Lie Kim Hok: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Serigala Sumatera (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Serigala Sumatera (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 63:
Pada tahun 1904, Lie keluar dari THHK, tetapi ia tetap aktif melakukan kerja sosial. Meskipun kesehatannya makin buruk,{{sfn|Tio|1958|p=59}} Lie tetap menulis opini untuk harian ''[[Sin Po]]'' dan ''[[Perniagaan (surat kabar)|Perniagaan]]''.{{sfn|Tio|1958|pp=58–59, 82–83}} Ia juga melakukan penerjemahan secara ekstensif. Pada tahun 1905, Lie menerbitkan volume pertama dari novel bertemakan Tionghoa terakhirnya, yakni ''Pembalasan Dendam Hati''. Tiga tahun kemudian, novel tersebut disusul oleh ''Kapitein Flamberge'', yang merupakan hasil terjemahan dari ''Le Capitaine Belle-Humeur'' karya [[Paul Saunière]]. Lie kemudian menerjemahkan sejumlah buku yang menampilkan karakter petualang fiktif [[Rocambole (karakter)|Rocambole]] karya [[Pierre Alexis Ponson du Terrail]], dimulai dengan ''Kawanan Pendjahat'' pada tahun 1910. Dua terjemahan terakhir Lie diterbitkan di surat kabar dan diluncurkan sebagai novel setelah ia meninggal, yakni ''Geneviève de Vadans'', yang merupakan hasil terjemahan dari ''De Juffrouw van Gezelschap'', dan ''Prampoean jang Terdjoewal'', yang merupakan hasil terjemahan dari ''Dolores, de Verkochte Vrouw'' karya Hugo Hartmann. Penerjemahan ''Dolores, de Verkochte Vrouw'' sebenarnya belum selesai saat Lie meninggal, sehingga dilanjutkan oleh [[Lauw Giok Lan]].{{sfn|Tio|1958|pp=84–86}}
 
Pada malam hari tanggal 2 Mei 1912, Lie jatuh sakit, dan dua hari kemudian, dokter mendiagnosamendiagnosis bahwa ia mengidap [[tipus]]. Kondisi kesehatan Lie lalu makin buruk, sehingga akhirnya Lie meninggal pada tanggal 6 Mei 1912. Ia kemudian dimakamkan di [[Petamburan, Tanah Abang|Kota Bambu, Batavia]]. Sekolah-sekolah THHK di seantero Batavia pun sempat mengibarkan bendera mereka secara [[setengah tiang]]. Lie meninggalkan seorang istri, yakni Tan Sioe Nio, dan empat orang anak, yakni Lie Soan Nio (lahir tahun 1892), Lie Hong Nio (lahir tahun 1896), Lie Kok Hian (lahir tahun 1898), dan Lie Kok Hoei (lahir tahun 1901). IstrinyaLalu laluistrinya juga meninggal setahun kemudian.{{sfnm|1a1=Setyautama|1a2=Mihardja|1y=2008|1pp=253–254|2a1=Tio|2y=1958|2pp=58–59, 82–83}}
 
== Warisan ==