Muara Satu, Lhokseumawe: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rifyal (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Jagawana (bicara | kontrib)
k Suntingan Rifyal (bicara) dikembalikan ke versi terakhir oleh 125.165.56.146
Baris 1:
{{kecamatan
 
|nama=Muara Satu
{{Kotakinfo kecamatan
|dati2=Kota
| nama=Kecamatan Muara Satu'''<br />چا مت موا ر سا توا
|nama dati2=Lhokseumawe
| peta=[[Berkas:Locator_Aceh_final.png]]
|luas=55,90 km&sup2;
| koordinat=5,12°-5,13° LU dan 97,06°-97,2° BT
|penduduk=-
| dasar hukum=UU RI No. 24/1956<br />UU RI No. 44/1999<br />UU RI No. 18/2001
|kelurahan=10 desa dan 1 kelurahan
| tanggal=[[....]] [[2006]] (hari jadi)
|nama camat=M.Rifyalsyah, S.STP
| kode BPS = [[1100]]
|kepadatan=553 jiwa/km&sup2;
| ibukota=[[Batuphat]]
|provinsi=Nanggroe Aceh Darussalam
| camatlink=Camat Muara Satu
| nama gubernur=[[Tarmizi|Tarmizi, SE..]]
| luas=55.90 km²
| penduduk=&nbsp;
* 35.154 (2009)
| kepadatan=80/km²
| Gampong=10
| Kelurahan=1
| zona=[[WIB]]
| web=[http://www.
}}
'''Muara Satu''' adalah sebuah [[kecamatan]] di [[Kota Lhokseumawe]], [[Nanggroe Aceh Darussalam]], [[Indonesia]], dengan ibukota kecamatan Batuphat, terdiri dari 10 desa(gampong) dan 1 kelurahan serta 2 Kemukiman (Paloh Timur dan Paloh Barat).
10 Desa dan 1 Kelurahan yaitu :
1. Gampong Blang Panyang,
2. Gampong Meunasah Dayah (Paloh Dayah),
3. Gampong Cot Trieng,
4. Gampong Meuria Paloh (Paloh Meuria),
5. Gampong Paloh Punti,
6. Gampong Blang Pulo,
7. Gampong Batuphat Timur,
8. Gampong Padang Sakti,
9. Gampong Blang Naleung Mameh,
10. Gampong Ujong Pacu,
11. Kelurahan Batuphat Barat.
{{Muara Satu, Lhokseumawe}}
{{Kota Lhokseumawe}}
 
{{kecamatan-stub}}
'''Kecamatan Muara Satu''' adalah sebuah '''Daerah Pemekaran''' yang terletak di paling barat Kota Lhokseumawe dan merupakan Kecamatan paling muda di [[Kota Lhokseumawe]]. Daerah ini berbatasan dengan [[Selat Malaka]] di sebelah utara, [[Kecamatan Dewantara]] di sebelah barat, [[Kecamatan Muara Dua]] di sebelah timur, dan [[Kecamatan Nisam, Aceh Utara]] di sebelah selatan.
 
Ibukota Kecamatan Muara Satu ialah [[Batuphat]]. Mempunyai pelabuhan adalah Malahayati, [[Lhokseumawe]]. Muara Satu merupakan kawasan yang paling aman dari gempa dan [[tsunami]] 26 Desember 2004.
 
 
== Sejarah ==
 
:''Artikel utama: [[Sejarah Muara Satu]]''
Pada zaman kekuasaan zaman [[Sultan Iskandar Muda|Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam]], Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur. Menurut seorang penjelajah asal [[Perancis]] yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman tersebut, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat [[Minangkabau]]. Kekuasaan Aceh pula meliputi hingga [[Perak, Malaysia|Perak]]. Kesultanan Aceh telah menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di [[dunia Barat]] pada [[abad ke-16]], termasuk [[Inggris]], [[Ottoman]], dan [[Belanda]].
 
Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yang berkepanjangan sejak awal abad ke-16, pertama dengan [[Portugal]], lalu sejak [[abad ke-18]] dengan [[Britania Raya]] (Inggris) dan [[Belanda]]. Pada akhir abad ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya di [[Kedah]] dan [[Pulau Pinang]] di [[Semenanjung Melayu]] kepada Britania Raya.
 
Pada tahun [[1824]], [[Persetujuan Britania-Belanda]] ditandatangani, di mana Britania menyerahkan wilayahnya di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania mengklaim bahwa Aceh adalah koloni mereka, meskipun hal ini tidak benar. Pada tahun [[1871]], Britania membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh, kemungkinan untuk mencegah Perancis dari mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.
 
=== Kesultanan Aceh ===
 
{{utama|Kesultanan Aceh}}
'''Kesultanan Aceh''' merupakan kelanjutan dari [[Kesultanan Samudera Pasai]] yang hancur pada [[abad ke-14]]. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau [[Sumatera]] dengan ibu kota Kutaraja ([[Banda Aceh]]). Dalam sejarahnya yang panjang itu ([[1496]] - [[1903]]), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.
 
