Aloei Saboe: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 3:
Dalam catatan sejarah, Gorontalo akhirnya berhasil mengusir penjajah dan memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 23 Januari 1942 (tiga tahun lebih awal sebelum [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]] tanggal 17 Agustus 1945). Peristiwa bersejarah ini pun dikenal dengan sebutan [[Hari Patriotik 23 Januari 1942]] atau Hari Proklamasi Gorontalo yang diperingati setiap tahunnya oleh seluruh masyarakat Gorontalo.
 
Tidak hanya itu, dr. H. A. Saboe juga sangat lantang menyuarakan kehendak masyarakat di Kawasan Timur Indonesia yang menentang dibentuknya [[Negara Indonesia Timur]] oleh Penjajah Kolonial Belanda pada 24 Desember 1946. Selaku Juru Bicara pada mosi pembubaran NIT, dr. Saboe dengan tegas menyatakan kesetiaannya kepada [[Indonesia|Negara Kesatuan Republik Indonesia]], yang saat itu juga turut mewakili aspirasi kelompok masyarakat Indonesia Timur dan Gorontalo pada khususnya.
 
Aloei Saboe juga terlibat dalam dalam membantu operasi mempertahankan kemerdekaan dan penumpasan [[Permesta]] di Gorontalo pada tahun 1958. Atas dedikasi dan kontribusi besarnya bagi bangsa dan negara, dr. Aloei Saboe pun akhirnya dikenal luas oleh masyarakat dengan julukan "Dokter Pejuang".
Baris 14:
Aloei Saboe berasal dari sebuah keluarga besar yang memiliki [[Marga Gorontalo|marga Saboe (Sabu)]]. Marga Saboe (Sabu) berasal dari daerah Gorontalo, sebuah wilayah di [[Semenanjung Utara, Sulawesi|Semenanjung Utara]], Pulau [[Sulawesi]] yang kini menjadi [[Gorontalo|Provinsi Gorontalo]].
 
Saboe menyelesaikan pendidikan dokternya di [[Nederlandsch Indische Artsen School|Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) Surabaya]] yang kini berubah menjadi Fakultas Kedokteran [[Universitas Airlangga]], [[Jawa Timur]]. Setelah lulus dari pendidikan dokternya, H. A. Saboe ditempatkan di [[Kota Semarang|Semarang]] hingga akhirnya bertugas di Gorontalo pada tahun 1942.
 
Profesor Aloei Saboe telah berkontribusi selama lebih dari 30 tahun dalam pemberantasan [[Penyakit Hansen|penyakit kusta]] dan ikut serta mendirikan RS khusus kusta di desa Toto di Kabila, Gorontalo. PuncakDalam karierperjalanan dr. Aloei Saboekarirnya di dunia kesehatan, adalahdr. H. A. Saboe sempat pula menjadi wakil kepalaKepala Pengawas di pengawaslingkungan Dinas Kesehatan Provinsi [[Jawa Barat]].
 
Semasa hidupnya, Profesor Saboe bersama dengan Prof. [[J.A. Katili|J. A. Katili]], Prof. [[B. J. Habibie]], Prof. [[Jusuf Sjarif Badudu|J. S. Badudu]], Prof. Idrak Jassin, Dr. (H.C.) [[Hans Bague Jassin|H. B. Jassin]], [[Thayeb Mohammad Gobel]], Ir. [[Ary Mochtar Pedju|Arry Mochtar Pedju]], Ir. [[Ciputra]], serta para tokoh sesepuh masyarakat Gorontalo rantau lainnya, diantaranya H. A. Biki, Drs. Karim Kono, Brigjen TNI (Purn) Piola Isa kemudian bersepakat mendirikan "Yayasan 23 Januari 1942" yang fokus utamanya memberikan sumbangsih aktif bagi pembangunan nasional maupun daerah yang disertai dengan upaya peningkatan kualitas [[sumber daya manusia]] di tanah leluhur Gorontalo maupun yang berada di tanah rantau. Salah satu program pendidikan yang paling tersohor dari Yayasan ini adalah "Program 100 Habibie" yang ditujukan bagi generasi berprestasi di Bumi Serambi Madinah, Gorontalo.
 
