Pembela Tanah Air: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k perbaikan kecil
k perbaikan kecil pt2
Baris 4:
|image= [[Berkas:Bendera_PETA.png|180px]]
|caption= Bendera yang digunakan batalion PETA
|dates= [[3 Oktober]] [[1943]] - [[1519 Agustus]] [[1945]]
|country= {{negara|Indonesia}} [[Indonesia]] (Pra-kemerdekaan)
|allegiance= [[Berkas:War flag of the Imperial Japanese Army.svg|25px]] [[Angkatan Darat Kekaisaran Jepang]]
Baris 35:
'''Tentara Sukarela Pembela Tanah Air''' disingkat {{nihongo|'''PETA'''|郷土防衛義勇軍|kyōdo bōei giyûgun}} adalah kesatuan militer yang dibentuk [[Jepang]] di [[Indonesia]] dalam [[masa pendudukan Jepang]]. Tentara Pembela Tanah Air dibentuk pada tanggal [[3 Oktober]] [[1943]] berdasarkan maklumat ''Osamu Seirei No 44'' yang diumumkan oleh Panglima Tentara Ke-16, [[Letnan Jendral]] [[Kumakichi Harada]] sebagai [[Tentara Sukarela]]. Pelatihan pasukan Peta dipusatkan di kompleks militer [[Bogor]] yang diberi nama [[Gyu Gun|Jawa Bo-ei Giyûgun Kanbu Resentai]].
 
Tentara PETA telah berperan besar dalam [[Perang Kemerdekaan Indonesia]]. Beberapa tokoh nasional yang dulunya tergabung dalam PETA antara lain mantan presiden [[Soeharto]] dan Jendral Besar [[Soedirman]]. Veteran-veteran tentara PETA telah menentukan perkembangan dan evolusi [[militer Indonesia]], antara lain setelah menjadi bagian penting dari pembentukan [[Badan Keamanan Rakyat]] (BKR), [[Tentara Keamanan Rakyat]] (TKR),[[ Tentara Keselamatan Rakyat]], [[Tentara Republik Indonesia]] (TRI) hingga akhirnya [[TNI]]. Karena hal ini, PETA banyak dianggap sebagai salah satu [[cikal bakal]] dari [[Tentara Nasional Indonesia]].
 
==Latar belakang==
Pembentukan PETA dianggap berawal dari surat [[Gatot Mangkupradja|Raden Gatot Mangkupradja]] kepada ''[[Gunseikan]]'' (kepala pemerintahan militer Jepang) pada bulan September 1943 yang antara lain berisi permohonan agar bangsa Indonesia diperkenankan membantu pemerintahan Jepang di medan perang. Pada pembentukannya, banyak anggota ''[[Seinen Dojo]]'' ("Barisan Pemuda") yang kemudian menjadi anggota senior dalam barisan PETA. Ada pendapat bahwa hal ini merupakan strategi Jepang untuk membangkitkan semangat patriotisme dengan memberi kesan bahwa usul pembentukan PETA berasal dari kalangan pemimpin Indonesia sendiri. Pendapat ini ada benarnya, karena, sebagaimana berita yang dimuat pada koran "Asia Raya" pada tanggal [[13 September]] [[1943]], yakni adanya usulan sepuluh ulama: K.H. [[Mas Mansyur]], KH. Adnan, Dr. [[Abdul Karim Amrullah]] (HAMKA), Guru H. [[Mansur]], Guru H. [[Cholid]]. K.H. [[Abdul Madjid]], Guru H. [[Jacob]], K.H. [[Djunaedi]], [[U. Mochtar]] dan H. [[Mohammad Sadri]], yang menuntut agar segera dibentuk tentara sukarela bukan wajib militer yang akan mempertahankan Pulau [[Jawa]] <ref>Suryanegara, Mansur. 1996. ''Pemberontakan Tentara PETA di Cileunca Pangalengan Bandung Selatan''</ref>. Hal ini menunjukkan telah adanya peran golongan agama dalam rangka pembentukan cikal bakal [[TNI]]milisi ini. Tujuan pengusulan oleh golongan agama ini dianggap untuk menanamkan paham kebangsaan dan cinta tanah air yang berdasarkan ajaran agama. Hal ini kemudian juga diperlihatkan dalam panji atau bendera tentara PETA yang berupa [[matahari terbit]] (lambang [[kekaisaran Jepang]]) dan lambang [[bulan sabit]] dan [[bintang]] yang merupakan (simbol kepercayaan [[Islam]]).
 
==Pemberontakan batalion PETA di Blitar==
{{utama|Pemberontakan PETA Blitar}}
Pada tanggal [[14 Februari]] [[1945]], pasukan PETA di [[Blitar]] di bawah pimpinan [[Supriadi]] melakukan sebuah pemberontakan. Pemberontakan ini berhasil dipadamkan dengan memanfaatkan pasukan pribumi yang tak terlibat pemberontakan, baik dari satuan PETA sendiri maupun [[Heiho]]. PimpinanSupriadi, pimpinan pasukan pemberontak, Supriaditersebut, menurut [[sejarah Indonesia]] dinyatakan hilang dalam peristiwa ini. Akan tetapi, pimpinan lapangan dari pemberontakan ini, yang selama ini dilupakan sejarah, [[Muradi]], tetap bersama dengan pasukannya hingga saat terakhir. Mereka semua pada akhirnya, setelah disiksa selama penahanan oleh ''[[Kenpeitai]]'' (PM), diadili dan dihukum mati dengan [[hukuman penggal]] sesuai dengan hukum militer [[Tentara Kekaisaran Jepang]] di [[Eevereld]] (sekarang pantai [[Ancol]]) pada tanggal [[16 Mei]] [[1945]].
 
== Pembubaran PETA ==
TanggalPada tanggal [[18 Agustus]] [[1945]], sehari setelah [[proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia]], berdasarkan persetujuanperjanjian penyerahan[[kapitulasi tanpa-syaratJepang]] dengan [[Tentarablok Sekutu]], [[Tentara Kekaisaran Jepang]] mengeluarkanmemerintahkan perintahpara ''[[daidan]]'' batalion PETA untuk membubarkanmenyerah kesatuan-kesatuandan menyerahkan senjata mereka, dimana sebagian besar dari mereka mematuhinya. [[Presiden Republik Indonesia]] yang baru saja dilantik, [[Sukarno]], mendukung pembubaran ini ketimbang mengubah PETA menjadi tentara nasional, karena tuduhan blok Sekutu bahwa Indonesia yang baru lahir adalah kolaborator [[Kekaisaran Jepang]] bila ia memperbolehkan milisi yang diciptakan Jepang ini untuk dilanjutkan. <ref name="RICKLEFS194">Ricklefs (1981), p194 </ref><ref name="SUNDHAUSSEN2_4">Sunhaussen (1982), pp2-4 </ref><ref name="BACHTIAR">Bachtiar(1988), p12 </ref>. Sehari kemudian, tanggal [[19 Agustus]] [[1945]], panglima terakhir Tentara Ke-16 di Jawa, Letnan Jendral [[Nagano Yuichiro]], mengucapkan pidato perpisahan pada para anggota kesatuan PETA.
 
==Peran dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia ==