Muhammad Saleh Werdisastro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-. Beliau +. Ia)
Baris 18:
Keinginannya untuk menimba ilmu agama secara mendalam selalu menjadi cita-citanya, melalui metode belajar membaca buku berbagai ilmu pengetahuan umum dan agama, juga memperdalam pengetahuan agamanya pada para Kyai Sumenep, bahkan sempat mondok di berbagai pesantren pada saat liburan sekolah, antara lain di Kecamatan Ambunten, Guluk-Guluk dan di Pesantren Kyai Zainal Arifin Terate, Sumenep.
 
Setelah 10 tahun menyumbangkan tenaga, pikiran dan waktunya di PHIS Sumekar Pangrabu, pada 1 September 1941, M. Saleh menyerahkan jabatan kepala sekolah kepada Meneer Badrul Kamar, seorang pendidik yang dianggap cakap dan mumpuni untuk memimpin sekolah PHIS. BeliauIa sendiri hijrah ke Jogyakarta dan tetap menjadi guru di [[Gesubsidiceerde Inheemse Mulo Muhammadiyah]], yang berlangsung sampai datangnya bala tentara Dai Nippon yang menduduki Indonesia.
 
Ketika terjadi pembentukan [[PETA]] (Pembela Tanah Air) suatu bagian dari kesatuan tentara Jepang, para prajurit sampai komandan, semuanya terdiri dari orang Indonesia. Pihak Jepang mengangkat tokoh-tokoh masyarakat dan agama untuk dijadikan Komandan PETA. Muh. Saleh terpilih menjadi komandan, bersama tokoh Muhammadiyah lainnya seperti [[Sudirman]] (kemudian menjadi Panglima Besar TNI setelah Indonesia merdeka), [[Muljadi Djojomartono]] (kelak menjadi Menko Kesra), serta tokoh-tokoh lainnya.