Hukum Gereja: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
PT36lia (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
PT36lia (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''hukum gereja''' adalah bagian dari studi teologi yang membicarakan mengenai pendasaran eklesiology terhadap aturan dalam gereja.
 
Kata hukum gereja secara langsung akan mengarahkan perhatian kita kepada peraturan-peraturan dalam gereja. Dr. J.L. Abineno, mengartikan hukum gereja sebagai peraturan gereja yang digunakan untuk menata dan mengatur kehidupan pelayanan dalam gereja. Demikian juga dengan definisi yang diberikan oleh Dr. M. H. Bolkestein, melihat hukum gereja sebagai aturan tentang perbuatan dan kehidupan gereja untuk menyatakan gereja sebagai Tubuh Yesus. Namun jika ditelaah lebih dalam, hukum gereja tidak hanya sekedar berbicara tentang peraturan.
Baris 6:
Pendasaran Eklesiologi bagi aturan dalam gereja menuntut gereja untuk peka terhadap konteks di mana gereja hidup dan melayani. Kemampuan untuk mendioaglokan teks Alkitab dengan konteks kehidupan pelayanan gereja adalah tuntutan yang harus dipenuhi oleh gereja dalam melahirkan aturan dalam gereja. Melalui dialog ini aturan gereja menjadi aturan yang sesuai dan dapat dipertanggung jawabkan secara ekklesiologis. Dengan kata lain melalui metode kontekstualisasilah sebuah hukum gereja hendaknya dilahirkan.
Dalam pelaksanaan metode kontekstualisasi sebagai usaha mendialogkan teks Alkitab dan konteks jemaat, gereja perlu melaksanakannya sebagai sebuah usaha kritis. Jangan sampai hukum gereja akhirnya hanya sebagai alat pemberi legitimasi ajaran gereja, seperti yang terjadi pada gereja katolik Roma pada masa sebelum konsili Vatikan II. Peringatan juga menjadi peringatan yang diberikan oleh Erik Wolf. Seperti yang dikutip oleh Coerzten, Wolf memperingatkan kaum fundamentalis yang sering menggunakan Alkitab untuk melegitimasi ajaran gereja.
Pendasaran hukum gereja pada eklesiologi berbeda dari pendekatan penataan/pemerintahan (''stelsel''). Pendekatan eklesiologi menghindarkan gereja dari pandangan yang seringkali melihat para pejabat-pejabat gereja sebagai orang-orang yang ditugaskan untuk menjaga dan menegakkan aturan dalam gereja. Pandangan seperti ini seringkali muncul sebagai bias dari pendekatan penataan/pemerintahan.
Pendasaran eklesiologi tehadap aturan dalam gereja mengisyarakatkan bahwa aturan dalam gereja haruslah dipertanggungjawabkan secara ekklesiologis. Pertanggungjawaban ekklesiologis terhadapa tauran dalam gereja adalah tugas dari hukum gereja. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa hukum gereja tidak hanya sekedar berbicara tentang aturan dalam gereja. Hukum gereja adalah sebuah studi teologi yang secara sistimastis mengkaji prinsip-prinsip ekklesiologis dari aturan-aturan dalam gereja.