Enau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
ArthurBot (bicara | kontrib)
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot melakukan perubahan kosmetika
Baris 17:
}}
:''"Aren" dialihkan ke halaman ini. Untuk komune di Perancis, silakan lihat [[Aren, Perancis]]''
'''Enau''' atau '''aren''' (''Arenga pinnata'', [[familia|suku]] [[Arecaceae]]) adalah palma yang terpenting setelah [[kelapa]] (nyiur) karena merupakan tanaman serba guna. Tumbuhan ini dikenal dengan pelbagai nama seperti ''nau'', ''hanau'', ''peluluk'', ''biluluk'', ''kabung'', ''juk'' atau ''ijuk'' (aneka nama lokal di [[Sumatra]] dan [[Semenanjung Malaya]]); ''kawung'', ''taren'' ([[bahasa Sunda|Sd.]]); ''akol'', ''akel'', ''akere'', ''inru'', ''indu'' (bahasa-bahasa di [[Sulawesi]]); ''moka'', ''moke'', ''tuwa'', ''tuwak'' (di [[Nusa Tenggara]]), dan lain-lain. <ref name=heyne_447-455>Heyne, K. 1987. ''Tumbuhan Berguna Indonesia'', jil. 1. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 447-455.</ref>
 
Bangsa [[Belanda]] mengenalnya sebagai ''arenpalm'' atau ''zuikerpalm'' dan bangsa [[Jerman]] menyebutnya ''zuckerpalme''. Dalam [[bahasa Inggris]] disebut ''sugar palm'' atau ''Gomuti palm''.
 
Aren adalah tumbuhan yang dilindungi oleh undang-undang.
Baris 25:
== Pemerian ==
[[Berkas:Aren_pinna 070612 042 stgd.jpg|thumb|left|200px|Pohon enau {{br}}[[Situgede, Bogor Barat, Bogor|Situgede]], [[Bogor]], [[Jawa Barat]]]]
Palma yang besar dan tinggi, dapat mencapai 25 [[meter|m]]. Berdiameter hingga 65 [[sentimeter|cm]], batang pokoknya kukuh dan pada bagian atas diselimuti oleh serabut berwarna hitam yang dikenal sebagai ''ijuk'', ''injuk'', ''juk'' atau ''duk''. Ijuk sebenarnya adalah bagian dari [[pelepah daun]] yang menyelubungi batang.
 
[[Daun]]nya majemuk menyirip, seperti daun [[kelapa]], panjang hingga 5 m dengan tangkai daun hingga 1,5 m. Anak daun seperti pita bergelombang, hingga 7 x 145 cm, berwarna hijau gelap di atas dan keputih-putihan oleh karena lapisan [[lilin]] di sisi bawahnya.
 
Berumah satu, [[bunga]]-bunga jantan terpisah dari bunga-bunga betina dalam tongkol yang berbeda yang muncul di ketiak daun; panjang tongkol hingga 2,5 m. Buah buni bentuk bulat peluru, dengan [[diameter]] sekitar 4 cm, beruang tiga dan berbiji tiga, <ref name=steenis1981_139>[[Cornelis Gijsbert Gerrit Jan van Steenis|Steenis, CGGJ van]]. 1981. ''Flora, untuk sekolah di Indonesia''. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 139.</ref> tersusun dalam untaian seperti rantai.
Setiap [[tandan]] mempunyai 10 tangkai atau lebih, dan setiap tangkai memiliki lebih kurang 50 butir buah berwarna [[hijau]] sampai coklat kekuningan. Buah ini tidak dapat dimakan langsung karena getahnya sangat gatal.
 
== Kegunaan ==
Baris 37:
=== Nira dan gula ===
[[Berkas:Aren pinna 080814 2157 Fl srna.jpg|thumb|left|200px|Tongkol bunga jantan (kanan) dan yang disadap niranya (sebelah kiri)]]
[[Gula aren]] diperoleh dengan menyadap tandan bunga jantan yang mulai mekar dan menghamburkan [[serbuk sari]] yang berwarna kuning. Tandan ini mula-mula dimemarkan dengan memukul-mukulnya selama beberapa hari, hingga keluar cairan dari dalamnya. Tandan kemudian dipotong dan di ujungnya digantungkan tahang [[bambu]] untuk menampung cairan yang menetes.
 
Cairan manis yang diperoleh dinamai [[nira]] (alias ''legen'' atau ''saguer''), berwarna jernih agak keruh. Nira ini tidak tahan lama, maka tahang yang telah berisi harus segera diambil untuk diolah niranya; biasanya sehari dua kali pengambilan, yakni pagi dan sore.
 
