Danukromo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Almarko (bicara | kontrib)
Pranala
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Almarko (bicara | kontrib)
Konten dan pranala
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 10:
|death_date =30 September [[1825]]
|nationality ={{flagicon|Hindia Belanda}}
|office = [[Bupati]] [[Karesidenan Kedu|Kedu]] di [[Magelang]]
|term_start =30 November 1813
|term_end =30 September 1825
Baris 16:
|predecessor =Tidak ada, jabatan baru
|successor =[[Danuningrat II]]
|parents =Ki Mas Sayyid Alwi bin Ahmad bin Muhammad Said bin Abdul Wahab bin [[Sayyid Sulaiman]] Mojoagung /Pangeran Kanigoro bin Abdurrohman Tajuddin bin Muhammad bin Umar bin 'Abdullah bin Umar bin Muhammad Asy-Syaibah bin Ahmad [[Basyeiban]] bin Abu Bakar [[Basyeiban]] bin Muhammad Assadillah bin Hasan At-Turobi bin Ali bin [[Muhammad al-Faqih Muqaddam]] bin Ali bin [[Muhammad Shohib Mirbath]] bin [[Ali KholiKhali' QosamQasam]] bin Alwi bin Muhammad bin [[Alawi bin Ubaidillah|Alwi]] bin [[Ubaidillah bin Ahmad|Ubaidillah]] bin [[Ahmad al-Muhajir]] bin [[Isa ar-Rumi]] bin [[Muhammad an-Naqib]] bin [[Ali bin Ja'far|Ali al-Uraidhi]] bin [[Ja'far ash-Shadiq]] bin [[Muhammad al-Baqir]] bin [[Ali bin Husain|Ali Zainal Abidin as-Sajad]] bin Sayyid [[Husain bin Ali|Husain]] bin [[Fatimah az-Zahra]] binti [[Muhammad]] Saw
|children =[[Sayyid]] Raden Hamdani/[[Danuningrat II]]
|relations = Ayahnya, Ki Mas Sayyid Ahmad, adalah menantu Danureja I Patih Yogyakarta
|spouse = GKR. Anom (putri [[Hamengkubuwono II]])
|religion =[[Islam]]
}}
 
'''[[Raden]] [[Adipati]] Arya Danoeningrat I''' (nama awal: [[Sayyid]] 'Alawi kemudian [[Raden Ngabehi]] Danukromo) adalah Bupati pertama [[Kabupaten Magelang]] setelah kawasan Kedu dipisahkan dari [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Kesultanan Yogyakarta]] pada masa [[Hamengkubuwana III]].
 
Bermula dari kegagalan [[Jan Willem Janssens]] dan pasukan gabungan Belanda-Perancisnya mempertahankan Jawa dari serangan [[Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia|Inggris]], maka pada 1811 jatuhlah pulau Jawa kedalam kekuasaan cengkraman [[Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia|Inggris]]. Pembaguan Jalan Raya Pos dan pabrik – pabrik senjata di Jawa ternyata tidak mampu membendung ekspedisi laut terbesar sepanjang sejarah, setidaknya sampai pecah [[perang dunia kedua]]. Melalui penandatanganan Rekapitulasi Tuntang, maka berakhir sudah pemerintahan Belanda-Perancis di bawah pimpinan adik [[Napoleon Bonaparte]] ([[Louis Bonaparte]])atas Jawa. Sejak saat itulah, Sir [[Thomas Stamford Raffles]] bertugas sebagai [[Gubernur Jendral]] atas Hinda Belanda.
 
