Raimundo Panikkar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
PT21Festi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
PT21Festi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 5:
 
== Riwayat Hidup ==
Panikkar lahir di [[Barcelona]], [[Spanyol]], ibunya beragama [[Katolik]] dan berkebangsaan Spanyol, [[Catalunya]], sedangkan ayahnya seorang yang beragama [[Hindu]] dari [[India]].<ref name="Kanisisus">{{id}}Silvester Kanisisus L. 2006. Allah dan Pluralisme Religius. Jakarta: OBOR. Hlm. 1,2.</ref> Sejak kecil Panikkar telah dididik dalam tradisi Katolik Roma Orthodoks dan dipengaruhi oleh tradisi Hindu-India dari ayahnya.<ref name="Kanisisus"/> Ketika memasuki dunia pendidikan terutama ketika dia bergelut dengan pendidikan filsafat dan teologi, Pannikar mulai mengarahkan pemikirannya pada proses pertemuan antarkultur dan agama. Ia belajar dengan seorang guru [[Sansekerta]] asal Spanyol bernama Juan Mascaro karena ia ingin mempelajari budaya Sansekerta.<ref name="Kanisisus"/> Pannikar telah meraih dua gelar doktor, yaitu pada tahun 1946 dalam bidang Filsafat yang berhubungan dengan [[ekologi]] dan kedua pada tahun 1958 dalam bidang kimia dengan sebuah tesis mengenai ''Filsafat Ilmu Pengetahuan''.<ref name="Kanisisus"/> Kemudian pada tahun 1961, Pannikar berhasil mengambil gelar doktor yang ketiga dalam bidang studi agama-agama. Pannikar menjadi seorang profesor studi agama-agama di Universitas Calivornia di Santa Barbara.<ref name="Kanisisus"/> Dia juga menjadi profesor honorarium di sebuah Persatuan Fakultas Teologi, [[Bangalore]], dan sebagai pengajar lepas di Universitas [[Roma]].<ref name="Kanisisus"/> Dalam hidupnya, Pannikar banyak menyumbangkan beberapa karya besar dan terkenal terutama dalam bidang studi agama-agama.<ref name="Kanisisus"/> Karya-karya tersebut berisikan pemikiran Pannikar mengenai pertemuan antarkultur dan tradisi religius dan bagaimana cara menjembatani suatu tradisi yang berbeda itu menjadi perpaduan yang menarik tanpa harus meninggalkan warna aslinya.
 
 
== Pemikirannya ==
Filsafat bagi Pannikar adalah sebuah gaya hidup yang mengikutsertakan seluruh eksistensi dan tujuannya adalah sebagai sebuah transformasi fundamental bagi personalitas manusia, yaitu sebagai realitas yang tercermin dan terbentuk. Hal inilah yang menjadi dasar pandangan Pannikar memandang filsafat dalam dua prinsip, yakni filsafat sebagai "cinta akan kebijaksanaan dan kebijaksanaan akan cinta".<ref name="Kanisisus"/> Bagi Pannikar, pengalaman akan mistik adalah sesuatu yang bermanfaat bagi keanekaragaman yang banyak dan kesatuan mendalam dari semua agama.<ref name="Knitter">{{id}}Paul F. Knitter. 2008. Pengantar Teologi Agama-Agama. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 151.</ref> Melalui pengalaman mistik ini, Pannikar berusaha mengadakan dialog intereligius dengan bentuk proyek ''kosmotheandrik'' yang hendak mengatakan bahwa ada tiga dimensi yang menentukan dan membangun realitas dan merupakan sebuah kehidupan terdalam dari realitas, yaitu realitas Yang Ilahi, manusia dan dunia.<ref name="Pannikar">{{id}}R. Pannikar 1979. Myth, Faith and Hermeneutics. New York: Paulist Press. Hlm. 20,21.</ref> [[Knitter]] mengakui bahwa, Pannikar adalah seorang pluralis yang ''maverik'' di mana ia sikap yang netral dengan tidak memihak pada satu kelompok tertentu. Ia dapat menjaga jarak terhadap pihak-pihak yang kontradiktif dalam situasi dan kondisi perjumpaan antara agama. Dalam pandangannya akan agama yang beragam, Pannikar memahami yang [["Misteri"]] dalam agama-agama adalah sebuah realitas yang tidak berada dalam dirinya sendiri - artinya tanpa manusia di dalam dunia.<ref name="Kanisisus"/> Menurut Pannikar, jika ingin berbicara tentang Allah atau agama, Allah atau Yang Ilahi itu sendiri beragam bukan hanya satu seperti halnya agama-agama.<ref name="Pannikar"/> Pannikar memahami [[inkarnasi Yesus]] sama dengan apa yang dipahami oleh Song yaitu, dikenal dengan istilah "''The Unknown Christ of Hinduism''" (Kristus yang tidak dikenal, di mana Yesus adalah Kristus namun Kristus bukanlah Yesus).<ref name="Lumintang">{{id}}Stevi Indra Lumintang 2009. Teologi Abu-Abu Pluralisme Agama. Jawa Timur: Gandum Mas. Hlm. 146,147.</ref> Allah menjadi manusia tidak hanya melalui Kristus atau dengan kata lain, Allah tidak berinkarnasi di dalam Yesus saja tetapi juga agama lain, seperti di dalam agama Hindu.<ref name="Lumintang"/> Kristus dan Yesus adalah dua tokoh yang berbeda menurut Pannikar.Kristus adalah misteri ilahi bukan satu realitas yang memiliki banyak nama, tetapi dalam setiap nama yang berbeda-beda di masing-masing agama, Kristus ada dan menyelamatkan (inilah salah satu pernyataannya dari bukunya ''The Unknown Christ of Hinduism'').<ref name="Pannikar"/> Walau pun demikian Pannikar tetap menekankan kebenaran yang bertumpu pada firman yang menjadi daging untuk menolak semua unsur agama yang abstrak atau transenden dan untuk menekankan keluasan penyataan Allah yang tidak hanya dimonopoli oleh inkarnasi Kristus dalam Alkitab.<ref name="Lumintang"/> Konsep dan pemikiran telah mengantar Ilmu Perbandingan Agama memasuki suatu paradigma baru yang lebih komprehensif universal bagi suatu perjumpaan antara agama dan kultur. Setidaknya, ada tiga implikasi dari konsep dan pandangannya mengenai Allah dan pluralisme religius yang dapat dikemukakan. Pertama,secara partikular setiap agama (terutama yang mengakui dirinya sebagai monoteis) tidak menganggap dirinya sebagai yang benar secara absolut dan bahwa kehadiran Yang Absolut tidak dapat dianggap sebagai yang kelihatan maupun tidak kelihatan, sebagai yang ada maupun yang tiada, sebagai yang bernama maupun yang tak bernama, dan lainnya. Kedua, perbedaan muncul justru ketika manusia menjustifikasi bahwa kebenaran itu adalah ini dan bukan itu, ataupun sebaliknya. Kebenaran kita adalah kebenaran eksistensial dan konseptual, bukan kebenaran ultimo. Akhirnya pada titik ini, kebenaran tidak dapat dikatakan sebagai yang ini dan yang itu, tetapi tidak terlukis, tidak terukur, atau bukan ini dan bukan itu. Berdasarkan hal tersebut maka implikasi yang ketiga, adalah dialog tidak pada tempatnya lagi untuk saling membenarkan diri, mempertahankan ide, melainkan saat untuk saling mengoreksi dan dikoreksi, saling menyuburkan satu dengan yang lainnya. Pada simpulan pemikiran Pannikar, kita menjadi satu