== Perjuangan Pergerakan Nasional ==
Baris 26:
Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah dirintis oleh Aloei Saboe sejak dirinya berkuliah di Fakultas Kedokteran, [[Nederlandsch Indische Artsen School]] (NIAS) Surabaya. Saboe ikut dalam berbagai diskusi perjuangan kemerdekaan, salah satunya yang digagas oleh [[Soetomo|dr. Soetomo]] (Pendiri [[Budi Utomo]]). Ia juga aktif sebagai anggota [[Jong Islamieten Bond]] pada tahun 1926. Selain itu ia juga ikut berkontribusi memperjuangkan kemerdekaan saat menjadi anggota Indonesia Moeda pada tahun 1930. Selain organisasi kepemudaan, dr. Saboe juga ikut menjadi anggota [[Partai Nasional Indonesia]] (PNI) pada tahun 1935. Kiprah politik dr. Saboe di PNI terus bersinar, terutama ketika terpilih sebagai Ketua Umum PNI Cabang Gorontalo pada kongres yang pertama. Ia kemudian menjadi Ketua PNI Sulawesi Utara dan menjadi anggota Dewan Partai PNI.
 
Pada tanggal 23 Januari 1942, Aloei Saboe ikut dalam gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia di Gorontalo. Momen bersejarah ini menjadi puncak perjuangan Aloei Saboe bersama dengan Nani Wartabone, dan Koesno Danupoyo untuk mengambil alih pemerintahan Hindia Belanda dan kemudian memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Gorontalo. Bersama rakyat Gorontalo, para tokoh ini kemudian melumpuhkan dan menangkap semua pejabat Belanda. Mereka kemudian menyanyikan lagu Indonesia Raya dan mengibarkan bendera Merah Putih untuk pertama kalinya, serta membentuk pemerintahan daerah di Gorontalo yang saat itu diproklamasikan sebagai bagian dari pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).<ref>Hercahyani, D. (2008). Sejarah pembentukan Gorontalo dari Kabupaten menjadi propinsi 1953-2000= the history of installation of Gorontalo regency into a province 1953-2000.</ref> Peristiwa 23 Januari 1942 kemudian dikenal sebagai hari patriotik kemerdekaan Indonesia di Gorontalo, 3 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan dikumandangkan oleh [[Soekarno]] dan [[Mohammad Hatta]] di Jakarta.<ref>Marunduh, S. U. (1988). ''Peristiwa Merah Putih 23 Januari 1942 di Daerah Gorontalo''. Fakultas Sastra, Universitas Sam Ratulangi.</ref>
 
=== Pengasingan ===
Baris 32:
 
=== Perjuangan Setelah Kemerdekaan ===
Pada tahun 1945, Aloei Saboe kemudian memimpin gerakan perlawan melalui Laskar Gorontalo yang dipimpinnya ketika tentara sekutu dan NICA di bawah pimpinan Mayor Wilson tiba di Gorontalo. Adapun selama tahun 1946 hingga tahun 1947, Aloei Saboe ikut berperan dalam mengirimkan pasokan obat-obatan dan alat kesehatan kepada para pejuang kemerdekaan di [[Banyuwangi, Banyuwangi|Banyuwangi]], [[Jawa Timur]]. Obat dan alat kesehatan tersebut berhasil direbutnya dari gudang logistik Amerika dan Australia.
 
Ketika [[Negara Indonesia Timur]] (NIT) terbentuk pada tahun 1950, Aloei Saboe terpilih menjadi Juru Bicara dalam mosi pembubaran NIT karena dinilai tidak sesuai dengan semangat konstitusi dan harus kembali ke konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Perjuangan dr. Aloei Saboe pun berhasil ketika NIT berhasil dibubarkan pada 5 April 1950. Pada tahun 1955, perjuangan politik dr. Aloei Saboe pun berlanjut sebagai anggota Badan Konstituante Republik Indonesia mewakili masyarakat Sulawesi Utara dan Tengah.
 
Pada tahun 1958, terjadi peristiwa pemberontakan [[Permesta]] (Perjuangan Rakyat Semesta) di [[Semenanjung Utara, Sulawesi|Semenanjung Utara Sulawesi]]. Dalam peristiwa ini, dr. Aloei Saboe ikut terlibat dalam membantu operasi penumpasan Permesta di Gorontalo. Aloei Saboe berhasil menyembunyikan bahan bakar, bahan makanan, serta peralatan medis dan obat-obatan selama berbulan-bulan di sebuah Rumah Sakit Lepra di wilayah [[Kabila, Bone Bolango|Kabila]]<ref>Saboe, H. A. ''Penderitaanku Untuk Sangsaka Merah Putih''</ref> (Rumah Sakit inilah yang kini dikenal dengan nama Rumah Sakit Umum Daerah Toto Kabila). [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] yang dalam kondisi tidak menguntungkan pada akhirnya mampu memenangkan pertempuran. Strategi perang yang dicetuskan dr. Aloei Saboe terbukti berhasi membantu pasukan TNI yang saat itu dipimpin oleh [[Mayor]] Agus Pramono hingga akhirnya mampu menumpas habis perlawanan Permesta di Gorontalo. Kemenangan di wilayah Gorontalo menjadi sangat penting untuk mempersempit ruang gerak Permesta di wilayah utara pulau [[Sulawesi]].
 
=== Pengabdian di Bidang Kesehatan ===
Sebagai seorang dokter, Profesor Aloei Saboe senantiasa mengabdikan dirinya untuk melayani dan mengobati pasien dimanapun dan kapanpun ia bertugas. Ketika bertugas di Gorontalo, dr. Saboe bersama dengan dr. [[Mansyoer Mohammad Dunda]] (dr. M.M. Dunda) saling bekerja sama untuk melayani masyarakat dari ujung utara hingga ke bagian selatan Gorontalo.<ref>https://www.kompasiana.com/ismanjusuf/550e594f813311c12cbc63fa/jejak-langkah-perjuangan-prof-dr-hi-aloei-saboe</ref> Aloei Saboe juga menaruh perhatian khusus dalam pemberantasan penyakit [[Penyakit Hansen|lepra atau kusta]]. Lebih dari 30 tahun bertugas sebagai dokter, Aloei Saboe turut memperdalam tentang penyakit [[Penyakit Hansen|lepra]] di sejumlah daerah diantaranya di [[Kota Semarang|Semarang]], [[Kabupaten Blora|Blora]] (di [[Randublatung, Blora|Randublatung]], [[Plantungan, Blora, Blora|Plantungan]], dan [[Cepu, Blora|Cepu]]), [[Kabupaten Gresik|Gresik]], [[Kabupaten Bangkalan|Bangkalan]], [[Ambon, Maluku|Ambon]] dan juga Gorontalo. Pengabdian untuk tanah kelahirannya diwujudkan dengan mendirikan Rumah Sakit Khusus Kusta berkapasitas 300 orang di wilayah [[Kabila, Bone Bolango|Kabila]] yang kini menjadi bagian dari wilayah [[Kabupaten Bone Bolango]], serta Rumah Sakit di [[Tilamuta, Boalemo|Tilamuta]], yang wilayahnya kini menjadi ibukota [[Kabupaten Boalemo]].
 
=== Pengabdian di Bidang Pendidikan ===
Baris 82:
* Penderitaanku Untuk Sangsaka Merah Putih
* Hikmah Kesehatan Dalam [[Salat lima waktu|Shalat]]
*Hikmah Kesehatan Dalam [[Puasa]]
*Aku di Dunia dan Akhirat