Wangsa Jagiellon: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-diantara +di antara)
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-didalam +di dalam)
Baris 66:
Antropolog mencatat kecenderungan keluarga dinasti Jagiellonian untuk menikah terlambat dalam kehidupan, dan tidak memiliki keturunan hingga usia lanjut. Kebanyakan pria dari dinasti lebih dari 2 abad (sekitar tahun 1360 dan 1560) berhasil memiliki ahli waris hanya pada usia senja mereka.
 
Hal ini kontras dengan [[Dinasti Bourbon|Bourbon]] kemudian dan [[Habsburg-Lorraine]] menghasilkan dinasti-dinasti [[Katolik Roma]], yang anggota-anggotanya biasanya mulai menghasilkan keturunan ketika mereka masih remaja. Selain itu, cukup menarik, mereka Jagiellonian yang meneruskan garis hidup sampai usia matang, sementara mereka yang meninggal dalam usia dua puluhan atau tiga puluhan umumnya tidak meninggalkan anak-anak. Karena rentang hidup rata-rata relatif pendek didalamdi dalam periode tersebut, kebiasaan ini mulai menghasilkan anak-anak terlambat menebang banyak cabang potensial dari dinasti ini, karena orang-orang yang tua umumnya tidak berpotensi mulai berprokreasi sampai usia mereka mencapai tiga puluhan tahun.
 
Kecenderungan untuk mengandung anak terlambat melemahkan potensi dinasti tersebut dibandingkan dengan orang lain dari era yang sama. Setelah hanya empat generasi, dinasti punah akan keturunan laki-laki. Tapi empat generasi yang sama berlangsung selama 2 abad, rata-rata sekitar 50 tahun antara siring setiap generasi baru: