Pondok Pesantren Langitan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Arupako (bicara | kontrib)
+kat
Mbah kholil (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
[[Berkas:Pintu_Masuk_.JPG]]{{rapikan}}
<b>[[Pondok]] [[pesantren]] Langitan</b><br>
<p class="MsoNormal" align="center" style="text-align: center">
<b>Widang Tuban [[Jatim]]</b><br>
<font face="Verdana"><span style="font-size: 16.0pt">Pondok pesantren Langitan</span></font></p>
Lembaga pendidikan ini dahulunya adalah hanya sebuah [[surau]] kecil tempat pendiri Pondok Pesantren Langitan, [[KH. Muhammad Nur]] mengajarkan ilmunya dan menggembleng [[keluarga]] dan tetangga dekat untuk meneruskan perjuangan dalam mengusir kompeni ([[penjajah]]) dari tanah Jawa.<br><br>
<p class="MsoNormal" align="center" style="text-align: center">
KH. Muhammad Nur mengasuh pondok ini kira-kira selama 18 tahun (1852-1870 M), kepengasuhan pondok pesantren selanjutnya dipegang oleh putranya, [[KH. Ahmad Sholeh]]. Setelah kira-kira 32 tahun mengasuh pondok pesantren Langitan (1870-1902 M.) akhirnya beliau wafat dan kepengasuhan selanjutnya diteruskan oleh putra menantu, KH. Muhammad Khozin. Beliau sendiri [[mengasuh]] pondok ini selama 19 tahun (1902-1921 M.). Setelah beliau wafat matarantai kepengasuhan dilanjutkan oleh menantunya, [[KH. Abdul Hadi Zahid]] selama kurang lebih 50 tahun (1921-1971 M.), dan seterusnya kepengasuhan dipercayakan kepada adik kandungnya yaitu [[KH. Ahmad Marzuqi Zahid]] yang mengasuh pondok ini selama 29 tahun (1971-2000 M.) dan keponakan beliau, [[KH. Abdulloh Faqih]] Untuk lebih jelasnya tentang biografi para Pengasuh Pondok Pesantren Langitan dapat dibaca di http://langitan.net<br><br>
<font face="Verdana"><span style="font-size: 16.0pt">Widang Tuban Jatim</span></font></p>
Perjalanan Pondok Pesantren [[Langitan]] dari periode ke periode selanjutnya senantiasa memperlihatkan peningkatan yang dinamis dan signifikan namun perkembangannya terjadi secara gradual dan kondisional. Bermula dari masa [[KH. Muhammad Nur]] yang merupakan sebuah fase perintisan, lalu diteruskan masa [[KH. Ahmad Sholeh]] dan [[KH. Muhammad Khozin]] yang dapat dikategorikan periode perkembangan. Kemudian berlanjut pada kepengasuhan [[KH. Abdul Hadi Zahid]], [[KH. Ahmad Marzuqi Zahid]] dan [[KH. Abdulloh Faqih]] yang tidak lain adalah fase [[pembaharuan]].<br><br>
<p class="MsoNormal" align="center" style="text-align: center">
Dalam rentang masa satu setengah [[abad]] Pondok Pesantren Langitan telah menunjukkan kiprah dan peran yang luar biasa, berawal dari hanya sebuah surau kecil berkembang menjadi Pondok yang [[representatif]] dan populer di mata masyarakat luas baik dalam negeri maupun manca negara. Banyak tokoh-tokoh besar dan pengasuh pondok pesantren yang dididik dan dibesarkan di Pondok Pesantren Langitan ini, seperti [[KH.Kholil]] Bangkalan, [[KH. Hasyim Asy’ary]], [[KH. Syamsul Arifin]] (ayahanda [[KH. As’ad Syamsul Arifin]]) dan lain-lain.<br><br>
<font face="Verdana"><span style="font-size: 16.0pt">&nbsp;</span></font></p>
Dengan berpegang teguh pada [[kaidah]] “Al-Muhafadhotu Alal Qodimis Sholeh Wal Akhdu Bil Jadidil Ashlah” (memelihara budaya-budaya klasik yang baik dan mengambil budaya-budaya yang baru yang [[konstruktif]]), maka Pondok [[Pesantren]] [[Langitan]] dalam perjalanannya senantiasa melakukan upaya-upaya perbaikan dan [[kontektualisasi]] dalam merekonstruksi bangunan-bangunan [[sosio kultural]], khususnya dalam hal pendidikan dan manajemen.<br><br>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph">
Usaha-usaha ke arah pembaharuan dan [[modernisasi]] memang sebuah konsekwensi dari sebuah dunia yang [[modern]]. Namun Pondok Pesantren Langitan dalam hal ini mempunyai batasan-batasan yang kongkrit, pembaharuan dan modernisasi tidak boleh merubah atau [[mereduksi]] [[orientasi]] dan [[idealisme]] pesantren.