[[Berkas:Jonkheer Jan Willem Janssens (1762-1838). Gouverneur van de Kaapkolonie en gouverneur-generaal van Nederlands Oost Indië Rijksmuseum SK-A-2219.jpeg|200px|kiri|jmpl|Potret [[Jan Willem Janssens|Jan Willem Jannsens]], Gubernur Jenderal terakhir Belanda sebelum Raffles]]
 
Setahun setelah [[Inggris]] berkuasa atas Tanah Jawa, [[Kesultanan Yogyakarta]] dibantu [[Kasunanan Surakarta]] melakukan pemberontakan kepada pemerintah [[Inggris]]. Pemberontakan ini di jawab [[Thomas Stamford Raffles|Raffles]] dengan sebuah penyerbuan besar – besaran yang dikenal dengan “[[Geger Sepehi|Geger Sepoy]]”. Peperangan ini mengakibatkan luluh lantaknya [[Kraton Yogyakarta]] dan dijarahnya harta benda Keraton. Tidak hanya itu, kekalahan [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Kesultanan Yogyakarta]] juga berakibat pada diserahkannya beberapa wilayah [[Kesultanan Yogyakarta]] ke tangan Inggris. Pada 1 Agusuts [[1812]], Dataran Kedu yang mana [[Magelang]] termasuk di dalamnya berpindah tangan kepada pemerintahan [[Thomas Stamford Raffles|Raffles]]. Penyerahan Dataran Kedu ini menjadi awal mula perubahan pola struktur pemerintahan Tanah Jawa, khususnya Magelang yang dulunya bercorak feodalistik menjadi tataran pemerintahan kolonial.
 
== [[Basyeiban|Basyaiban]] ==
Baris 36 ⟶ 35:
Abdurrahman sang moyang setelah menginjakkan kaki di [[Cirebon]] memperistri Syarifah Khadijah putri Kesultanan Cirebon yang masih keturunan Sunan Gunung Jati [[Syarif Hidayatullah]], keturunan Nabi [[Muhammad]] dari trah [[Azmatkhan]]. Dari pasangan ini lahirlah tiga putra yaitu [[Sayyid Sulaiman|Sulaiman]], Abdurrahim dan Abdul Karim. Seperti keluarga Arab pada masanya, mereka aktif menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa dan membuat khawatir VOC. Salah satu putra mereka yaitu [[Sayyid Sulaiman|Sulaiman]] kemudian tinggal di Krapyak [[Pekalongan]] dan mempunyai 4 putra yaitu Hasan, Abdul Wahhab, Muhammad Baqir dan Ali Akbar. Sulaiman kemudian berdakwah lagi menuju [[Surakarta|Solo]]. Di Solo ia lebih dikenal sebagai seorang yang sakti mandraguna. Kesaktiannya membuat takjub Raja Mataram dan menginginkannya bergabung dengan pihak kerajaan. Sulaiman enggan dan melanjutkan perjalanan ke [[Surabaya]] untuk berguru di Pesantren [[Sunan Ampel]]. Utusan Raja Mataram berhasil mengetahui keberadaannya dan memintanya datang ke [[Surakarta|Solo]]. Singkat cerita, ia kemudian berangkat ke Solo namun berdoa bahwa apabila perjalanan itu membawa keburukan lebih baik ia mati saja. Ternyata ia kemudian sakit di perjalanan dan meninggal di Mojoagung. Ia dikenal sebagai [[Sayyid Sulaiman]] Mojoagung atau Pangeran Kanigoro atau Mbah Sulaiman.
 
Anaknya yaitu Abdul Wahab kemudian mempunyai anak Muhammad Said. Muhammad Said mempunyai anak bernama Ki Mas Ahmad, seorang guru ngaji di keraton Yogyakarta. Ki Mas Ahmad ini mempersunting anak patih keraton Yogyakarta (1755-1799) yang pernah menjadi Bupati Banyumas tahun [[1749]]-[[1755]], yaitu [[Patih Danurejo I|Danurejo I]]. Ki Mas Ahmad di kemudian hari mengundurkan diri dan menetap di [[Krapyak]]. Dari pernikahannya lahirlah 3 anak yaitu Hasyim, Abdullah, dan Alwi. Hasyim bergelar Wongsorejo ([[Tumenggung|Raden Tumenggung]] Wongsorejo I). Abdullah adalah panglima pasukan berkuda bergelar [[Tumenggung]] Alap-alap di [[Madiun]] yang menikahi putri [[Hamengkubuwono II]] GKR Kartodipuro. Sedangkan Alwi bergelar Danoekromo sang bupati [[Magelang]].
 
