitsu dari [[Brazil]]) biasanya menekankan pada pertandingan/kompetisi dan sudah tidak memiliki hubungan keorganisasian dengan negara asalnya (Jepang).
Baris 51:
'''PORBIKAWA-KARATEDO INDONESIA'''
Selain nama-nama
Menurut Soetikno, Ilmu Silat atau Ilmu beladiri tidaklah sempurna apabila orang hanya mampu membela diri dengan salah satu jenis aliran saja, oleh karena dalam suatu perkelahian tidak bakal hanya terjadi pukul-memukul atau bergumul belaka, melainkan akan terjadi segala bentuk gerakan tehnik perlawanannya, apakah itu pukulan, tendangan maupun pergumulan dsb.
Baris 63:
Selain itu tidak boleh dilupakan bahwa aliran '''Kushin Ryu Jujutsu''' yang diajarkan oleh Mahaguru Horyu Matsuzaki juga diajarkan sebagai bagian dari silabus perguruan '''Kushin Ryu M Karatedo Indonesia''', oleh murid-murid beliau yang berkebangsaan Indonesia, yaitu '''(alm) Bp. Buchori''' dan '''Bp. H. Sofyan Hambally dari Dojo Kopo Bandung'''. Sepeninggalnya Bp. Buchori, praktis tongkat pengembangan Kushin Ryu dilakukan oleh Shihan Sofyan Hambally. Saat ini, mantan Ketua Dewan Guru PP-KKI itu mengembangkan dan memfokuskan pelatihan jujitsu melalui wadah komunitas ''' KUSHIN RYU JUJITSU INDONESIA (KJI)" bersama Sensei Arman Hidayat, Ketua Dewan Guru KKI Jawa Barat.
Dari tinjauan
Seni beladiri Jujutsu di Indonesia belum mencapai kemajuan yang pesat dan mencapai popularitas seperti dialami oleh beladiri lainnya, karena '''di Indonesia belum ada wadah yang dapat menjadi ajang silaturahmi dan kerjasama semua perguruan Jujutsu yang ada''', tidak seperti Pencak Silat yang dapat bersatu lewat IPSI nya dan Karatedo yang dapat bersatu lewat FORKI. Jika perguruan-perguruan Jujutsu yang berbeda-beda aliran di Indonesia dapat mencapai kata sepakat untuk membentuk suatu wadah persatuan dan kerjasama, dimana semua perguruan bisa duduk sebagai mitra yang sejajar dan saling menghormati, maka perkembangan beladiri Jujutsu di Indonesia tentu tidak akan kalah kemajuannya dengan olahraga beladiri Jepang lainnya.
|