=== Sultan Aceh ===
 
{{utama|Sultan Aceh}}
'''Sultan Aceh''' merupakan penguasa / raja dari [[Kesultanan Aceh]], tidak hanya sultan, di Aceh juga terdapat Sultanah / Sultan Wanita. Daftar [[Sultan]] yang pernah berkuasa di Aceh dapat dilihat lebih jauh di artikel utama dari [[Sultan Aceh]].
 
=== Gelar-Gelar yang Digunakan dalam [[Kerajaan Aceh]] ===
 
* [[Teungku]]
* [[Tuanku]]
* [[Pocut]]
* [[Teuku]]
* [[Laksamana]]
* [[Uleebalang]]
* [[Cut]]
* [[Panglima Sagoe]]
* [[Meurah]]
 
=== Segala Hal Tentang [[Kerajaan Aceh]] ===
 
* [[Dalam]]
* Istana [[Darut Donya]]
* [[Cap Sikureung]] (cap sembilan)
* [[Meuligoe]]
* [[Gajah Putih]]
* [[Pasukan Gajah]]
 
=== Perang Aceh ===
 
{{artikel|Perang Aceh}}
[[Perang Aceh]] dimulai sejak Belanda menyatakan [[perang]] terhadap Aceh pada [[26 Maret]] [[1873]] setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun [[1883]], namun lagi-lagi gagal, dan pada [[1892]] dan [[1893]], pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.
 
[[Snouck Hurgronje|Dr. Snouck Hurgronje]], seorang ahli [[Islam]] dari [[Universitas Leiden]] yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada para [[ulama]], bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada tahun [[1898]], [[J.B. van Heutsz]] dinyatakan sebagai gubernur Aceh, dan bersama letnannya, [[Hendricus Colijn]], merebut sebagian besar Aceh.
 
Sultan M. Dawud akhirnya meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun [[1903]] setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhirnya jatuh seluruhnya pada tahun [[1904]]. Saat itu, hampir seluruh Aceh telah direbut Belanda.
 
=== Bangkitnya nasionalisme ===
 
Sementara pada masa kekuasaan Belanda, bangsa Aceh mulai mengadakan kerjasama dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia dan terlibat dalam berbagai gerakan nasionalis dan politik. Aceh kian hari kian terlibat dalam gerakan nasionalis Indonesia. Saat ''Volksraad'' (parlemen) dibentuk, [[Teuku Nyak Arif]] terpilih sebagai wakil pertama dari Aceh. (Nyak Arif lalu dilantik sebagai gubernur Aceh oleh gubernur [[Sumatra]] pertama, [[Moehammad Hasan]]).
 
Saat Jepang mulai mengobarkan perang untuk mengusir kolonialis Eropa dari Asia, tokoh-tokoh pejuang Aceh mengirim utusan ke pemimpin perang Jepang untuk membantu usaha mengusir Belanda dari Aceh. Negosiasi dimulai di tahun 1940. Setelah beberapa rencana pendaratan dibatalkan, akhirnya pada 9 Februari 1942 kekuatan militer Jepang mendarat di wilayah Ujong Batee, Aceh Besar. Kedatangan mereka disambut oleh tokoh-tokoh pejuang Aceh dan masyarakat umum. Masuknya Jepang ke Aceh membuat Belanda terusir secara permanen dari tanah Aceh.
 
Awalnya Jepang bersikap baik dan hormat kepada masyarakat dan tokoh-tokoh Aceh, dan menghormati kepercayaan dan adat istiadat Aceh yang bernafaskan Islam. Rakyat pun tidak segan untuk membantu dan ikut serta dalam program-program pembangunan Jepang. Namun ketika keadaan sudah membaik, pelecehan terhadap masyarakat Aceh khususnya kaum perempuan mulai dilakukan oleh personil tentara Jepang. Rakyat Aceh yang beragama Islam pun mulai diperintahkan untuk membungkuk ke arah matahari terbit di waktu pagi, sebuah perilaku yang sangat bertentangan dengan akidah Islam. Karena itu pecahlah perlawanan rakyat Aceh terhadap Jepang di seluruh daerah Aceh. contoh yang paling terkenal adalah perlawanan yang dipimpin oleh Teungku Abdul Jalil, seorang ulama dari daerah Bayu, dekat [[Lhokseumawe]].
 
=== Masa Republik Indonesia ===
 
Sejak tahun [[1976]], organisasi pembebasan bernama [[Gerakan Aceh Merdeka]] (GAM) telah berusaha untuk memisahkan Aceh dari [[Indonesia]] melalui upaya militer. Pada [[15 Agustus]] [[2005]], GAM dan pemerintah Indonesia akhirnya menandatangani persetujuan damai sehingga mengakhiri konflik antara kedua pihak yang telah berlangsung selama hampir 30 tahun.
 