<font face="Verdana" style="font-size: 9pt">Lembaga pendidikan ini dahulunya
Sehingga dengan demikian Pondok Pesantren Langitan tidak sampai terombang-ambing oleh derasnya arus globalisasi, namun justru sebaliknya dapat menempatkan diri dalam posisi yang strategis, dan bahkan kadang-kadang dianggap sebagai alternatif.<br><br>
adalah hanya sebuah surau kecil tempat pendiri Pondok Pesantren Langitan, KH.
<b>Lokasi dan nama</b><br>
Muhammad Nur mengajarkan ilmunya dan menggembleng keluarga dan tetangga dekat
Pondok Pesantren Langitan adalah termasuk salah satu lembaga pendidikan [[Islam]] tertua di Indonesia. Berdirinya lembaga ini jauh sebelum Indonesia merdeka yaitu tepatnya pada tahun 1852 M, di Dusun Mandungan Desa Widang Kecamatan Widang Kabupaten Tuban Jawa Timur. Komplek Pondok Pesantren Langitan terletak di samping [[bengawan Solo]] dan berada di atas areal tanah seluas kurang lebih 7 hektar.<br><br>
untuk meneruskan perjuangan dalam mengusir kompeni (penjajah) dari tanah Jawa.</font></p>
Lokasi pondok berada kira-kira empat ratus meter sebelah selatan ibukota Kecamatan Widang, atau kurang lebih tiga puluh kilo meter sebelah selatan ibukota Kabupaten [[Tuban]], juga berbatasan dengan Desa Babat kecamatan [[Babat]] Kabupaten [[Lamongan]] dengan jarak kira-kira satu kilo meter. Dengan lokasi yang setrategis ini Pondok Pesantren Langitan menjadi mudah untuk dijangkau melalui sarana angkutan umum, baik sarana transportasi bus, kereta api, atau sarana yang lain. Adapun nama Langitan itu adalah merupakan perubahan dari kata Plangitan, kombinasi dari kata plang ([[jawa]]) berarti papan nama dan [[wetan]] (jawa) yang berarti timur. Memang di sekitar daerah Widang dahulu, tatkala Pondok Pesantren Langitan ini didirikan pernah berdiri dua buah plang atau papan nama, masing-masing terletak di timur dan barat. Kemudian di dekat plang sebelah wetan dibangunlah sebuah lembaga pendidikan ini, yang kelak karena kebiasaan para pengunjung menjadikan plang wetan sebagai tanda untuk memudahkan orang mendata dan mengunjungi pondok pesantren, maka secara alamiyah pondok pesantren ini diberi nama [[Plangitan]] dan selanjutnya populer menjadi Langitan. Kebenaran kata Plangitan tersebut dikuatkan oleh sebuah cap bertuliskan kata Plangitan dalam huruf [[Arab]] dan berbahasa Melayu yang tertera dalam kitab “[[Fathul Mu’in]]” yang selesai ditulis tangan oleh [[KH. Ahmad Sholeh]], pada hari Selasa 29 [[Robiul Akhir]] 1297 [[Hijriyah]].
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph">
<font face="Verdana" style="font-size: 9pt">KH. Muhammad Nur mengasuh pondok ini
kira-kira selama 18 tahun (1852-1870 M), kepengasuhan pondok pesantren
selanjutnya dipegang oleh putranya, KH. Ahmad Sholeh. Setelah kira-kira 32 tahun
mengasuh pondok pesantren Langitan (1870-1902 M.) akhirnya beliau wafat dan
kepengasuhan selanjutnya diteruskan oleh putra menantu, KH. Muhammad Khozin.
Beliau sendiri mengasuh pondok ini selama 19 tahun (1902-1921 M.). Setelah
beliau wafat matarantai kepengasuhan dilanjutkan oleh menantunya, KH. Abdul Hadi
Zahid selama kurang lebih 50 tahun (1921-1971 M.), dan seterusnya kepengasuhan
dipercayakan kepada adik kandungnya yaitu KH. Ahmad Marzuqi Zahid yang mengasuh
pondok ini selama 29 tahun (1971-2000 M.) dan keponakan beliau, KH. Abdulloh
Faqih. Untuk lebih jelasnya tentang biografi para Pengasuh Pondok Pesantren
Langitan dapat dibaca di "http://langitan.net/Tentang%20Langitan/Biografi_KH%20M%20Nur.htm"</p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph">
<font face="Verdana" style="font-size: 9pt">Perjalanan Pondok Pesantren Langitan
dari periode ke periode selanjutnya senantiasa memperlihatkan peningkatan yang
dinamis dan signifikan namun perkembangannya terjadi secara gradual dan
kondisional. Bermula dari masa KH. Muhammad Nur yang merupakan sebuah fase
perintisan, lalu diteruskan masa H. Ahmad Sholeh dan KH. Muhammad Khozin yang
dapat dikategorikan periode perkembangan. Kemudian berlanjut pada iepengasuhan
KH. Abdul Hadi Zahid, KH. Ahmad Marzuqi Zahid dan KH. Abdulloh Faqih yang tidak
lain adalah fase pembaharuan.</font></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph">
<font face="Verdana" style="font-size: 9pt">Dalam rentang masa satu setengah
abad Pondok Pesantren Langitan telah menunjukkan kiprah dan peran yang luar
biasa, berawal dari hanya sebuah surau kecil berkembang menjadi Pondok yang
representatif dan populer di mata masyarakat luas baik dalam negeri maupun manca
negara. Banyak tokoh-tokoh besar dan pengasuh pondok pesantren yang dididik dan
dibesarkan di Pondok Pesantren Langitan ini, seperti KH.Kholil Bangkalan, KH.
