Sejarah pemerintahan daerah di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
-iNu- (bicara | kontrib)
k perbaharui dengan berkas pengganti
Kia 80 (bicara | kontrib)
k WikiCleaner 0.99 - ProyekWiki disambiguasi - Mari bergabung!
Baris 29:
[[Otonomi]] bagi daerah baru dirintis dengan keluarnya UU No. 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan [[Komite Nasional Daerah]]. UU No. 1 Tahun 1945 menyebutkan setidaknya ada tiga jenis [[daerah]] yang memiliki [[otonomi]] yaitu: [[Karesidenan]], [[Kota|Kota otonom]] dan [[Kabupaten]] serta lain-lain daerah yang dianggap perlu (kecuali daerah [[Kesunanan Surakarta|Surakarta]] dan [[Kesultanan Yogyakarta|Yogyakarta]]). Pemberian otonomi itu dilakukan dengan membentuk [[Komite Nasional Daerah]] sebagai [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah|Badan Perwakilan Rakyat Daerah]]. Sebagai penyelenggara [[pemerintahan daerah]] adalah [[Komite Nasional Daerah]] bersama-sama dengan dan dipimpin oleh [[Kepala Daerah]]. Untuk pemerintahan sehari-hari dibentuk [[Pemerintah Daerah|Badan Eksekutif]] dari dan oleh [[Komite Nasional Daerah]] dan dipimpin oleh [[Kepala Daerah]].
 
Mengingat situasi dan kondisi pada masa itu tidak semua daerah dapat membentuk dan melaksanakan [[pemerintahan daerah]]. Daerah-daerah [[Maluku]] (termasuk didalamnya [[Papua]]), [[Nusa Tenggara]], [[Sulawesi]], dan [[Kalimantan]] bahkan harus dihapuskan dari wilayah [[Indonesia]] sesuai isi [[Perjanjian Linggajati]]. Begitu pula dengan daerah-daerah [[Sumatera Timur]], [[Riau]], [[Bangka]], [[Belitung]], [[Sumatera Selatan|Sumatera Selatan bagian timur]], [[Jawa Barat]], [[Banyumas|Jawa Tengah bagian barat]], [[Banyuwangi|Jawa Timur bagian timur]], dan [[Pulau Madura|Madura]] juga harus dilepaskan dengan [[Perjanjian Renville]].
 
== Periode II (1948-1957) ==
Baris 332:
[[Daerah Otonom|Daerah Indirect Gebied]] adalah daerah yang diperintah secara tidak langsung oleh [[Gubernur Jenderal|penguasa Batavia]]. Daerah ini biasanya berbentuk [[Monarki|kerajaan]] atau [[kesultanan]] yang terikat dengan perjanjian politik baik jangka panjang maupun jangka pendek. Perjanjian ini dilakukan oleh [[raja]]/[[sultan]] dari [[kerajaan]]/[[kesultanan]] lokal dengan [[Residen]]/[[Gubernur]] sebagai wakil [[Gubernur Jenderal]] atas nama [[Raja]]/[[Ratu]] [[Belanda]]. Dengan perjanjian tersebut [[Monarki|kerajaan]]/[[kesultanan]] memiliki status "negara semi merdeka" dalam lingkungan [[Belanda|Kerajaan Belanda]]. Daerah-daerah tersebut diperintah sendiri oleh [[Raja|penguasa pribumi]] dan memiliki [[Otonomi daerah|struktur pemerintahan lokal]] sendiri. [[Hindia-Belanda|Pemerintah Hindia Belanda]] hanya menempatkan para pengawas dengan pangkat [[Asisten Residen]], [[Residen]], atau [[Gubernur]] sesuai dengan tingkatan daerah yang didasarkan pada kepentingan [[Hindia-Belanda|pemerintah Hindia Belanda]]. Dari sinilah kemudian muncul [[Daerah Khusus|kedudukan khusus]] suatu daerah yang dikenal dengan nomenklatur [[Zelfbesturende Lanschappen]] ([[Zelfbestuurende Landschappen|Daerah Swapraja]] [ [[Otonomi daerah|berpemerintahan sendiri]] ] atau [[Otonomi daerah|otonom]]).
 
