Sunda Kelapa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Midori (bicara | kontrib)
Baris 22:
Lalu pada tahun 1522 Gubernur [[Alfonso d'Albuquerque]] yang berkedudukan di Malaka mengutus Henrique Leme untuk menghadiri undangan raja Sunda untuk membangun benteng keamanan di Sunda Kalapa untuk melawan orang-orang Cirebon yang bersifat ekspansif. Sementara itu kerajaan Demak sudah menjadi pusat kekuatan politik Islam. Orang-orang Muslim ini pada awalnya adalah pendatang dari Jawa dan merupakan [[suku Jawa|orang-orang Jawa keturunan Arab]].
 
Maka pada tanggal [[21 Agustus]] [[1522]] dibuatlah suatu perjanjian yang menyebutkan bahwa orang Portugis akan membuat loji (perkantoran dan perumahan yang dilengkapi benteng) di Sunda Kelapa, sedangkan Sunda Kelapa akan menerima barang-barang yang diperlukan. Raja Sunda akan memberikan kepada orang-orang Portugis 1.000 keranjang lada sebagai tanda persahabatan. Sebuah batu peringatan atau ''[[padraõ]]'' dibuat untuk memperingati peristiwa itu. [[Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal|Padrao dimaksud]] disebut sebagai layang salaka domas dalam cerita rakya Sunda [[Mundinglaya Dikusumah]]. Padraõ itu ditemukan kembali pada tahun 1918 di sudut Prinsenstraat (Jalan Cengkeh) dan Groenestraat (Jalan Nelayan Timur) di Jakarta.
 
Kerajaan Demak menganggap perjanjian persahabatan Sunda-Portugal tersebut sebagai sebuah provokasi dan suatu ancaman baginya. Lantas [[Demak]] menugaskan [[Fatahillah]] untuk mengusir [[Portugis]] sekaligus merebut kota ini. Maka pada tanggal [[22 Juni]] [[1527]], pasukan gabungan Demak-Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) merebut Sunda Kelapa. Tragedi tanggal 22 Juni inilah yang hingga kini selalu dirayakan sebagai hari jadi kota Jakarta. Sejak saat itu nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta. Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai kota kemenangan atau kota kejayaan, namun sejatinya artinya ialah "kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuatan atau usaha" dari bahasa Sansekerta ''jayakṛta'' ([[aksara Dewanagari|Dewanagari]] जयकृत).<ref>Sesuai Gonda (1951:348) yang mengutip Hoessein Djajadiningrat.</ref>