Sang Pencerah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ciko (bicara | kontrib)
Ciko (bicara | kontrib)
Baris 46:
 
== Dibalik layar ==
Sebagai sutradara, Hanung juga dituntut untuk menghidupkan atmosfer dan lanskap Yogyakarta pada akhir 1800-an. Selain dilakukan di Yogyakarta, syuting digelar di [[Musium Kereta Api]] Ambarawa]] dan kompleks [[Kebun Raya Bogor]] yang disulap menjadi Jalan Malioboro lengkap dengan Tugu Yogyakarta pada zaman itu. Hanung juga mengembalikan dan mereka ulang bangunan Masjid Besar Kauman, Kota Gede, Bintaran, dan wilayah keraton seratus tahun silam dengan bangunan set lokasi serealistis mungkin. Di beberapa adegan, misalnya saat Dahlan beribadah haji, Hanung juga menggunakan potongan film dokumenter lama koleksi [[Perpustakaan Nasional]].
 
Dana yang dikeluarkan untuk pembuatan film ini lumayan besar, sekitar Rp 12 miliar. Untuk menyiasati biaya, Hanung juga banyak melakukan ''retouching'' dari setting lokasi yang tersedia. Selain itu, biaya besar dibutuhkan untuk kostum pemain. Misalnya, pakaian batik yang dikenakan pemain mesti sesuai dengan batik pada 1900. Jarik atau kain panjang sengaja didesain khusus untuk film Sang Pencerah sesuai dengan motif yang memang dikenal pada 1900-an; termasuk perlengkapan sorban yang sengaja dibuat sendiri untuk keperluan syuting.
 
== Referensi ==