Cerita Panji: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Regifauzi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 2:
{{wikify|date=Desember 2009}}
[[Berkas:Panji Asmoro Bangun Keong Emas.JPG|thumb|right|300px|Raden Panji Asmoro Bangun tengah mencari isterinya yang hilang, Dewi Sekartaji]]
'''Cerita Panji''' ialah sebuah cerita yang berasal dari [[Jawa]]. Isinya adalah mengenai kepahlawanan dan cinta yang berpusat pada dua orang tokoh utamanya, yaitu Raden Inu Kertapati (atau Panji Asmara Bangun) dan Dewi Sekartaji (atau Galuh Candra Kirana). Cerita ini mempunyai banyak versi, dan telah menyebar di beberapa tempat di Nusantara (Jawa, Bali, Kalimantan) dan juga di negara-negara lain di Asia Tenggara ([[Malaysia]], [[Thailand]], [[Kamboja]], [[Myanmar]], [[Filipina]]).
 
Beberapa cerita rakyat seperti "[[Keong Mas]]", "[[Ande-ande Lumut]]", dan "[[Golek Kencana]]" juga merupakan turunan dari cerita ini. Karena terdapat banyak cerita yang saling berbeda namun saling berhubungan, cerita-cerita dalam berbagai versi ini dimasukkan dalam satu kategori yang disebut "Daur Panji" atau "Siklus Panji".
 
== Lakon Panji ==
Baris 56:
== Cerita Panji dalam Relief Candi ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Prins Panji in een hof met drie vrouwen. TMnr 2110-1.jpg|thumb|right|300px|Lukisan Bali menggambarkan Pangeran Panji bertemu tiga orang perempuan di hutan.]]
Relief cerita Panji yang dapat diketahui secara pasti hanyalah terdapat pada beberapa candi saja dalam masa Majapahit. Seringkali orang menyatakan bahwa ciri utama tokoh Panji dalam penggambaran [[relief]] dan [[arca]] adalah jika ada figur pria yang digambarkan memakai topi tekes, topi mirip [[blangkon]] Jawa, tapi tanpa tonjolan di belakang kepala (lebih mirip dengan bIangkonblangkon gaya Solo/Surakarta). Badan bagian atas tokoh tersebut digambarkan tidak mengenakan pakaian, sedangkan bagian bawahnya digambarkan memakai kain yang dilipat-lipat hingga menutupi paha. Pada beberapa relief atau arca ada yang digambarkan membawa [[keris]] yang diselipkan di bagian belakang pinggang, atau ada juga yang digambarkan membawa senjata seperti tanduk kerbau (sebagaimana yang dipahatkan pada Kepurbakalaan (Kep.) XXII/C.Gajah Mungkur Penanggungan) (Bernet Kempers 1959:325-6).
 
Jika berpegangan pada tolok ukur bahwa tokoh Panji selalu digambarkan bertopi tekes, maka akan banyak tokoh Panji yang dijumpai dalam relief-relief candi jawa Timur. Karena tokoh Sidapaksa suami Sri Tanjung yang dipahatkan di Candi Surawarna, dan Jabung akan dianggap sebagai tokoh Panji. Demikian Pula tokoh Sang Satyawan yang dipahatkan pada pendopo teras II Panataran dan dua figur pria dalam relief cerita Kunjarakarna di Candi Jago akan dapat dianggap sebagai tokoh Panji.
 
Lalu bagaimana penggambaran relief tokoh Panji yang dikenal dalam cerita Panji? [[W.F.Stutterheim]] (1935) secara gemilang telah berhasil menjelaskan satu panel relief dari daerah Gambyok, Kediri yang nyata-nyata menggambarkan tokoh Panji beserta para pengiringnya. Pendapat Stutterheim tersebut didukung oleh para sarjana lainnya, seperti [[Poerbatjaraka]] (1968) dan [[Satyawati Suleiman]] (1978).
 
Penggambaran relilef Panji Gambyok tersebut menurut Poerbatjaraka sesuai dengan salah satu episode kisah Panji Semirang, yaitu saat Panji bertemu dengan kekasihnya yang pertama, Martalangu, di dalam hutan (1968:408). Pada panil digambarkan adanya tokoh pria bertopi tekes yang sedang duduk di bagian depan kereta, tokoh itu tidak lain ialah Panji. Sementara tokoh yang duduk di hadapannya di atas tanah ialah Prasanta. Tokoh paling depan di antara empat orang yang berdiri ialah Pangeran Anom, di belakangnya ialah Brajanata, saudara Panji berlainan ibu. la digambarkan tinggi besar dengan rambutnya yang keriting tapi dibentuk seperti telces. Dua tokoh berikutnya adalah para kudeyan yaitu Punta dan Kertala. Dalam relief digambarkan bahwa keretanya belum dilengkapi kuda, karena sesuai dengan cerita bahwa mereka baru merencanakan akan membawa Martalangu ke kota malam itu. Sementara sikap kedinginan yang ditunjukkan oleh para tokoh adalah sesuai juga dengan cerita, yaitu mereka berada di luar saat malam yang dingin (Poerbatjaraka 1968:408).
Baris 68:
Sebagai suatu karya sastra yang berkembang dalam masa Jawa Timur, kisah Panji telah cukup mendapat perhatian para ahli. Ada yang telah membicarakannya dari segi kesusasteraannya (Cohen Stuart 1853), dari segi kisah yang mandiri (Roorda 1869), atau diperbandingkan dengan berbagai macam cerita Panji yang telah dikenal (Poerbatjaraka 1968), serta dari berbagai segi yang lainnya lagi'.
 
Menurut C.C.Berg(1928) masa penyebaran cerita Panji di Nusantara berkisar antara tahun 1277 M (Pamalayu) hingga ± 1400 M. Ditambahkannya bahwa tentunya telah ada cerita Panji dalam Bahasa Jawa Kuno dalam masa sebelumnya, kemudian cerita tersebut disalin dalam bahasa Jawa Tengahan dan Bahasa Melayu. Berg (1930) selanjutnya berpendapat bahwa cerita Panji mungkin telah populer di kalangan istana raja-raja Jawa Timur, namun terdesak oleh derasnya pengaruh [[Hinduisme]] yang datang kemudian. Dalam masa selanjutnya cerita tersebut dapat berkembang dengan bebas dalam lingkungan istana-istana Bali'.
 
R.M.Ng.Poerbatjaraka membantah pendapat Berg tersebut, berdasarkan alasan bahwa cerita Panji merupakan suatu bentuk revolusi kesusastraan terhadap tradisi lama (India). Berdasarkan relief tokoh Panji dan para pengiringnya yang diketemukan di daerah Gambyok, Kediri, Poerbatjaraka juga menyetujui pendapat W.F.Stutterheim yang menyatakan bahwa relief tersebut dibuat sekitar tahun 1400 M. Akhirnya Poerbatjaraka menyimpulkan bahwa mula timbulnya cerita Panji terjadi dalam zaman keemasan Majapahit (atau dalam masa akhir kejayaan kerajaan tersebut) dan ditulis dalam Bahasa Jawa Tengahan (1968:408--9). Penyebarannya ke luar Jawa terjadi dalam masa yang lebih kemudian lagi dengan cara penuturan lisan.