[[Pembagian administratif|Daerah Direct Gebeid]] adalah yang diperintah secara langsung oleh [[Batavia]] secara hirarkis. Pemerintahannya [[Pembagian administratif|bersifat administratif]] atau sering disebut "pemerintahan pangreh praja". Pemerintahan ini pun dibedakan antara pemerintahan di wilayah [[Jawa]] dan [[Pulau Madura|Madura]] dengan Luar [[Jawa]] dan [[Pulau Madura|Madura]].
 
Di daerah [[Jawa]] dan [[Pulau Madura|Madura]], secara berurutan tingkatan pemerintahan dan kepala pemerintahannya (dalam tanda kurung), adalah : [[Provinsi]] ([[Gubernur]]), [[Karesidenan]] ([[Residen]]), [[Kabupaten]] ([[Asisten Residen]] dan [[Bupati|Bupati lokal [regent] ]]) , [[Kawedanan]] ([[Wedana]]), [[Kecamatan]] ([[Asisten Wedana]]), [[Desa]] ([[Lurah]]/[[Kepala Desa]]).
 
Di daerah Luar [[Jawa]] dan [[Pulau Madura|Madura]], secara berurutan tingkatan pemerintahan dan kepala pemerintahannya (dalam tanda kurung), adalah : [[Provinsi]] ([[Gubernur]]), [[Karesidenan]] ([[Residen]]), [[Afdeling]] ([[Asisten Residen]]), [[Onder Afdeling]] ([[Controleur]]), [[Distrik|District]]/[[Kawedanan]] ([[Demang]]), [[Onderdistrict]]/[[Kecamatan]] ([[Asisten Demang]]), [[Desa]]/[[Marga]]/[[Kuria]]/[[Nagari]]/nama lain ([[Kepala Desa]]/nama lain).
 
[[Gubernur]] sampai [[Asisten Residen]] untuk [[Jawa]] dan [[Controleur]] untuk luar [[Jawa]] adalah [[Belanda|berkebangsaan Belanda]] dan disebut ''Eurpese Bestuurambtenaren''. Sedangkan [[Bupati]] sampai [[Lurah]]/[[Kepala Desa]] untuk [[Jawa]] dan [[Demang]] sampai [[kepala desa]]/nama lain untuk luar [[Jawa]] [[Indonesia|berkebangsaan pribumi]] dan disebut ''Inlandse Bestuurambtenaren''.
Baris 381:
|}</onlyinclude>
 
Di [[Negara Indonesia Timur|wilayah NIT]] sebelum negara bagian itu melebur menjadi [[Indonesia|Negara Kesatuan]] sempat ada tiga belas [[Provinsi|Daerah]] yang terbentuk. Ketiga belas [[Provinsi|daerah]] itu adalah: (1) [[Sulawesi Selatan]]; (2) [[Minahasa]]; (3) [[Kepulauan Sangihe dan Talaud]]; (4) [[Sulawesi Utara]]; (5) [[Sulawesi Tengah]]; (6) [[Bali]]; (7) [[Lombok]]; (8) [[Sumbawa]]; (9) [[Flores]]; (10) [[Sumba]]; (11) [[Pulau Timor|Timor dan kepulaunnya]]; (12) [[Maluku|Maluku Selatan]]; dan (13) [[Maluku Utara]]. [[Kabupaten|Daerah Bagian]] dan [[Desa|Daerah Anak Bagian]] berdasarkan [[Undang-Undang|UU]] tersebut belum sempat terbentuk sampai [[NIT]] melebur menjadi [[Indonesia|Negara Kesatuan]].
 
Isi [[Undang-Undang|UU NIT No. 44 Tahun 1950]] sebagian besar mengadopsi isi [[Undang-Undang|UU RI-Yogyakarta No. 22 Tahun 1948]]. [[Undang-Undang|UU]] ini tetap berlaku pada masa Republik III di wilayah [[Sulawesi]], [[Nusa Tenggara]], dan [[Maluku]] sampai tahun [[1957]].