Pada [[26 Desember]] [[2004]], sebuah [[Gempa Bumi Samudra Hindia 2004|gempa bumi besar]] menyebabkan [[tsunami]] yang melanda sebagian besar pesisir barat Aceh, termasuk [[Banda Aceh]], dan menyebabkan kematian ratusan ribu jiwa.
 
Di samping itu, telah muncul aspirasi dari beberapa wilayah NAD, khususnya di bagian barat, selatan dan pedalaman untuk memisahkan diri dari NAD dan membentuk provinis-provinsi baru.
 
=== Darul Islam / Tentara Islam Indonesia ===
 
=== Gerakan Aceh Merdeka ===
 
{{artikel|Gerakan Aceh Merdeka}}
 
Pasca Gempa dan Tsunami 2004, yaitu pada 2005, Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka sepakat mengakhiri konflik di Aceh. Perjanjian ini ditandatangani di Finlandia, dengan peran besar daripada mantan petinggi Finlandia, Marti Ahtisaari.
 
=== Penerapan Darurat Militer ===
 
== Sosial kemasyarakatan ==
 
[[Berkas:Aceh.jpg|thumb|200px|Peta Aceh]]
 
=== Suku bangsa ===
 
Provinsi NAD terdiri dari 10 suku asli, yaitu [[Suku Aceh]], [[Orang Gayo|Suku Gayo]], [[Suku Alas]], [[Aneuk Jamee|Suku Aneuk Jamee]], [[Melayu Tamiang|Suku Melayu Tamiang]], [[Kluet|Suku Kluet]], [[Suku Devayan]], [[Suku Sigulai]], [[Suku Haloban]] [[ suku pakpak dan boang ]] dan [[Suku Julu]].
 
Suku Aceh tersebar terutama di [[Kota Sabang]], [[Kota Banda Aceh]], [[Aceh Besar]], [[Pidie]], [[Bireuen]], [[Aceh Utara]], [[Kota Lhokseumawe]], [[Kota Langsa]], [[Aceh Timur]], [[Aceh Tamiang]], [[Aceh Jaya]], [[Aceh Barat]], [[Nagan Raya]], [[Aceh Barat Daya]], dan [[Aceh Selatan]].
 
Penduduk Aceh merupakan keturunan berbagai suku, kaum, dan bangsa. Leluhur orang Aceh berasal dari [[Semenanjung Malaysia]], [[Cham]], [[Cochin]] [[China]], [[Kamboja]].
 
Di samping itu banyak pula keturunan bangsa asing di tanah Aceh, bangsa [[Arab]] dan [[India]] dikenal erat hubungannya pasca penyebaran agama [[Islam]] di tanah Aceh. Bangsa Arab yang datang ke Aceh banyak yang berasal dari provinsi [[Hadramaut]] (Negeri [[Yaman]]), dibuktikan dengan marga-marga mereka Al Aydrus, Al Habsyi, Al Attas, Al Kathiri, Badjubier, Sungkar, Bawazier dan lain lain, yang semuanya merupakan marga marga bangsa Arab asal Yaman. Mereka datang sebagai [[ulama]] dan berdagang. Saat ini banyak dari mereka yang sudah kawin campur dengan penduduk asli Aceh, dan menghilangkan nama marganya.
 
Sedangkan bangsa India kebanyakan dari [[Gujarat]] dan [[Tamil]]. Dapat dibuktikan dengan penampilan wajah bangsa Aceh, serta variasi makanan (kari), dan juga warisan kebudayaan [[Hindu Tua]] (nama-nama desa yang diambil dari [[bahasa India]], contoh: [[Indra Puri]]). Keturunan India dapat ditemukan tersebar di seluruh Aceh. Karena letak geografis yang berdekatan maka keturunan India cukup dominan di Aceh.
 
Pedagang pedagang [[Tiongkok]] juga pernah memiliki hubungan yang erat dengan bangsa Aceh, dibuktikan dengan kedatangan [[Laksamana Cheng Ho]], yang pernah singgah dan menghadiahi Aceh dengan sebuah lonceng besar, yang sekarang dikenal dengan nama Lonceng ''Cakra Donya'', tersimpan di [[Banda Aceh]]. Semenjak saat itu hubungan dagang antara Aceh dan Tiongkok cukup mesra, dan pelaut-pelaut Tiongkok pun menjadikan Aceh sebagai pelabuhan transit utama sebelum melanjutkan pelayarannya ke Eropa.
 
Selain itu juga banyak keturunan bangsa [[Persia]] ([[Iran]]/[[Afghan]]) dan [[Turki]], mereka pernah datang atas ''undangan'' [[Kerajaan Aceh]] untuk menjadi ulama, pedagang [[senjata]], pelatih prajurit dan serdadu perang kerajaan Aceh, dan saat ini keturunan keturunan mereka kebanyakan tersebar di wilayah [[Aceh Besar]]. Hingga saat ini bangsa Aceh sangat menyukai nama-nama warisan [[Persia]] dan [[Turki]]. Bahkan sebutan ''Banda'', dalam nama kota ''Banda Aceh'' pun adalah warisan bangsa Persia (''Banda''/''Bandar'' arti: Pelabuhan).
 
Di samping itu ada pula keturunan bangsa [[Portugis]], di wilayah Kuala Daya, [[Lam No]] (pesisir barat Aceh). Mereka adalah keturunan dari pelaut-pelaut Portugis di bawah pimpinan nakhoda Kapten Pinto, yang berlayar hendak menuju [[Malaka]] ([[Malaysia]]), dan sempat singgah dan berdagang di wilayah [[Lam No]], dan sebagian besar di antara mereka tetap tinggal dan menetap di [[Lam No]]. Sejarah mencatat peristiwa ini terjadi antara tahun 1492-1511, pada saat itu Lam No di bawah kekuasaan kerajaan kecil ''Lam No'', pimpinan ''Raja Meureuhom Daya''. Hingga saat ini masih dapat dilihat keturunan mereka yang masih memiliki profil wajah Eropa yang masih kental.
 
Sejarah pun mencatat bahwa tokoh-tokoh besar kelas dunia seperti, [[Marco Polo]], [[Ibnu Battuta]], serta [[Kubilai Khan]], pernah singgah di tanah Aceh.
 
=== Bahasa ===
 
Bahasa yang digunakan adalah [[Bahasa Aceh]], [[Bahasa Indonesia]].
 
Meskipun banyak yang menggunakan bahasa Aceh dalam pergaulan sehari-hari, namun tidak berarti bahwa corak dan ragam bahasa Aceh yang digunakan sama. Tidak saja dari segi [[dialek]] yang mungkin berlaku bagi bahasa di daerah lain; bahasa Aceh bisa berbeda dalam pemakaiannya, bahkan untuk kata-kata yang bermakna sama. Kemungkinan besar hal ini disebabkan banyaknya percampuran [[bahasa]], terutama di daerah pesisir, dengan bahasa daerah lainnya atau juga karena kelestarian bahasa aslinya.
 
Orang Aceh mempunyai bahasa sendiri yakni bahasa Aceh, yang termasuk rumpun [[bahasa Austronesia]]. Bahasa Aceh terdiri dari beberapa dialek, di antaranya dialek Peusangan, Banda, Bueng, Daya, Pase, Pidie, Tunong, Seunagan, Matang, dan Meulaboh, tetapi yang terpenting adalah dialek Banda. Dialek ini dipakai di Banda Aceh. Dalam tata bahasanya, Bahasa Aceh tidak mengenal akhiran untuk membentuk kata yang baru, sedangkan dalam sistem fonetiknya, tanda 'eu' kebanyakan dipakai tanda pepet (bunyi e).
 
Dalam bahasa Aceh, banyak kata yang bersuku satu. Hal ini terjadi karena hilangnya satu vokal pada kata-kata yang bersuku dua, seperti "turun" menjadi "trôn", karena hilangnya suku pertama, seperti "daun" menjadi "ôn". Di samping itu banyak pula kata-kata yang sama dengan bahasa-bahasa [[Indonesia Bagian Timur]].
 
Masyarakat Aceh yang berdiam di [[kota]] umumnya menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantar, baik dalam keluarga maupun dalam kehidupan sosial. Namun demikian, masyarakat Aceh yang berada di kota tersebut mengerti dengan pengucapan bahasa Aceh. Selain itu, ada pula masyarakat yang memadukan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Aceh dalam berkomunikasi. Pada masyarakat Aceh di pedesaan, bahasa Aceh lebih dominan dipergunakan dalam kehidupan sosial mereka. Dalam sistem bahasa tulisan tidak ditemui sistem huruf khas bahasa Aceh asli.
 
Tradisi bahasa tulisan ditulis dalam huruf Arab-Melayu yang disebut bahasa [[Jawi]] atau Jawoe, Bahasa Jawi ditulis dengan huruf Arab ejaan Melayu. Pada masa Kerajaan Aceh banyak kitab ilmu pengetahuan [[agama]], [[pendidikan]], dan kesusasteraan ditulis dalam bahasa Jawi. Pada makam-makam raja Aceh terdapat juga huruf Jawi. Huruf ini dikenal setelah datangnya Islam di Aceh. Banyak orang-orang tua Aceh yang masih bisa membaca huruf Jawi.
 
Bahasa lain yang digunakan di Acah adalah [[Bahasa Gayo]] yang dituturkan di kabupaten [[Aceh Tengah]], [[Bener Meriah]], [[Gayo Lues]] dan Serbajadi, [[Aceh Timur]]. [[Bahasa Simeulue]] dan beberapa bahasa lainnya di kabupaten [[Simeulue]], Melayu [[Tamiang]], [[Alas]], [[Aneuk Jamee]] yang merupakan dialek [[Bahasa Minangkabau]] dan [[Bahasa Kluet]].
 
=== Agama ===
 
Mayoritas penduduk di provinsi NAD memeluk agama [[Islam]]. Selain itu provinsi NAD memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di provinsi ini [[Syariat Islam]] diberlakukan kepada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam.
 
=== Pendidikan ===
 
Dalam hal pendidikan, sebenarnya provinsi ini mendapatkan status Istimewa selain dari D.I. Yogyakarta. Namun perkembangan yang ada tidak menunjukkan kesesuaian antara status yang diberikan dengan kenyataannya. Pendidikan di Aceh dapat dikatakan terpuruk. Salah satu yang menyebabkannya adalah konflik yang berkepanjangan, dengan sekian ribu sekolah dan institusi pendidikan lainnya menjadi korban.
Pada UAN ([[Ujian Akhir Nasional]]) 2005 ada ribuan siswa yang tidak lulus dan terpaksa mengikuti ujian ulang.
 
Aceh juga memiliki sejumlah Perguruan Tinggi Negeri seperti
 
* [[Universitas Syiah Kuala]]
* [[IAIN Ar-Raniry]]
* [[Universitas Malikussaleh]]
* [[Politeknik Negeri Lhokseumawe]]
 
== Pemerintahan ==
{{Main|Pemerintahan Aceh}}
 
Sistem pemerintahan yang berlaku di Nanggroe Aceh Darussalam saat ini ada 2, yaitu [[Sistem Pemerintahan Lokal Aceh]] dan [[Sistem Pemerintahan Indonesia]].
 
=== Sistem Pemerintahan Indonesia ===
[[Berkas:Aceh_dati2l.jpg|thumb|right|Wilayah administratif Dati II di Nanggroe Aceh Darussalam]]
Sejak tahun 1999, Nanggroe Aceh Darussalam telah mengalami beberapa pemekaran wilayah hingga sekarang mencapai 5 pemerintahan kota dan 18 kabupaten sebagai berikut:
{{Daftar Daerah Tingkat II Nanggroe Aceh Darussalam}}
 
=== Daftar gubernur ===
{{:Daftar gubernur Nanggroe Aceh Darussalam}}
 
=== Sistem Pemerintahan Lokal Aceh ===
{{Main|Sistem Pemerintahan Lokal Aceh}}
 
Sistem pemerintahan lokal Aceh terdiri dari ''gampông, mukim, nanggroë, sagoë dan keurajeun''.
 
== Kondisi dan sumber daya alam ==
 
=== Kondisi alam ===
 
=== Keanekaragaman hayati ===
 
=== Sumber daya alam ===
 
* [[Minyak Bumi]]
* [[Gas Alam]]
* [[Emas]]
* [[Hutan]]
* [[Kayu]]
* [[Kopi]]
* [[Ikan]]
* [[Rempah-rempah]]
 
== Perekonomian ==
 
=== Tenaga Kerja ===
 
=== Ekspor & Impor ===
 
=== Pertanian & perkebunan ===
 
=== Perikanan ===
 
==== Pra-[[tsunami]] [[2004]] ====
 
Sebelum bencana tsunami [[26 Desember]] [[2004]], perikanan merupakan salah satu pilar ekonomi lokal di [[Aceh|Nanggroe Aceh Darussalam]], menyumbangkan 6,5 persen dari Pendapatan Daerah Bruto (PDB) senilai 1,59 triliun pada tahun 2004 (Dinas Perikanan dan Kelautan NAD 2005). Potensi produksi perikanan tangkap mencapai 120.209 ton/tahun sementara perikanan budidaya mencapai 15.454 ton/tahun pada tahun 2003 (Dinas Perikanan dan Kelautan NAD 2004). Produksi perikanan tersebut merata, baik di [[Samudra India|Samudera Hindia]] maupun [[Selat Malaka]].
 
Industri perikanan menyediakan lebih dari 100.000 lapangan kerja, 87 persen (87.783) di sub sektor perikanan tangkap dan sisanya (14.461) di sub sektor perikanan budidaya. Sekitar 53.100 orang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian utama. Namun demikian, 60 persen adalah nelayan kecil menggunakan perahu berukuran kecil. Dari sekitar 18.800 unit perahu/kapal ikan di Aceh, hanya 7.700 unit yang mampu melaut ke lepas pantai. Armada perikanan tangkap berskala besar kebanyakan beroperasi di [[Aceh Utara]], [[Aceh Timur]], [[Bireuen]], [[Aceh Barat]] dan [[Aceh Selatan]].
 
Menurut Nurasa et al. (1993), nelayan Aceh sebagian besar menggunakan alat tangkap pancing (''hook and line''). Alat tangkap lain adalah pukat, jaring cincin (purse seine), pukat darat, jaring insang, jaring payang, jaring dasar, jala dan lain-lain.
 
Infrastruktur penunjang industri ini meliputi satu pelabuhan perikanan besar di [[Banda Aceh]], 10 pelabuhan pelelangan ikan (PPI) utama di 7 [[kabupaten]]/[[kota]] dan sejumlah tempat pelelangan ikan ([[TPI]]) kecil di 18 kabupaten/kota. Selain itu terdapat 36.600 hektar tambak, sebagian besar tambak semi intensif yang dimiliki petambak bermodal kecil. Tambak-tambak ini tersebar di [[Aceh Utara]], [[Pidie]], [[Bireuen]] dan [[Aceh Timur]].
 
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia mengelola sebuah pusat pendidikan dan latihan (Pusdiklat) budidaya, sebuah pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang) budidaya, sebuah laboratorium uji mutu perikanan dan sebuah kapal latih. Di tiap [[kabupaten]]/[[kota]], terdapat dinas perikanan dan kelautan. Total aset di sektor perikanan pra-tsunami mencapai sekitar Rp 1,9 triliun.
 
==== Pasca-tsunami [[2004]] ====
 
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas (2005) memperkirakan 9563 unit perahu hancur atau tenggelam, termasuk 3969 (41,5%) perahu tanpa motor, 2369 (24,8%) perahu bermotor dan 3225 (33,7%) kapal motor besar (5-50 [[ton]]). Selain itu, 38 unit [[TPI]] rusak berat dan 14.523 [[hektar]] tambak di 11 [[kabupaten]]/[[kota]] rusak berat. Diperkirakan total kerugian langsung akibat bencana tsunami mencapai Rp 944.492,00 (50% dari nilai total aset), sedangkan total nilai kerugian tak langsung mencapai Rp 3,8 milyar. Sebagian besar kerugian berasal dari kerusakan tambak.
 
Kerusakan tambak budidaya tersebar merata. Bahkan di daerah yang tidak terlalu parah dampak tsunaminya (misalnya di [[Aceh Selatan]]), tambak-tambak yang tergenang tidaklah mudah diperbaiki dan digunakan kembali. Total kerugian mencapai Rp 466 milyar, sekitar 50 persen dari total kerugian sektor perikanan. Kerugian ekonomi paling besar berasal dari hilangnya pendapatan dari sektor perikanan (tangkap dan budidaya). Hilangnya sejumlah besar nelayan, hilang atau rusaknya sarana dan prasarana perikanan termasuk alat tangkap dan perahu serta kerusakan tambak menjadikan angka kerugian sedemikian besarnya.
 
Diperkirakan produksi perikanan di Aceh akan anjlok hingga 60 persen. Proses pemulihan diperkirakan membutuhkan waktu paling sedikit 5 tahun. Di subsektor perikanan tangkap, bahkan diduga perlu waktu lebih lama (sekitar 10 tahun), karena banyaknya nelayan yang hilang atau meninggal selain rusaknya sejumlah besar perahu atau alat tangkap. Berdasarkan asumsi tersebut, total kerugian yang mungkin terjadi hingga sektor ini pulih total dan kembali ke kondisi pra-tsunami diperkirakan mencapai Rp 3,8 triliun.
 
Lihat juga: [[Panglima Laôt]]
 
=== Perbankan ===
 
Nanggroe Aceh Darussalam terdapat dua kantor Bank Indonesia, bank sentral Republik Indonesia, yang dibuka di Banda Aceh (kelas III) dan Lhokseumawe (kelas IV). Tugas Bank Indonesia yang terdiri dari bidang moneter, sistem pembayaran, dan perbankan. Di daerah-daerah tugas Bank Indonesia lebih dominan di bidang sistem pembayaran dan perbankan.
 
Di bidang sistem pembayaran menyelenggarakan sistem kliring dan BI-RTGS dan di bidang perbankan mengawasi dan membina bank-bank agar beroperasi dengan sehat dan menguntungkan. Informasi mengenai perkembangan perbankan dapat dilihat pada sub [[Statistik Perbankan]]. [[www.jazarihamid.com]].
 
=== Industri ===
 
Aceh memiliki sejumlah industri besar di antaranya
* [[PT Arun Ngl]] Kilang Pencairan Gas Alam
* [[PT PIM]] Pabrik Pupuk Iskandar Muda
* [[PT AAF]] Pabrik Pupuk Asean
* [[PT KKA]] Pabrik Kertas
* [[PT SAI-Lafarge Semen Andalas]]
* [[ExxonMobil]] Kilang Gas Alam
 
=== Pertambangan ===
 
Emas di Woyla, Seunagan, Aceh Barat; Pisang Mas di Beutong, Payakolak, Takengon Aceh Tengah
Batubara di Kaway XI, di Semayan di Aceh Barat,
Batugamping di Tanah Greuteu, Aceh Besar; di Tapaktuan
 
=== Pariwisata ===
 
* [[Masjid Raya Baiturrahman]]
* [[Taman Putroe Phang]]
* [[Pinto Khop]]
* [[Kuburan Kerkhoff Peucut]]
* [[Danau Laut Tawar]]
* [[Danau Aneuk Laot]]
* [[Iboih]]
* [[Benteng Indrapatra]]
* [[Situs Kerajaan Pasee]] di Aceh Utara
 
== Seni dan Budaya ==
 
Aceh merupakan kawasan yang sangat kaya dengan seni budaya galibnya wilayah Indonesia lainnya. Aceh mempunyai aneka seni budaya yang khas seperti tari-tarian, dan budaya lainnya seperti:
* [[Didong]] (seni pertunjukan dari masyarakat Gayo)
* [[Meuseukee Eungkot]] (sebuah tradisi di wilayah Aceh Barat)
* [[Peusijuek]] (atau Tepung tawar dalam tradisi [[Melayu]])
 
=== Sastra ===
 
* Bustanussalatin
* Hikayat Prang Sabi
* Hikayat Malem Diwa
* Legenda Amat Rhah manyang
* Legenda Putroe Nen
* Legenda Magasang dan Magaseueng
 
=== Senjata tradisional ===
 
[[Rencong]] adalah [[senjata]] tradisional [[suku Aceh|Aceh]], bentuknya menyerupai huruf L, dan bila dilihat lebih dekat bentuknya merupakan kaligrafi tulisan [[Bismillah]]. Rencong termasuk dalam kategori ''dagger'' atau [[belati]] (bukan [[pisau]] ataupun [[pedang]]).
 
Selain rencong, bangsa Aceh juga memiliki beberapa senjata khas lainnya, seperti ''Sikin Panyang'', ''Klewang'' dan ''Peudeung oon Teubee''.
 
=== Rumah Tradisional ===
 
Rumah tradisonal suku Aceh dinamakan ''Rumoh Aceh''. Rumah adat ini bertipe [[rumah panggung]] dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu ''seuramoë keuë'' (serambi depan), ''seuramoë teungoh'' (serambi tengah) dan ''seuramoë likôt'' (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu ''rumoh dapu'' (rumah dapur).
 
=== Tarian ===
Provinsi NAD yang memiliki setidaknya 10 suku bangsa, memiliki kekayaan tari-tarian yang sangat banyak dan juga sangat mengagumkan. Beberapa tarian yang terkenal di tingkat nasional dan bahkan dunia merupakan tarian yang berasal dari Nanggroe Aceh Darussalam, seperti [[Tari Rateb Meuseukat]] dan [[Tari Saman]].
 
==== Tarian Suku Aceh ====
* [[Tari Laweut]]
* [[Tari Likok Pulo]]
* [[Tari Pho]]
* [[Tari Ranup Lampuan]]
* [[Tari Rapai Geleng]]
* [[Tari Rateb Meuseukat]]
* [[Tari Ratoh Duek]]
* [[Tari Seudati]]
* [[Tari Tarek Pukat]]
 
==== Tarian Suku Gayo ====
* [[Tari Saman]]
* [[Tari Bines]]
* [[Tari Didong]]
* [[Tari Guel]]
* [[Tari Munalu]]
* [[Tari Turun Ku Aih Aunen]]
 
==== Tarian Suku Lainnya ====
* [[Tari Ula-ula Lembing]]
 
=== Sastra ===
 
== Makanan Khas ==
 
Aceh mempunyai aneka jenis makanan yang khas. Antara lain ''timphan'', ''gulai itik'', ''kari kambing'' yang lezat, Gulai ''Pliek U'' dan ''meuseukat'' yang langka. Di samping itu emping melinjo asal kabupaten [[Pidie]] yang terkenal gurih, dodol [[Sabang]] yang dibuat dengan aneka rasa, ketan durian (''boh drien ngon bu leukat''), serta bolu manis asal Peukan Bada, [[Aceh Besar]] juga bisa jadi andalan bagi NAD.
 
== Pahlawan ==
 
Bangsa [[Suku Aceh|Aceh]] merupakan bangsa yang gigih dalam mempertahankan kemerdekaannya. <!-- Perang Aceh adalah perang terbesar ''kedua'' yang dialami bangsa Belanda, setelah Perang Napoleon.
 
-->Kegigihan perang bangsa Aceh, dapat dilihat dan dibuktikan oleh sejumlah pahlawan (baik pria maupun wanita), serta bukti-bukti lainnya (empat jenderal Belanda tewas dalam [[perang Aceh]], serta kuburan [[Kerkhoff]] yang pernah mencatat rekor sebagai kuburan [[Belanda]] terluas di luar Negeri Belanda).
 
=== Pahlawan Perempuan ===
 
* [[Cut Nyak Dhien]]
* [[Cut Nyak Meutia]]
* [[Laksamana Malahayati]]
* [[Pocut Baren]]
* [[Teungku Fakinah]]
 
=== Pahlawan Pria ===
 
* [[Sultan Iskandar Muda]]
* [[Teungku Chik Di Tiro]]
* [[Teuku Umar]]
* [[Panglima Polem]]
* [[Teuku Nyak Arif]]
 
== Tokoh asal Aceh ==
 
:''Lihat pula [[Suku Aceh]] untuk tokoh-tokoh yang bukan berasal dari provinsi Aceh namun berketurunan Aceh.''
* [[Sheikh Hamzah al-Fansuri]]
* [[Sheikh Nuruddin ar-Raniry]]
* [[Sheikh Abdurrauf]] atau lebih terkenal dengan nama [[Syiah Kuala]]
* [[Syamsuddin al-Sumatrani]]
* [[Tun Sri Lanang]]
* [[Teungku Syik Pantee Kulu]]
* [[Ismail al-Asyi]]
* [[Mr Teuku Mohammad Hassan]]
* [[Mohamad Kasim Arifin]]
* [[Teungku Hasan Muhammad di Tiro]]
* [[Teuku Zakaria Teuku Nyak Puteh]] atau [[Puteh Ramlee]] atau [[P. Ramlee]]
* [[Yap Thiam Hien]]
* [[Teungku Ahmad Dewi]]
 
== Referensi ==
<references/>
 
== Lihat pula ==
 
* [[Daftar provinsi Indonesia]]
* [[ASNLF]]
* [[SIRA]]
* [[Partai Aceh]]
* [[Partai Aceh Aman Sejahtera]]
* [[Partai Bersatu Aceh]]
* [[Partai Daulat Aceh]]
* [[Partai Rakyat Aceh]]
* [[Partai Suara Independen Rakyat Aceh]]
 
== Pranala luar ==
 
* {{id}} [http://www.nad.go.id/ Situs resmi Pemerintah Provinsi]
* {{id}} [http://www.serambinews.com/ Harian Serambi Indonesia] - Suratkabar Aceh
* {{id}} [http://www.acehkita.com/ Situs Berita Terkini AcehKita]
* {{id}} [http://www.mediacenteraceh.org/ Media Center Aceh - Aliansi Jurnalis Independen]
* {{id}} [http://www.acehforum.or.id/ Aceh Forum Community - Forum Komunitas Internet Aceh]
* {{id}} [http://acehjurnal.com/ Lintasan Berita Aceh - Acehjurnal]
* {{id}} [http://atjeh.tv/ Atjeh info - Atjehtainment]
* {{id}} [http://aceh.linux.or.id Penggiat Linux Aceh]
* {{id}} [http://www.pu.go.id/publik/proy_strategis/LadiaGalaska/index.htm Proyek Jalan Ladiagalaska]
* {{id}} [http://www.ri.go.id/produk_uu/isi/uu2001/uu18'001.htm/ UURI No.18 Tahun 2001 Otonomi Khusus untuk Aceh]
* {{id}} {{en}} {{no}} [http://aceh-norway.net.tc Masyarakat Pengungsi Aceh di Norwegia]
{{wikisource|Nota Kesepahaman antara Pemerintah RI & GAM}}
* {{id}} {{en}} [http://www.bra-aceh.org/ Situs Badan Reintegrasi-Damai Aceh (BRA)]
* {{id}} {{en}} [http://www.e-aceh-nias.org/ Situs Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR)]
* {{id}} {{en}} [http://kadinaceh.com/web/ Kamar Dagang dan Industri Aceh]
* {{en}} [http://achehcenter.org/ Situs Masyarakat Aceh Amerika]
* {{en}} [http://aceh.net/ Situs Aceh.Net]
* {{id}} [http://www.acehinvestment.com Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Aceh]
 
{{Nanggroe Aceh Darussalam}}
{{Provinsi Indonesia}}
{{coor title dm|5|33|N|95|19|E|region:ID_type:adm1st}}
 
[[Kategori:Aceh| ]]
[[Kategori:Provinsi Indonesia]]
 
[[Kategori:Kecamatan di Nanggröe Aceh Darussalam|{{PAGENAME}}]]
[[ar:آتشيه]]
[[Kategori:Kecamatan di Kota Lhokseumawe|{{PAGENAME}}]]
[[ca:Aceh]]
[[Kategori:{{PAGENAME}}| ]]
[[da:Aceh]]
[[de:Aceh]]
[[en:Aceh]]
[[eo:Aceh]]
[[es:Aceh]]
[[et:Aceh]]
[[eu:Aceh]]
[[fi:Aceh]]
[[fr:Aceh]]
[[gl:Aceh]]
[[hi:आचे]]
[[io:Aceh]]
[[it:Aceh]]
[[ja:アチェ]]
[[jv:Nanggroe Aceh Darussalam]]
[[ko:아체 주]]
[[lt:Ačehas]]
[[ms:Nanggroe Aceh Darussalam]]
[[nl:Atjeh]]
[[nn:Aceh]]
[[no:Aceh]]
[[pam:Aceh]]
[[pl:Aceh]]
[[pt:Achém]]
[[ru:Ачех (провинция)]]
[[sh:Aceh]]
[[su:Nanggroe Acéh Darussalam]]
[[sv:Aceh]]
[[tr:Açe]]
[[tt:Aceh]]
[[uk:Ачех (провінція)]]
[[vi:Nanggroe Aceh Darussalam]]
[[zh:亞齊特別行政區]]