Mitos Pribumi Malas: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gombang (bicara | kontrib)
k wikifikasi
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Gombang (bicara | kontrib)
mengembangkan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 2:
 
Dalam ''Mitos Pribumi Malas'', Syed Hussein Alatas menyebutkan bahwa citra pribumi pemalas adalah persepsi yang disebarkan oleh [[Orientalisme|orientalis Barat]], sebagai pembenaran buat eksploitasi sumber daya pribumi di [[Indonesia]], Malaysia, dan [[Filipina]]. <ref>{{cite journal|last=Sam |first = Choon-Yin | date=2010 | title=Syed Hussein Alatas: His Life and Critiques of the Malaysian New Economic Policy|journal=Asia Pacific: Perspectives |volume=IX|issue=2|pages=55-60}}</ref> Alatas menolak pendapat para pemimpin [[UMNO]], partai yang mendominasi politik Malaysia sejak kemerdekaannya, bahwa keterbelakangan Malaysia disebabkan oleh kemalasan warga negara Melayu, terutama dalam kerja fisik. Alatas menuduh para politisi Malaysia yang menciptakan generalisasi ini tunduk terhadap ideologi kapitalis kolonial. <ref name="Seavoy">{{Cite journal|last=Seavoy|first=Ronald E.|date=1979|title=Review: The Myth of the Lazy Native: A Study of the Image of the Malays, Filipinos and Javanese from the 16th to the 20th Century and Its Function in the Ideology of Colonial Capitalism. By Syed Hussein Alatas. Frank Cass & Co.London, 1977|url=http://www.jstor.org/stable/20070287|journal=Journal of Southeast Asian Studies|volume=10|issue=1|pages=217-219|doi=10.1017/S0022463400012030}}</ref>
 
== Isi buku ==
Buku ini memusatkan perhatian kepada [[orang Jawa]] (di Indonesia), [[suku Melayu|Melayu]] (di Malaysia) dan [[Filipina]] dalam kurun abad ke-16 sampai abad ke-20. Pada saat itu, ketiga negara dijajah oleh penjajah yang berbeda-beda: Belanda, Inggris, dan Spanyol. Ledakan kolonialisme pada abad ke-19 diiringi oleh kecenderungan intelektual yang mencari-cari pembenaran atas gejala tersebut. Pada saat itu, para penjajah menggambarkan orang pribumi dari ketiga daerah jajahan itu sebagai orang lamban, dungu, terbelakang, curang, berinteligensi tidak lebih dari anak-anak umur 12-14 di Eropa.<ref name="soemarjan">{{cite web|author= Selo Soemardjan|title=Mencegah Munculnya Mitos Baru|website=Majalah Tempo|url=https://majalah.tempo.co/amp/buku/27285/mencegah-timbulnya-mitos-baru|date=21 Mei 1988|access-date=6 April 20201}}</ref>
 
Alatas mengutip [[Denys Lombard]], yang dalam buku [[Nusa Jawa]] menyebutkan pandangan para pejabat kolonial yang heran mengapa orang-orang pribumi banyak membuang-buang waktu dengan bersantai, bukannya menyelesaikan pekerjaannya. Namun Lombard menyimpulkan bahwa citra pemalas tersebut bukanlah sifat inheren pribumi. Alatas berargumen bahwa yang dianggap oleh penguasa kolonial sebagai sifat malas dari masyarakat pribumi justru merupakan bentuk perlawanan terhadap kolonialisme. Dokumen-dokumen Belanda sejak abad ke-17 hingga 18 amat sedikit menyinggung soal kemalasan pribumi. Setelah diterapkannya sistem [[tanam paksa]] pada 1830 baru mulailah bermunculan tuduhan-tuduhan dari pihak penjajah, betapa pemalasnya masyarakat Jawa. <ref name="rizqa">{{Cite web|author=Hasanul Rizqa|title=Bantahan atas Prasangka Kolonial|url=https://www.republika.id/posts/10530/bantahan-atas-prasangka-kolonial|website=Republika|date=27 September 2020|access-date=6 April 2021}}</ref>
 
Citra pribumi malas ini segera hilang ketika masyarakat Melayu, Jawa, dan Filipina merdeka. Namun di Malaysia, citra tersebut dipertahankan, misalnya lewat brosur ''Revolusi Mental'' yang diterbitkan UMNO tahun 1971. Dalam brosur tersebut, masyarakat Melayu disebut kurang berani memperjuangkan kebenaran, bersifat fatalistis, tidak rasional, lebih sering mengikuti perasaaan, tidak disiplin dan tidak menepati janji, ingin lekas kaya tanpa berusaha, dan seterusnya. Alatas berpendapat bahwa citra yang disebarkan lewat brosur tersebut mencerminkan kemiskinan intelektual penulisnya<ref name="soemarjan"/>
 
== Referensi ==