Pemberontakan PKI 1948: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Irfanmio21 (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Irfanmio21 (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Baris 5:
=== Jatuhnya Kabinet Amir Sjarifoeddin dan Pembentukan Kabinet Hatta ===
[[Berkas:Collectie NMvWereldculturen, TM-60042226, Foto- Delegaties van het Koninkrijk, de Republiek en de Comissie van de Goede Diensten, maandag 8 Dec. 1947.jpg|jmpl|ka|250px|[[Perjanjian Renville]], salah satu penyebab jatuhnya [[Kabinet Amir Sjarifuddin II|Kabinet Amir Sjarifoeddin]] yang merupakan cikal bakal Peristiwa Madiun 1948]]
Pendapat mengenai pemicu konflik berbeda-beda. Menurut Kreutzer, jatuhnya [[Kabinet Amir Sjarifuddin II|kabinet Amir Sjarifoeddin]] pada Januari 1948 merupakan cikal bakal Peristiwa Madiun.<ref>{{harvp|Kreutzer|1981|p=1}}</ref> Sebelumnya, pada pertengahan tahun 1947, [[Partai Sosialis Indonesia|Partai Sosialis]] terpecah menjadi dua faksi; satu faksi dipimpin oleh [[Amir Sjarifoeddin]] dan faksi yang lebih kecil dipimpin oleh [[Sutan Syahrir|Sutan Sjahrir]]. Oposisi kelompok Sjarir semakin besar karena Sjarifoeddin sangat menekankan keselarasan mereka dengan [[Republik Sosialis Federasi Soviet Rusia|Rusia]] dan kesejahteraan kelas.<ref name="Kahin_258">{{harvp|Kahin|1970|p=258}}</ref> Sjahrir percaya bahwa doktrin [[Marxisme|Marxis]] tentang kesejahteraan kelas tidak dapat diterapkan di masyarakat Indonesia karena tidak ada [[Borjuis|borjuasi]] Indonesia seperti itu, dan bahwa Indonesia harus mempertahankan netralitas positif, sehingga Indonesia dapat berkontribusi pada perdamaian dunia. Mereka benar-benar berpisah segera setelah pembentukan [[Kabinet Hatta I|kabinet presidensial Hatta]].<ref name="Kahin_258"/>
 
Masa jabatan perdana menteri Sjarifoeddin berakhir pada 28 Januari 1948. Sebelumnya, [[Sutan Syahrir|Sjahrir]], [[Johannes Leimena|Dr. Leimena]], dan beberapa aktivis politik mendekati Hatta dan memintanya menjadi perdana menteri berikutnya. Hatta setuju dengan syarat mendapat dukungan [[Partai Nasional Indonesia|PNI]] dan [[Partai Masyumi|Masyumi]]. Didorong oleh kebutuhan untuk membentuk kabinet dengan dukungan nasional (baik sayap kanan maupun sayap kiri), Hatta menawarkan kepada fraksi Sjarifoeddin beberapa posisi di kabinet.<ref>{{harvp|Soe|1997|pp=162–163}}</ref> Mereka menolak tawaran Hatta dan menuntut posisi kunci, termasuk posisi Sjarifoeddin sebagai [[Menteri Pertahanan Indonesia|Menteri Pertahanan]] (Dalam kabinet sebelumnya, Sjarifoeddin adalah Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan) sebagai imbalan atas dukungan mereka terhadap pemerintahan Hatta.<ref>{{harvp|Kahin|1970|pp=231–232}}</ref> Perundingan gagal, dan pada 31 Januari 1948, Hatta akhirnya membentuk kabinet tanpa golongan [[Politik sayap kiri|sayap kiri]].<ref>{{harvp|Sugiyama|2011|p=32}}</ref> Dua orang anggota Partai Sosialis dimasukkan ke dalam kabinet atas permintaan kuat Sjahrir. Sjahrir dan kedua anggota kabinet itu dikeluarkan dari Partai Sosialis dan membentuk partai mereka sendiri yang disebut Partai Sosialis Indonesia (PSI). Partai baru ini segera memberikan dukungannya kepada pemerintahan Hatta. Program pemerintahan Hatta didasarkan pada dua prioritas; pelaksanaan [[Perjanjian Renville]], dan rasionalisasi tentara Indonesia.<ref>{{harvp|Kreutzer|1981|p=3}}</ref>
Baris 44:
Selama periode ini, terjadi bentrokan kecil yang melibatkan kelompok militer pro-Hatta di satu sisi dan kelompok bersenjata pro-FDR di sisi lain.<ref name="Kreutzer_27"/> Setelah pembunuhan Kolonel Sutarto, perkembangan politik di Solo semakin intens. Munculnya Divisi Siliwangi yang loyal kepada pemerintah dan anti-kiri,<ref name="Poeze_515">{{harvp|Poeze|2009|p=515}}</ref> juga menjadi salah satu penyebab ketidakstabilan politik di Solo yang menjadi basis Divisi Senopati. Kekuatan FDR mulai berkurang setelah beberapa kasus pembunuhan dan penculikan perwira kiri.<ref>{{harvp|Kreutzer|1981|pp=27–30}}</ref> Kreutzer memberikan contoh kasus penculikan dan pembunuhan pada minggu-minggu sebelum Peristiwa Madiun. Pada 1 September, dua anggota PKI Solo diculik dan kemudian diinterogasi tentang kegiatan dan organisasi PKI di Solo. Namun pada hari yang sama, anggota Pesindo menculik beberapa pemimpin pro-pemerintah. Mereka dituduh menculik anggota PKI.<ref name="Soe_230">{{harvp|Soe|1997|p=230}}</ref> Enam hari kemudian, pada tanggal 7 September, hampir semua perwira dan sejumlah prajurit berpangkat rendah Tentara Laut Republik Indonesia (TLRI, Angkatan Laut Republik) pimpinan Komandan Yadau diculik dan dibawa ke markas Divisi Siliwangi, sebuah unit militer pro-pemerintah. Pada tanggal 9 September, Suadi, penerus Sutarto sebagai Panglima Divisi Senopati, memperoleh persetujuan resmi Panglima TNI [[Soedirman]] untuk menyelidiki pembunuhan dan penculikan orang di Jogjakarta dan Solo. Namun tak lama setelah penyelidikan dimulai, sejumlah petugas yang diberi perintah untuk menginterogasi para tersangka juga diculik. Pada 13 September di [[Kabupaten Blitar|Blitar]], Malang Selatan, satuan pemerintah menangkap sejumlah anggota Pesindo. Pada 16 September, markas Pesindo diserang. Solo, kota kedua Republik setelah Jogjakarta, menjadi tempat konflik yang kompleks antara pemerintah dan kelompok kiri selama dua minggu pertama bulan September.<ref name="Soe_230"/><ref name="Poeze_515"/>
 
Solo sekarang didominasi oleh sayap kanan pro-pemerintah. Hal ini menjadikan Madiun sebagai FDR benteng penting terakhir setelah Jogjakarta dan Solo dikuasai oleh Republik Indonesia, dan Surabaya berada di bawah kendali Belanda. Sayangnya, kelompok antikomunis dan pemerintah pro-Hatta sudah menyusup ke Madiun sejak awal September.<ref name="Kreutzer_31">{{harvp|Kreutzer|1981|p=31}}</ref>
 
== Pemberontakan ==