Kompos: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8
Fardhan Arief (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 2:
[[Berkas:Compost bin.jpg|jmpl|225px|Kompos dari sampah dedaunan]]
[[Berkas:Kompos_jerami.JPG|jmpl|225px|Kompos dari jerami padi]]
'''Kompos''' adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan [[organik]] yang dapat dipercepat secara artifisial oleh [[populasi]] berbagai macam [[mikrob]] dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan [[aerobik]] atau [[anaerobik]] (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan ''' pengomposan''' adalah proses di mana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikrob-mikrob yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber [[energi]]. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Kompos bisa digunakan sebagai [[mulsa]] organik serpihan kecil penutup permukaan lahan, [[gambut]] dapat pula diolah menjadi kompos, kompos dapat mengandung atau menjadi [[humus]] setelah terurai.
 
[[Sampah]] terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik [[sampah]] mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas [[metana]] ke udara. [[DKI Jakarta]] menghasilkan 6000 ton sampah setiap harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh [[pasar]] yang ada di Jakarta, di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005).