Betawi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
Kata '''Betawi''' digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni [[Jakarta]] dan [[bahasa Melayu]] Kreol yang digunakannya, dan juga kebudayaan [[Melayu]]nya. Kata Betawi sebenarnya berasal dari kata "[[Batavia]]," yaitu nama kuno Jakarta yang diberikan oleh [[Belanda]].
[[Batavia]] juga merupakan nama sebuah kapal layar tiang tinggi yang cukup besar buatan Belanda (VOC), dibuat pada 29 oktober 1628, di Nakhodai oleh Kapten [[Adriaan Jakobsz]]. Tidak jelas sejarahnya, entah nama kapal tersebut yang merupakan awal dari nama Betawi- Batavia, atau bahkan sebaliknya, pihak VOC yang menggunakan nama Batavia, untuk menamai kapalnya. Kapal tersebut akhirnya kandas di pesisir [[Beacon Island]], Australia Barat. Dan seluruh awaknya yang berjumlah 268 orang berlayar dengan perahu sekoci darurat menuju [[Jakarta]] ([[Batavia]]).
==Kebudayaan==
Sifat campur-aduk dalam [[dialek]] Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing. Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni [[Gambang Kromong]] yang berasal dari seni musik [[Cina]], tetapi juga ada [[Rebana]] yang berakar pada tradisi musik [[Arab]], [[Keroncong Tugu]] dengan latar belakang [[Portugis]]-Arab,dan [[Tanjidor]] yang berlatarbelakang ke-[[Belanda]]-an.▼
[[Kategori:Jakarta]]▼
[[en:Betawi]]▼
▲Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing. Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Cina, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab,dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an.
===Etnis===
Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa. Mereka adalah hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu.
Perkiraan ini didasarkan atas studi sejarah demografi penduduk Jakarta yang dirintis sejarawan Australia, [[Lance Casle]]. Di zaman kolonial Belanda, pemerintah selalu melakukan sensus, di mana dikategorisasikan berdasarkan bangsa atau golongan etnisnya. Dalam data sensus penduduk Jakarta tahun [[1615]] dan [[1815]], terdapat penduduk dari berbagai golongan etnis, tetapi tidak ada catatan mengenai golongan etnis Betawi.▼
[[Rumah Bugis]] di bagian utara Jl Mangga Dua di daerah [[kampung Bugis]] yang dimulai pada tahun [[1690]]. Pada awal abad ke 20 ini masih terdapat beberapa rumah seperti ini di daerah Kota. Hasil sensus tahun [[1893]] menunjukkan hilangnya sejumlah golongan etnis yang sebelumnya ada. Misalnya saja orang Arab dan [[Moors]], orang Jawa dan Sunda, orang [[Sulawesi Selatan]], orang [[Sumbawa]], orang [[Ambon]] dan [[Banda]], dan orang Melayu.
===Suku Betawi===
Pada tahun [[1930]], kategori orang Betawi yang sebelumnya tidak pernah ada justru muncul sebagai kategori baru dalam data sensus tahun tersebut. Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas penduduk [[Batavia]] waktu itu.
[[Antropolog]] Universitas Indonesia lainnya, Prof Dr [[Parsudi Suparlan]] menyatakan, kesadaran sebagai orang Betawi pada awal pembentukan kelompok etnis itu juga belum mengakar. Dalam pergaulan sehari-hari, mereka lebih sering menyebut diri berdasarkan lokalitas tempat tinggal mereka, seperti orang [[Kemayoran]], orang [[Senen]], atau orang [[Rawabelong]].▼
Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni [[Hindia Belanda]], baru muncul pada tahun [[1923]], saat
===Setelah kemerdekaan===
Sejak akhir abad yang lalu dan khususnya setelah kemerdekaan (1945), [[Jakarta]] dibanjiri imigran dari seluruh Indonesia, sehingga orang Betawi - dalam arti apapun juga - tinggal sebagai minoritas. Pada tahun [[1961]], ’suku’ Betawi mencakup kurang lebih 22,9 persen dari antara 2,9 juta penduduk Jakarta pada waktu itu. Mereka semakin terdesak ke pinggiran, bahkan ramai-ramai digusur dan tergusur ke luar Jakarta. Walaupun sebetulnya, ’suku’ Betawi tidaklah pernah tergusur datau digusur dari Jakarta, karena proses asimilasi dari berbagai suku yang ada di Indonesia hingga kini terus berlangsung dan melalui proses panjang itu pulalah ’suku’ Betawi hadir di bumi Nusantara.▼
▲Oleh sebab itu, apa yang disebut dengan orang atau Suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Jawa, Arab, Bali, Sumbawa, Ambon, dan Melayu. Antropolog Univeristas Indonesia, Dr Yasmine Zaki Shahab MA menaksir, etnis Betawi baru terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1893.
▲[[Kategori:Jakarta]]
▲Perkiraan ini didasarkan atas studi sejarah demografi penduduk Jakarta yang dirintis sejarawan Australia, Lance Casle. Di zaman kolonial Belanda, pemerintah selalu melakukan sensus, di mana dikategorisasikan berdasarkan bangsa atau golongan etnisnya. Dalam data sensus penduduk Jakarta tahun 1615 dan 1815, terdapat penduduk dari berbagai golongan etnis, tetapi tidak ada catatan mengenai golongan etnis Betawi.
▲[[en:Betawi]]
▲Antropolog Universitas Indonesia lainnya, Prof Dr Parsudi Suparlan menyatakan, kesadaran sebagai orang Betawi pada awal pembentukan kelompok etnis itu juga belum mengakar. Dalam pergaulan sehari-hari, mereka lebih sering menyebut diri berdasarkan lokalitas tempat tinggal mereka, seperti orang Kemayoran, orang Senen, atau orang Rawabelong.
▲Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni Hindia Belanda, baru muncul pada tahun 1923, saat Moh Husni Thamrin, tokoh masyarakat Betawi mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi. Baru pada waktu itu pula segenap orang Betawi sadar mereka merupakan sebuah golongan, yakni golongan orang Betawi.
▲Sejak akhir abad yang lalu dan khususnya setelah kemerdekaan (1945), Jakarta dibanjiri imigran dari seluruh Indonesia, sehingga orang Betawi - dalam arti apapun juga - tinggal sebagai minoritas. Pada tahun 1961, ’suku’ Betawi mencakup kurang lebih 22,9 persen dari antara 2,9 juta penduduk Jakarta pada waktu itu. Mereka semakin terdesak ke pinggiran, bahkan ramai-ramai digusur dan tergusur ke luar Jakarta. Walaupun sebetulnya, ’suku’ Betawi tidaklah pernah tergusur datau digusur dari Jakarta, karena proses asimilasi dari berbagai suku yang ada di Indonesia hingga kini terus berlangsung dan melalui proses panjang itu pulalah ’suku’ Betawi hadir di bumi Nusantara
|