Yudhonegoro: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Pekerjaan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Rescuing 4 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8 |
||
Baris 25:
Sesuai dengan adat keraton, sebelum menikah GKR Bendoro harus menjalani upacara langkahan. Dikarenakan ia mendahului kakaknya [[GKR Hayu]] untuk menikah.<ref>[http://www.solopos.com/2011/10/16/mendahului-kakak-menikah-gkr-Bendoro-laksanakan-tradisi-plangkahan-119841 Mendahului kakak menikah, GKR Bendoro laksanakan tradisi plangkahan]</ref> Dalam upacara ini, calon penganti wanita memohon izin dari kakaknya untuk mendahului menikah serta menyerahkan ''plangkah'' berupa setandan ''pisang sanggan'' disertai seperangkat baju dan perhiasan wanita untuk kakaknya. Upacara langkahan adalah bagian dari tradisi yang biasa dilakukan di beberapa kebudayaan di Indonesia bila seorang adik mendahului kakaknya dalam pernikahan.<ref>[http://kidemangsodron78.wordpress.com/acara-khusus/langkahan/ Acara khusu langkahan]</ref> Sebelum menikah, calon pengantin pria yang berasal dari luar keraton terlebih dahulu diwisuda menjadi ''abdi dalem'' (pegawai keraton). Calon pengantin pria Achmad Ubaidillah dianugrahi gelar ''Kanjeng Pangeran Haryo'' dengan nama Yudonegoro. Penganugerahan gelar ini dilangsungkan dalam upacara wisuda yang dilakukan tiga bulan sebelum [[upacara pernikahan]].<ref>[http://www.tribunnews.com/nasional/2011/07/05/kisah-kesuksesan-si-ganteng-yudanegara-meminang-anak-sultan-yogya Kisah kesuksesan Achmad Ubaidillah meminang anak Sultan Yogyakarta]</ref>. Sementara itu, calon istrinya juga telah menerima gelar dan nama baru yang sebelumnya Gusti Raden Ajeng Nurastuti Wijareni menjadi Gusti Kanjeng Ratu Bendoro.
Kemudian calon pengantin pria mengawali rentetan acara pernikahan dengan upacara ''nyantri''. Dalam upacara ini, pengantin pria dijemput dengan [[kereta kencana]] untuk memasuki tembok keraton, dan diperkenalkan dengan tata cara keraton. Selanjutnya kedua pengantin melalui [[upacara siraman]] di tempat yang berbeda ([[kesatrian]] dan [[keputren]]). Upacara ini bermakna membersihkan diri dari kotoran lahir dan batin sebelum memasuki jenjang pernikahan.<ref>
Pada keesokan harinya, sesuai dengan adat yang berlaku di keraton, Sri Sultan sendiri yang menikahkan putrinya dengan KPH Yudonegoro dalam upacara [[ijab kabul]] yang dilakukan di [[masjid]] dalam lingkungan keraton. [[Akad nikah]] menggunakan [[bahasa Jawa]] yang dilakukan antara ayah pengantin wanita dengan pengantin pria.<ref>[http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/10/18/lt8ul7-yudanegara-gunakan-bahasa-jawa-saat-ijab-kabul Yudonegoro menggunakan bahasa Jawa saat ijab kabul]</ref> Setelah resmi menikah, barulah kedua pengantin dipertemukan dalam upacara ''panggih'' yang dilakukan di bangsal kencana.<ref>[http://www.solopos.com/2011/10/18/pengantin-keraton-bersua-di-prosesi-panggih-120090 Pengantin keraton bersua di panggih]</ref>. Upacara ini dihadiri oleh tamu-tamu undangan penting termasuk Presiden [[Susilo Bambang Yudhoyono]] dan Wakil Presiden [[Budiono]].<ref>http://news.detik.com/read/2011/10/18/105500/1746446/10/sby-boediono-hadiri-panggih-pengantin-putri-sultan-hb-x</ref>. Acara ini juga dihadiri oleh para pejabat tinggi negara serta [[duta besar]] perwakilan negara-negara sahabat.<ref>
Setelah upacara panggih panggih, kedua mempelai kemudian dikenalkan kepada masyarakat melalui prosesi ''kirab''. Sebagai putri bungsu, GKR Bendoro tidak boleh menjalani ''kirab'' keliling benteng keraton. Sebagai gantinya ''kirab'' dilaksanakan dari Keraton Yogyakarta ke Kepatihan yang merupakan tempat acara resepsi pernikahan digelar.<ref>
Pernikahan KPH Yudonegoro dengan GKR Bendoro dikaruniai seorang putri yang diberi nama Raden Ajeng Nisaka Irdina Yudonegoro. Putri pertama mereka ini lahir di Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 2014.<ref>
== Pekerjaan ==
|