== Awal Peran ==
Membicarakan Eyang Seda Perang (demikian ia dipanggil oleh keturunannya) tidak akan pernah lepas dari sejarah orang Arab di Nusantara, sejarah pendudukan Inggris, dan secuil cerita perang [[Diponegoro]]. Bupati Magelang pertama ini memang masih keturunan Arab, muncul saat pendudukan Inggris,[[Kerajaan danBersatu tewasBritania saatRaya perangdan Diponegoro. Meski sudah tidak murni berdarah ArabIrlandia|Inggris]], kasus nikah campur keluarga Danuningrat dan [[Radenwafat Saleh]] menurutsaat [[Snouckperang HurgronjeDiponegoro]] tidak akan terjadi lagi. Untuk lebih lengkapnya marilah kita ulas satu demi satu.
 
Melihat posisi [[Magelang]] yang sangat strategis ditengah-tengah [[Jawa|pulau Jawa]], maka [[Thomas Stamford Raffles|Raffles]] menjadikan [[Kota Magelang|Magelang]] sebagai pusat pemerintahan [[Karesidenan Kedu]]. Ia menunjuk seorang resident bernama [[John Crawfurd]] untuk membenahi administrasi pemerintahan local di Karesidenan ini. Dalam tugas interennya, Crawfurd membutuhkan seorang pribumi untuk membantunya berurusan dengan pemerintahan lokal lain dan kepada rakyat setempat. Maka diambilah seorang mantan asisten [[Danurejo III|Patih Danurejo III]] dari [[Yogyakarta]] bernama Danoekromo sebagai Bupati Pertama Magelang. Pada tanggal  [[30 November]] [[1813]] resmi sudah Danoekromo yang bernama asli Alwi Bin Ahmad bin Said [[Basyeiban]] yang sebelumnya menyandang gelar [[Raden Mas]] [[Raden Ngabehi|Ngabehi]] Danoekromo.
 
== Silsilah ==
Baris 66 ⟶ 65:
# [[Ali Khali' Qasam]]
# Alwi
# [[Muhammad Shahib Mirbath|Muhammad]]
# [[Alawi bin Ubaidillah|Alwi]]
# Alwi
# [[Ubaidillah bin Ahmad|Ubaidillah]]
# [[Ahmad al-Muhajir]]
Baris 81 ⟶ 80:
 
==Karier di Yogyakarta==
Danukromo muda sebagai cucu [[Danurejo I|Patih Danurejo I]] berhasil mendapatkan jabatan di Kantor Kepatihan Yogyakarta. Di situ ia bekerja selama 4 tahun sebagai Asisten Pertama [[Danurejo II|Patih Danurejo II]] ([[1799]]-[[1811]]). Pada tahun [[1810]], ia menjadi Demang Bojong di [[Keresidenan Kedu|Kedu]] dengan tanah lungguh sebanyak 100 cacah. Pada November [[1811]] setelah [[Danurejo II]] terbunuh, ia kembali ke Jogja melayani [[Danurejo III|Patih Danurejo III]] yang baru menjabat hingga [[Geger Sepehi|Geger Sepoy]]. Saat [[Kraton Yogyakarta]] jatuh ke tangan [[Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia|Inggris]] dan [[Thomas Stamford Raffles|Raffles]] memberlakukan landrent di wilayah [[Keresidenan Kedu|Kedu]] pada 10 September [[1812]], maka Crawfurd sang residen membutuhkan orang yang cakap dari [[Yogyakarta]] sehingga mempekerjakan Danoekromo sebagai asisten hingga Desember [[1813]] saat ia diangkat menjadi Bupati [[Magelang]].
 
Danoekromo diangkat menjadi [[Daftar Bupati Magelang|Bupati Magelang]] pertama sesuai Magelang Vooruit 1935<ref>{{Cite web|last=penulissejarah|first=Penulis|date=2018-03-11|title=PERKUMPULAN MAGELANG VOORUIT DI STADSGEMEENTE MAGELANG 1935-1942|url=https://penulissejarah.wordpress.com/2018/03/11/perkumpulan-magelang-vooruit-di-stadsgemeente-magelang-1935-1942/|website=Bimtek Penulis Sejarah di Semarang|language=id-ID|access-date=2021-08-29}}</ref> yaitu :
Danoekromo diangkat menjadi Bupati Magelang pertama sesuai Magelang Vooruit 1935 yaitu : "...menoeroet beslit Goebernemen pada 30 Nopember 1813 Mas Angabei Danoekromo ditetapkan dalam djabatannja oleh Pemerintah Belanda bergelar Raden Toemenggoeng Danoeningrat."
 
Danoekromo diangkat menjadi Bupati Magelang pertama sesuai Magelang Vooruit 1935 yaitu : "...menoeroet beslit Goebernemen pada 30 Nopember 1813 Mas Angabei Danoekromo ditetapkan dalam djabatannja oleh Pemerintah Belanda bergelar Raden Toemenggoeng Danoeningrat."
==Bupati Pertama Kedu==
Bagi Magelang, Mas Ngabehi Danoekromo sangat berjasa bagi cikal bakal perkembangan [[Magelang]]. Pada awal – awal pemerintahannya, ia membangun infrastruktur utama pendirian sebuah pusat pemerintahan baru. Layaknya kabupaten – kabupaten lain di Jawa, keberadaan [[Alun-alun|Alun–Alun]], [[Masjid]] dan Rumah Bupati adalah satu paket komponen penting yang mutlak harus ada dalam sebuah pusat pemerintahan. Dalam penentuan lokasi pusat pemerintahan barunya ini, Danoeningrat tentunya tidak main–mainmain-main. Konon untuk menentukan lokasi [[alun-alun]], Mas Ngabehi Danoekromno harus berkonsultasi terlebih dahulu kepada gurunya. Menurut petunjuk sang guru, sebuah tanah lapang diantara [[Gelangan, Magelang Tengah, Magelang|Desa Gelangan]] dan Desa Meteseh adalah lokasi yang paling tepat sebagai pusat pemerintahan Bupati Magelang. Selain bertanah lapang, lokasi itu juga sudah ditumbuhi pohon beringin yang membuat tanah ini sangat representatif sebagai alun-alun Kabupaten. Setelah penentuan lokasi alun-alun, maka Mas Ngabehi Danoekromo mulai mendirikan rumah bupati (regentswoning) disebelah utara alun-alun dan sebuah Masjid Agung (Groote Moskee) dibarat alun-alun.
 
[[Thomas Stamford Raffles]] yang mengagumi [[Budaya Jawa|kebudayaan Jawa]], mendukung langkah sang adipati dalam membuat alun-alun. Di samping sesuai dengan kultural Jawa, juga sejalan dengan pola pembangunan di [[Kerajaan Inggris]] pada masanya.
 
Dalam peradaban Jawa, rumah kediaman penguasa ([[Kraton]], Kadipaten) selalu dilengkapi dengan sebidang [[alun-alun]] yang melambangkan konsep Ketuhanan, atau dalam ruang kosong ada kehidupan yang dilambangkan dengan pohon beringin. Alun-alun secara kultural Jawa merupakan simbol keluasan titah manusia di dunia di mana unsur makrokosmos dengan mikrokosmos berpadu sebagai sebuah hubungan vertikal antara manusia dengan Sang Pencipta, dan secara horisontal antara manusia dengan alam dan sesamanya.
Baris 95 ⟶ 96:
Di samping fungsinya sebagai lambang kebesaran dan wibawa penguasa, sejak dulu [[alun-alun]] bukan sekadar lapangan, tetapi juga memiliki fungsi ganda, yakni di samping sebagai ruang terbuka kota, saat ini kegiatan-kegiatan tertentu yang bersifat rekreasi tak jarang digelar pula di alun-alun. Kini, fungsi alun-alun sudah berubah wajah, namun sebagai elemen kota berupa ruang terbuka umum, ruang publik, masih sangat diperlukan, dan bahkan alun-alun menjadi penanda penting dari Kota Magelang.
 
Setelah kurang lebih tiga tahun menjabat sebagai Bupati Magelang, Raden Mas Ngabehi Danoekromo harus mengalami gejolak politik antara [[Inggris]] dan [[Belanda]]. [[Perjanjian London]] yang berisi penyerahan kembali semua bekas jajahan [[Belanda]] yang pernah direbut [[Inggris]] membuat [[Magelang]] kembali ke tangan [[Kerajaan Belanda]]. Penyerahan kekuasaan Inggris ini terjadi di Benteng Willem I Ambarawa pada 19 Agustus 1816. Dibawah pemerintahan Belanda ini, Raden Mas Ngabehi Danoekromo kembali diangkat menjadi Bupati Kedu di Magelang dengan gelar Raden Tumenggung Aryo Danoeningrat (Danoeningrat I).
==Perang Diponegoro==
Perang [[Diponegoro]] yang dimulai terhitung 20 Juli [[1825]] langsung meletup serentak se-Jawa karena sang pangeran telah mengirim puluhan surat kepada para [[Tumenggung]] di Jawa. Pada tanggal 23 Juli 1825 di Pisangan timur [[Magelang]], Mulyosentiko dengan pasukan 400-500 orang bersenjatakan senapan berhasil menghadang bala bantuan Belanda yang sedang menuju Yogyakarta. Beberapa orang Belanda tewas, F30.000 berhasil dirampas dan dibawa ke Selarong.
 
Pada tanggal 31 Juli 1825 [[Diponegoro|Pangeran Diponegoro]] mengutus çaraka Kasan Besari untuk menyampaikan surat ke masyarakat [[Kedu]]. Isinya agar membantu perjuangan mengusir penjajah, bagi yang melawan akan dipenggal lehernya. Ajakan ini ditanggapi dengan baik oleh rakyat di distrik Barat maupun Timur Magelang, namun tidak didukung oleh sang Bupati Magelang. Mungkin tumenggung yang beranak enam orang dari GKR Anom putri sultan ini alasan tertentu. Padahal, nun jauh di mancanegara timur di [[Madiun]] sang kakak Abdullah atau Tumenggung Alap-alap mengikuti ajakan Diponegoro untuk memberontak.
 
Mertawijaya dari desa Benda, distrik Probolinggo, Kedu selatan, tampil dalam gelanggang perang bersama saudaranya yaitu Raden Tumenggung Sumadirja, keduanya putra kepala distrik Kradenan di daerah Kedu Selatan. Probolinggo sebagai salah satu distrik Magelang di Tenggara ternyata menjadi salah satu basis [[Diponegoro]] dan terkumpul 55.000 orang yang kemudian menyerbu kota sang bupati yang hanya dijaga 50 orang pasukan Belanda. Rumah-rumah pejabat Belanda dibakar.
 
Danuningrat kemudian mengumpulkan kekuatan ke Dimoyo (Jumoyo) dan berjaga di pos Kalijengking (700 meter di utara makam Cina). Kalijengking merupakan kali kecil saat ini namun saat itu merupakan sungai yang lebih besar, mengecil karena pernah terlewati luapan lahar [[Gunung Merapi]] sehingga hulu sungai terhambat material hingga kini. Tentang Danuningrat ini, Pangeran Diponegoro sempat menuliskannya dalam autobiografi beliau sebagai berikut :
"Secanegara memberitahukan, di Dimaya terdapat barisan besar dari daerah Kedu, Yang menjadi pemandi barisan Belanda ini Raden Tumenggung Danuningrat. Jumlahnya lebih dari 2.000 orang. Oleh karena merasa tidak mampu menghadapinya. Secanegara memberi tahu ke Selarong. Secanegara dan Kertanegara diberi bantuan prajurit Bulkiya, 363 orang banyaknya. Yang menjadi pemandunya Ki Muhammad Bahwi, yang waktu masih di Tegalreja menjadi penghulu. Usianya telah tua, namun hatinya sangat berani."
 
Ki Muhammad Bahwi bersikeras ingin ikut berperang dan rela mati berperang sabil sehingga ia kemudian konon diberi nama Muhammad Usman Ali Basah. Prajurit Bulkiya juga mempunyai dua orang Tumenggung yakni Haji Abdul Kadir, dan Haji Mustafa. Keduanya sangat pemberani. Kepada Secanegara dan Kertanegara juga disertakan dua orang ulama berpangkat Tumenggung yakni kyai guru di Mlangi bernama Muhammad Salim dan kyai guru di Kasongan bernama Abdul Rakup. Abdul Kadir, Muhammad Salim, Kasan Besari adalah anak K.H. Nur Iman (BPH Sandiyo) pemilik pondok Mlangi yang merupakan cikal ratusan ponpes di Jawa. Salim tewas dalam pertempuran ini sementara Kasan Besari kelak menemani Pangeran Diponegoro di pengasingan.
 
Kyai Usman Ali Basah mengerahkan kekuatan tombak pusaka pemberian bernama Ki Barutuba. Tombak pusaka itupun menyala. Melihat itu, semua prajurit Bulkiya semakin berani dan tidak ada yang merasa khawatir. Usman Ali Basah yang memimpin sayap kanan-kiri kemudian memberi aba-aba kepada teman-temannya. Bedug dibunyikan bertalu-talu, gong dan siyem bergantian berbunyi menghancurkan mental pasukan Danuningrat. Prajurit Bulkiya pun mengamuk maju serentak. Tembakan pasukan Danuningrat tidak mempunyai pengaruh apa-apa bagi pasukan ini. Saking ketakutannya, pasukan Belanda di bawah komando Hilmer tercatat hanya sempat menyulutkan meriam sebanyak 3 kali. Selanjutnya tombak dan sangkur pun beradu, pedang dan keris bergantian mencabut nyawa.
 
Dalam suratnya tertanggal 28 September 1825 kepada Jenderal De Kock, Residen Kedu Lo Clereg antara lain menyatakan bahwa Kalijengking Pos selatan karesidenan Kedu,
Dalam suratnya tertanggal 28 September 1825 kepada Jenderal De Kock, Residen Kedu Lo Clereg antara lain menyatakan bahwa Kalijengking Pos selatan karesidenan Kedu, " pagi hari telah diserang sebuah pasukan yang lebih besar. Letnan Hilmer telah terluka terkena sebuah peluru dan tujuh orang prajurit bersenjata bedil telah gugur di medan pertempuran. Sementara itu juga ada kemungkinan Bupati Magelang telah menjadi korban. Magelang menghadapi bahaya yang sangat besar, oleh karena distrik-distrik disebelah barat dan timur tidak mungkin dapat dipertahankan". Prediksi Lo Clereg kemudian terbukti benar karena sang bupati tewas dan dipenggal lehernya, sementara sembilan orang Belanda turut tewas. Nasib bupati Magelang ini ternyata menyusul nasib sama yang dialami oleh bupati Menoreh (=Temanggung) Ario Sumodilogo yang dipenggal oleh demangnya sendiri setelah dikejar berhari-hari hingga hutan daerah Krasak. Sang anjing peliharaan turut ditikam berkali-kali namun berhasil lari membawa sabuk sang bupati hingga rumah kadipaten. Sang anjing memandu anak buah Sumodilogo sampai tempat mayat sang bupati terbujur kaku tanpa kepala di bawah pohon besar. Sang anjing yang penuh luka di sekujur tubuh besarnya langsung mati menyusul tuannya di tempat itu. Sumodilogo dimakamkan di tempat tersebut dengan buah kelapa sebagai ganti kepalanya. Kedua kepala bupati tersebut dibawa ke Selarong dan diterima Sentot Alibasya Prawirodirdjo yang konon masih bersaudara. Kedua kepala dimakamkan di Selarong dengan baik dan konon sang penjagal kepala mengalami kematian yang sama yaitu terpenggal pula. Kmenghubungkan cara kematian Danuningrat I dengan cara dipenggal karena ia juga dikenal sakti dan mempunyai ilmu rawa rontek. Seperti kita tahu, masa lalu dipenuhi banyak kisah kesaktian para tokoh yang tidak bisa dipahami sebagian generasi saat ini. Adapun penjelasan logis tentang pemenggalan itu bisa dihubungkan dengan surat ancaman Diponegoro untuk memenggal kepala bagi pengikut Belanda.
"Pagi hari telah diserang sebuah pasukan yang lebih besar. Letnan Hilmer telah terluka terkena sebuah peluru dan tujuh orang prajurit bersenjata bedil telah gugur di medan pertempuran. Sementara itu juga ada kemungkinan Bupati Magelang telah menjadi korban. Magelang menghadapi bahaya yang sangat besar, oleh karena distrik-distrik disebelah barat dan timur tidak mungkin dapat dipertahankan".
Dalam suratnya tertanggal 28 September 1825 kepada Jenderal De Kock, Residen Kedu Lo Clereg antara lain menyatakan bahwa Kalijengking Pos selatan karesidenan Kedu, " pagi hari telah diserang sebuah pasukan yang lebih besar. Letnan Hilmer telah terluka terkena sebuah peluru dan tujuh orang prajurit bersenjata bedil telah gugur di medan pertempuran. Sementara itu juga ada kemungkinan Bupati Magelang telah menjadi korban. Magelang menghadapi bahaya yang sangat besar, oleh karena distrik-distrik disebelah barat dan timur tidak mungkin dapat dipertahankan". Prediksi Lo Clereg kemudian terbukti benar karena sang bupati tewaswafat dandengan dipenggal lehernya, sementara sembilan orang Belanda turut tewas. Nasib bupati Magelang ini ternyata menyusul nasib sama yang dialami oleh bupati Menoreh (=[[Temanggung)]] Ario Sumodilogo yang dipenggal oleh demangnya sendiri setelah dikejar berhari-hari hingga hutan daerah Krasak. Sang anjing peliharaan turut ditikam berkali-kali namun berhasil lari membawa sabuk sang bupati hingga rumah kadipaten. Sang anjing memandu anak buah Sumodilogo sampai tempat mayat sang bupati terbujur kaku tanpa kepala di bawah pohon besar. Sang anjing yang penuh luka di sekujur tubuh besarnya langsung mati menyusul tuannya di tempat itu. Sumodilogo dimakamkan di tempat tersebut dengan buah kelapa sebagai ganti kepalanya. Kedua kepala bupati tersebut dibawa ke Selarong dan diterima Sentot Alibasya Prawirodirdjo yang konon masih bersaudara. Kedua kepala dimakamkan di Selarong dengan baik dan konon sang penjagal kepala mengalami kematian yang sama yaitu terpenggal pula. Kmenghubungkan cara kematian Danuningrat I dengan cara dipenggal karena ia juga dikenal sakti dan mempunyai ilmu rawa rontek. Seperti kita tahu, masa lalu dipenuhi banyak kisah kesaktian para tokoh yang tidak bisa dipahami sebagian generasi saat ini. Adapun penjelasan logis tentang pemenggalan itu bisa dihubungkan dengan surat ancaman Diponegoro untuk memenggal kepala bagi pengikut Belanda.
==Wafat==
RTR. A. A. Danuningrat meninggal dalam perang di Kalijengking tadi pada tanggal 30 September 1825 atau 19 Muharram 1241 H.<ref>{{Cite web|last=|first=|date=|title=Sejarah Kehidupan Sayyid Alwi|url=http://wiyonggoputih.blogspot.com/2018/03/sejarah-kehidupan-sayyid-alwi-bin_22.html?m=1#:~:text=Danuningrat%20I%20mempunyai%20nama%20Jawa%20Danukromo.&text=Seperti%20keluarga%20Arab%20pada%20masanya,Muhammad%20Baqir%20dan%20Ali%20Akbar.|website=wiyonggoputih.blogspot.com|access-date=}}</ref> Putranya, [[Sayyid]] Hamdani kemudian menggantikannya sebagai Bupati bergelar R. A. A. [[Danuningrat II]].
 
== Lihat juga ==