Setelah dikumpulkan, nira segera dimasak hingga mengental dan menjadi gula cair. Selanjutnya, ke dalam gula cair ini dapat dibubuhkan bahan pengeras (misalnya campuran getah [[nangka]] dengan beberapa bahan lain) agar gula membeku dan dapat dicetak menjadi gula aren bongkahan (gula ''gandu''). Atau, ke dalam gula cair ditambahkan bahan pemisah seperti minyak [[kelapa]], agar terbentuk gula aren bubuk (kristal) yang disebut juga sebagai [[gula semut]].
 
Di banyak daerah di [[Indonesia]], nira juga biasa di[[fermentasi]] menjadi semacam minuman ber[[alkohol]] yang disebut [[tuak]] atau di daerah timur juga disebut ''saguer''. Tuak ini diperoleh dengan membubuhkan satu atau beberapa macam kulit kayu atau akar-akaran (misalnya kulit kayu [[nirih]] (''Xylocarpus'') atau sejenis [[manggis]] hutan (''Garcinia'')) ke dalam nira dan membiarkannya satu sampai beberapa malam agar berproses. Bergantung pada ramuan yang ditambahkan, tuak yang dihasilkan dapat berasa sedikit manis, agak masam atau pahit.
 
Dengan membubuhkan bahan yang lain, atau dengan membiarkan begitu saja selama beberapa hari, nira dapat berfermentasi menjadi [[cuka]]. Cuka dari aren ini kini tidak lagi populer, terdesak oleh cuka buatan pabrik.
 
Nira mentah (segar) bersifat pencahar (''laksativa''), sehingga kerap digunakan sebagai obat urus-urus. Nira segar juga baik sebagai bahan campuran (pengembang) dalam pembuatan [[roti]].<ref name=heyne_447-455>Heyne, K. 1987. ''Tumbuhan Berguna Indonesia'', jil. 1. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 447-455.</ref>
 
=== Kolang-kaling ===
[[Berkas: Aren pinna 080813 1988 K srna.jpg|thumb|left|200px|Buah aren dan kolang-kaling]]
Buah aren (dinamai ''beluluk'', ''caruluk'' dan lain-lain) memiliki 2 atau 3 butir inti biji (''[[endosperma]]'') yang berwarna putih tersalut batok tipis yang keras. Buah yang muda intinya masih lunak dan agak bening. Buah muda dibakar atau direbus untuk mengeluarkan intinya, dan kemudian inti-inti biji itu direndam dalam air [[kapur]] beberapa hari untuk menghilangkan getahnya yang gatal dan beracun.<ref name=heyne_447-455>Heyne, K. 1987. ''Tumbuhan Berguna Indonesia'', jil. 1. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 447-455.</ref>. Cara lainnya, buah muda dikukus selama tiga jam dan setelah dikupas, inti bijinya dipukul gepeng dan kemudian direndam dalam air selama 10-20 hari. Inti biji yang telah diolah itu, diperdagangkan di pasar sebagai ''buah atep'' (''buah atap'') atau ''[[kolang-kaling]]''.
 
[[Kolang-kaling]] disukai sebagai campuran es, [[manisan]] atau dimasak sebagai [[kolak]]. Teristimewa sebagai hidangan berbuka puasa di bulan [[Ramadhan]].
 
=== Produk lain ===
Sebagaimana [[nipah]] dan [[rumbia]], daun pohon enau juga biasa digunakan sebagai bahan atap rumah rakyat. Pucuk daunnya yang masih kuncup ([[janur]]) juga dipergunakan sebagai daun rokok, yang dikenal pasar sebagai ''daun kawung''. Lembar-lembar daunnya di [[Jawa Barat]] biasa digunakan sebagai pembungkus barang dagangan, misalnya gula aren atau buah [[durian]]. Lembar-lembar daun ini pun kerap dipintal menjadi [[tali]], sementara dari lidinya dihasilkan barang [[anyaman]] sederhana dan [[sapu]] lidi.
 
Seperti halnya daun, [[ijuk]] dari pohon enau pun dipintal menjadi tali. Meski agak kaku, tali ijuk ini cukup kuat, awet dan tahan digunakan di air [[laut]]. Ijuk dapat pula digunakan sebagai bahan atap rumah, pembuat sikat dan [[sapu]] ijuk. Dari pelepah dan tangkai daunnya, setelah diolah, dihasilkan serat yang kuat dan tahan lama untuk dijadikan [[benang]], tali [[pancing]] dan senar [[gitar]] [[Batak]].
 
Batangnya mengayu di sebelah luar dan agak lunak berserabut di bagian dalam atau empulurnya. Kayunya yang keras ini dipergunakan sebagai [[papan]], [[kasau]] atau dibuat menjadi tongkat. [[Empulur]] atau gumbarnya dapat ditumbuk dan diolah untuk menghasilkan [[sagu]], meski kualitasnya masih kalah oleh sagu rumbia. Batang yang dibelah memanjang dan dibuang empulurnya digunakan sebagai talang atau saluran air.
 
Dari akar dihasilkan serat untuk bahan anyaman, tali pancing atau [[cambuk]].<ref name=heyne_447-455>Heyne, K. 1987. ''Tumbuhan Berguna Indonesia'', jil. 1. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 447-455.</ref>
 
== Ekologi dan penyebaran ==
Pohon enau mudah tumbuh. Memiliki asal-usul dari wilayah [[Asia]] tropis, enau diketahui menyebar alami mulai dari [[India]] timur di sebelah barat, hingga sejauh [[Malaysia]], [[Indonesia]], dan [[Filipina]] di sebelah timur. Di Indonesia, enau tumbuh liar atau ditanam, sampai ketinggian 1.400 m [[dpl.]]. <ref name=steenis1981_139>[[Cornelis Gijsbert Gerrit Jan van Steenis|Steenis, CGGJ van]]. 1981. ''Flora, untuk sekolah di Indonesia''. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 139.</ref> Biasanya banyak tumbuh di lereng-lereng atau tebing [[sungai]].
 
Meskipun getahnya amat gatal, buah enau yang masak banyak disukai [[hewan]]. [[Musang luwak]] diketahui sebagai salah satu hewan yang menyukai buah enau ini, dan secara tidak langsung berfungsi sebagai hewan pemencar biji enau. Di [[Bangka]], pada masa lalu orang-orang [[Tionghoa]] memasang perangkap di bawah pohon enau yang tengah berbuah, untuk menangkap rombongan [[babi hutan]] yang berpesta buah enau yang berjatuhan. <ref name=heyne_447-455>Heyne, K. 1987. ''Tumbuhan Berguna Indonesia'', jil. 1. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 447-455.</ref>
 
=== Perbanyakan ===
Enau atau aren dapat dikembang biakkan secara generatif yaitu melalui bijinya. Agar diperoleh keturunan yang baik, benih sebaiknya diambil dari pohon induk yang memiliki kriteria sebagai berikut :
<ol style="list-style-type: lower-alpha;">
<li> '''''Batang pohon harus besar dengan pelepah daun merunduk dan rimbun'''''. Sampai saat ini dikenal dua macam tanaman aren yaitu Aren Genjah yang memiliki batang agak kecil dan pendek dengan produksi nira antara 10–15 liter/tandan/hari, dan Aren Dalam yang memiliki batang besar dan tinggi dengan produksi nira 20–30 liter/tandan/hari. Untuk kepentingan produksi nira dan turunannya, dianjurkan untuk menggunakan varietas Dalam sebagai pohon induknya.
<li> '''''Pohon terpilih harus memiliki produktivitas yang tinggi'''''. Perlu diketahui bahwa tidak semua pohon aren dan tidak semua mayang (tandan bunga) jantan yang keluar (9 – 11 mayang) menghasilkan nira. Hal ini sangat dipengaruh oleh proses fisiologi tanaman. Calon pohon induk perlu diperiksa produktivitasnya dengan menyadap nira dari mayang jantan pertama atau kedua; jika hasilnya banyak maka pohon itu pantas dijadikan pohon induk. Kemudian pohon induk ini tidak lagi disadap niranya, agar kualitas benih yang dihasilkan tetap baik.
</ol>
Selanjutnya tahapan penyediaan bibit tanaman aren adalah sebagai berikut:
Baris 85:
:Benih disemaikan dalam tempat persemaian dengan media campuran pasir dan serbuk gergaji dengan perbandingan 2:1. Untuk mempercepat perkecambahan, tempurung biji dapat digosok dengan kertas pasir (ampelas) di bagian punggungnya, tempat keluar apokol, selebar kira-kira 3 mm kemudian biji direndam dalam air agar air meresap ke dalam endosperm sampai jenuh, lalu disemaikan. Benih disiram setiap hari untuk mempertahankan kelembaban yang tinggi sekitar 80%.
4. '''Pembibitan'''
:Semai aren yaitu setelah terbentuk apokol yang telah mencapai panjang 3 – 5 cm dipindahkan ke tempat pembibitan atau ke dalam kantong plastik (polibag) yang berdiameter 25 cm, yang telah diisi ¾ bagiannya dengan tanah-tanah lapisan atas yang dicampur dengan pupuk kandang dengan perbandingan 1:2. Bibit-bibit yang telah dipindahkan ini memerlukan penyiraman dan naungan agar terhindar dari cahaya matahari secara langsung. Bibit aren dapat dipindahkan (ditanam) ke lapangan setelah berumur 6-8 bulan sejak daun pertama terbentuk.
 
== Rujukan ==