Hasyim Asy’ary, KH. Syamsul Arifin (ayahanda KH. As’ad Syamsul Arifin) dan
lain-lain.</font></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph">
<font face="Verdana" style="font-size: 9pt">Dengan berpegang teguh pada kaidah
“Al-Muhafadhotu Alal Qodimis Sholeh Wal Akhdu Bil Jadidil Ashlah” (memelihara
budaya-budaya klasik yang baik dan mengambil budaya-budaya yang baru yang
konstruktif), maka Pondok Pesantren Langitan dalam perjalanannya qenantiasa
melakukan upaya-upaya perbaikan dan kontektualisasi dalam merekonstruksi
bangunan-bangunan sosio kultural, khususnya dalam hal pendidikan dan manajemen.</font></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph">
<font face="Verdana" style="font-size: 9pt">Usaha-usaha ke arah pembaharuan dan
modernisasi memang sebuah konsekwensi dari sebuah dunia yang modern. Namun
Pondok Pesantren Langitan dalam hal ini mempunyai batasan-batasan yang kongkrit,
pembaharuan dan modernisasi tidak boleh merubah atau mereduksi orientasi dan
idealisme pesantren.</font></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph">
<font face="Verdana" style="font-size: 9pt">Sehingga dengan demikian Pondok
Pesantren Langitan tidak sampai terombang-ambing oleh derasnya arus globalisasi,
namun justru sebaliknya dapat menempatkan diri dalam posisi yang strategis, dan
bahkan kadang-kadang dianggap sebagai alternatif.</font></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph">&nbsp;</p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph">
<font face="Verdana" style="font-size: 9pt; font-weight: 700">Lokasi dan nama</font></p>
<p style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph; margin-left: 0mm; margin-right: 0mm; margin-top: 0mm; margin-bottom: .0001pt">
<font face="Verdana" style="font-size: 9pt"><span style="color: windowtext">
Pondok Pesantren Langitan adalah termasuk salah satu lembaga pendidikan Islam
tertua di Indonesia. Berdirinya lembaga ini jauh sebelum Indonesia merdeka yaitu
tepatnya pada tahun 1852 M, di Dusun Mandungan Desa Widang Kecamatan Widang
Kabupaten Tuban Jawa Timur. Komplek Pondok Pesantren Langitan terletak di
samping Bengawan Solo dan berada di atas areal tanah seluas kurang lebih 7
hektar.</span></font></p>
<p style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph; margin-left: 0mm; margin-right: 0mm; margin-top: 0mm; margin-bottom: .0001pt">
<font face="Verdana" style="font-size: 9pt"><span style="color: windowtext">
Lokasi pondok berada kira-kira empat ratus meter sebelah selatan ibukota
Kecamatan Widang, atau kurang lebih tiga puluh kilo meter sebelah selatan
ibukota Kabupaten Tuban, juga berbatasan dengan Desa Babat kecamatan Babat
Kabupaten Lamongan dengan jarak kira-kira satu kilo meter. Dengan lokasi yang
setrategis ini Pondok Pesantren Langitan menjadi mudah untuk dijangkau melalui
sarana angkutan umum, baik sarana transportasi bus, kereta api, atau sarana yang
lain. Adapun nama Langitan itu adalah merupakan perubahan dari kata Plangitan,
kombinasi dari kata plang (jawa) berarti papan nama dan wetan (jawa) yang
berarti timur. Memang di sekitar daerah Widang dahulu, tatkala Pondok Pesantren
Langitan ini didirikan pernah berdiri dua buah plang atau papan nama,
masing-masing terletak di timur dan barat. Kemudian di dekat plang sebelah wetan
dibangunlah sebuah lembaga pendidikan ini, yang kelak karena kebiasaan para
pengunjung menjadikan plang wetan sebagai tanda untuk memudahkan orang mendata
dan mengunjungi pondok pesantren, maka secara alamiyah pondok pesantren ini
diberi nama Plangitan dan selanjutnya populer menjadi Langitan. Kebenaran kata
Plangitan tersebut dikuatkan oleh sebuah cap bertuliskan kata Plangitan dalam
huruf Arab dan berbahasa Melayu yang tertera dalam kitab “Fathul Mu’in” yang
selesai ditulis tangan oleh KH. Ahmad Sholeh, pada hari Selasa 29 Robiul Akhir
1297 Hijriyah</span></font></p>
 
[[Kategori:Pesantren di Indonesia]]