Kota Pekanbaru: Perbedaan antara revisi

[revisi terperiksa][revisi tidak terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Herryz (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Nugrah Gustama (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 53:
== Sejarah ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De Sultan van Siak met rijksgroten in de afdeling Bengalis oostkust van Sumatra TMnr 60012313.jpg|250px|jmpl|kiri|[[Sultan Siak|Sultan Syarif Hasyim]] beserta Dewan Menteri serta Kadi Siak tahun 1888.]]
[[Berkas:Pakanbaroe aan de Siakrivier, KITLV 33155.tiff|kiri|jmpl|Pelabuhan Pekanbaru sekitar tahun 1925.]]
 
Perkembangan kota ini pada awalnya tidak terlepas dari fungsi Sungai Siak sebagai sarana transportasi dalam mendistribusikan hasil bumi dari pedalaman dan dataran tinggi [[Minangkabau]] ke wilayah pesisir [[Selat Malaka]]. Pada abad ke-18, wilayah Senapelan di tepi Sungai Siak, menjadi [[Pakan (pasar)|pasar (''pekan'')]] bagi para [[Saudagar Minangkabau|pedagang Minangkabau]].<ref>Sejarah Daerah Riau, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, [[Departemen Pendidikan dan Kebudayaan]], 1977</ref> Seiring dengan berjalannya waktu, daerah ini berkembang menjadi tempat permukiman yang ramai. [[Sultan Siak]] ke-4 [[Alamuddin dari Siak|Sultan Alamuddin Syah]] memindahkan pusat kekuasaan Siak dari [[Mempura, Siak|Mempura]] ke [[Senapelan, Pekanbaru|Senapelan]] pada tahun 1762.<ref>{{cite book|last=Lutfi, dkk|first=Muchtar|authorlink=|coauthors=|title=Sejarah Riau|year=1999|publisher=Biro Bina Sosial Setwilda Tk. I Riau|location=|id= }}</ref><ref name="sejarah"/> Pada tanggal [[23 Juni]] [[1784]], berdasarkan musyawarah "Dewan Menteri" dari [[Kesultanan Siak]], yang terdiri dari [[Datuk di Minangkabau|datuk]] empat suku (Pesisir, Limapuluh, Tanah Datar, dan Kampar), kawasan ini dinamai dengan Pekanbaru, dan dikemudian hari diperingati sebagai hari jadi kota ini.<ref name="sejarah"/><ref>{{cite book|last=Samin|first=S.M.|authorlink=|coauthors=|title=Dari kebatinan senapelan ke Bandaraya Pekanbaru: menelisik jejak sejarah Kota Pekanbaru, 1784-2005|year=2006|publisher=Pemerintah Kota Pekanbaru bekerjasama dengan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Riau dan Penerbit Alaf Riau|location=|id= }}</ref>
 
Berdasarkan ''Besluit van Het Inlandsch Zelfbestuur van Siak'' No. 1 tanggal 19 Oktober 1919, Pekanbaru menjadi bagian [[distrik]] dari [[Kesultanan Siak]]. Sejak tanggal 1 Mei 1932 berdasarkan [https://resolver.kb.nl/resolve?urn=MMKB07:001339001:00950 Staatsblad Tahun 1932 Nomor 135], Pekanbaru dimasukkan ke dalam wilayah Onderafdeeling Kampar Kiri dan Pekanbaru dijadikan sebagai ibu kota Onderafdeeling Kampar Kiri yang dikepalai oleh ''controleur''. sampaiPada tahuntanggal 19421 danJanuari berstatus1941 ''landschap''berdasarkan sampaiStaatsblad tahunTahun 1940 Nomor 565, Pekanbaru dimasukkan ke dalam wilayah Residentie Riouw (Keresidenan Riau) yang sebelumnya berada di Residentie Oostkust van Sumatra (Keresidenan Sumatra Timur).<ref name="Diah">{{cite book|last=Diah|first=M.|authorlink=|coauthors=Siregar, J.; Dakung, S.,|title=Dampak modernisasi terhadap hubungan kekerabatan daerah Riau|year=1986|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah|location=|id= }}</ref> Pada saat [[masaSejarah pendudukanNusantara Jepang(1942–1945)|pendudukan]]Pendudukan [[Kekaisaran Jepang|Jepang]], Pekanbaru dijadikan sebagai ibu kota [[Rio Shū]] yang dikepalai oleh ''shūchōkan.''
 
Selepas [[kemerdekaan Indonesia]], berdasarkan Ketetapan Gubernur Sumatra di [[Medan]] tanggal 7 Mei 1946 Nomor 103, Pekanbaru dijadikan daerah otonom yang disebut ''haminte'' ([[kotapraja]]).<ref name="sejarah" /> Kemudian pada tanggal 19 Maret 1956, berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1956, Pekanbaru (''Pakanbaru'') menjadi daerah [[otonom]] ''kota kecil'' dalam lingkungan Provinsi [[Sumatra Tengah]].<ref>{{cite web|title=Undang-undang Nomor 8 Tahun 1956 Republik Indonesia |url=http://www.bphn.go.id/data/documents/56uu008.doc |publisher=Badan Pembinaan Hukum Nasional | accessdate = 1 October 2010}}</ref> Selanjutnya sejak tanggal 9 Agustus 1957 berdasarkan [https://anri.sikn.go.id/index.php/uud-no-19-1957 Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957], Pekanbaru dimasukkan ke dalam wilayah [[Riau|Provinsi Riau]] yang baru terbentuk.<ref>{{cite web|title=Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 Republik Indonesia |url=http://www.bphn.go.id/data/documents/57uut019.doc |publisher=Badan Pembinaan Hukum Nasional | accessdate = 1 October 2010}}</ref>
Baris 102:
Masyarakat Tionghoa Pekanbaru pada umumnya merupakan pengusaha, pedagang dan pelaku ekonomi. Selain berasal dari Pekanbaru sendiri, masyarakat Tionghoa yang bermukim di Pekanbaru banyak yang berasal dari wilayah pesisir Provinsi Riau, seperti dari [[Selatpanjang (kota)|Selatpanjang]], [[Bengkalis, Bengkalis|Bengkalis]] dan [[Bagan Siapi-api]]. Selain itu, masyarakat Tionghoa dari Medan dan Padang juga banyak ditemui di Pekanbaru, terutama setelah era milenium dikarenakan perekonomian Pekanbaru yang bertumbuh sangat pesat hingga sekarang.
 
Masyarakat Jawa awalnya banyak didatangkan sebagai [[petani]] pada masa pendudukan tentara [[Jepang]], sebagian mereka juga sekaligus sebagai pekerja ''romusha[[Romusa|rōmusha]]'' dalam proyek pembangunan rel[[Jalur kereta api Muarakalaban–Muaro–Pekanbaru|Jalur kereta api Pekanbaru-Muaro]]. Sampai tahun 1950 kelompok etnik ini telah menjadi pemilik lahan yang signifikan di Kota Pekanbaru. Namun perkembangan kota yang mengubah fungsi lahan menjadi kawasan perkantoran dan bisnis, mendorong kelompok masyarakat ini mencari lahan pengganti di luar kota, namun banyak juga yang beralih okupansi.
 
Berkembangnya [[industri]] terutama yang berkaitan dengan [[minyak bumi]], membuka banyak peluang pekerjaan, hal ini juga menjadi pendorong berdatangannya masyarakat Batak. Pasca [[PRRI]] eksistensi kelompok ini makin menguat setelah beberapa tokoh masyarakatnya memiliki jabatan penting di pemerintahan, terutama pada masa [[Kaharuddin Nasution]] menjadi "Penguasa Perang Riau Daratan".