Kerajaan Siguntur: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 51:
 
== Peninggalan ==
Kerajaan Siguntur ini menyisakan sebuah jenis tarian yang disebut ''tari toga'' (tari larangan), sebuah tarian yang mirip dengan tarian Melayu dan tarian Minang. Tari toga menjadi tari resmi kerajaan dan ditampilkan pada upacara penobatan raja (''batagak gala''), pesta perkawinan keluarga raja, upacara turun mandi anak raja, perayaan kemenangan pertempuran, dan gelanggang mencari jodoh putri raja. Pada saat Belanda berhasil masuk ke Siguntur pada tahun 1908, raja-raja di Siguntur dan sekitarnya terpaksa mengakui kedaulatan [[Hindia Belanda]] yang menyebabkan raja kehilangan kedaulatannya. Banyak benda kerajaan yang diambil oleh orang Belanda, termasuk tambo (riwayat kerajaan yang tertulis) dan aktivitas kesenian kerajaan, termasuk tari toga.<ref name=":0" /><ref name=":1" />
 
Semenjak keberadaan Belanda tersebut, tari toga sudah tidak dipertunjukkan lagi. Para penari dan pedendang yang pandai dari tari tersebut banyak yang meninggal sehingga tidak ada generasi penerusnya sehingga membuat tari ini hanya diingat dan diketahui dari cerita turun-temurun. Pada tahun 1980, pewaris Kerajaan Siguntur, Tuan Putri Marhasnida, menemukan seorang kakek yang kala itu sudah berusia 80 tahun. Sang kakek tersbut masih hafal semua dendang yang terdapat dalam tari toga sebab beliau selalu melantunkan dendang ketika melakukan kegiatan Batobo. Batobo adalah membersihkan kebun atau menyabit di sawah bersama-sama, 30 sampai 60 orang. Si pendendang selalu Batobo agar orang-orang tak bosan bekerja seharian, ia disuruh berdendang sambil bekerja. Pada tahun 1989, dengan terkumpulnya semua infomasi yang berkaitan dengan tari toga maka tari toga pada tahun tersebut hidup kembali dan dapat dipertunjukkan kembali dengan adanya sedikit modifikasi. ri toga modifikasi Marhasnida ini kemudian ditampilkan di Radio Republik Indonesia (RRI) Padang pada 1990 dan dimainkan dalam berbagai acara Kerajaan Siguntur, termasuk menyambut peserta "Arung Sejarah Bahari Ekspedisi Pamalayu" yang diselenggarakan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Padang.<ref name=":1">{{Cite web|date=2017-02-06|title=Potret Budaya Nagari Siguntur Dharmasraya|url=https://padangkita.com/potret-budaya-nagari-siguntur-dharmasraya/|website=Berita Sumatra Barat Terkini|language=id-ID|access-date=2020-08-22}}</ref><ref>{{Cite web|last=KlikPositif|title=Festival Pamalayu, Ajang Pariwisata Kenalkan Destinasi Dharmasraya Melalui Sejarah {{!}} KlikPositif.com - Media Generasi Positif|url=https://klikpositif.com/baca/55931/festival-pamalayu-ajang-pariwisata-kenalkan-destinasi-dharmasraya-melalui-sejarah.html|website=Festival Pamalayu, Ajang Pariwisata Kenalkan Destinasi Dharmasraya Melalui Sejarah {{!}} KlikPositif.com - Media Generasi Positif|language=id-ID|access-date=2020-08-22}}</ref>
Ketika Belanda berhasil masuk ke Siguntur pada 1908, dan raja-raja di Siguntur dan sekitarnya terpaksa mengakui kedaulatan [[Hindia Belanda]] dan raja kehilangan kedaulatannya. Banyak benda kerajaan yang diambil, termasuk tambo (riwayat kerajaan yang tertulis) dan aktivitas kesenian kerajaan, termasuk tari toga.
 
"Tari toga nyaris hilang, tari itu sudah lama tidak dimainkan dan hanya diingat dengan cerita turun-temurun, saya mengumpulkan informasi lagi dan menghidupkan kembali pada 1989," kata [[Tuan Putri Marhasnida]], salah seorang pewaris Kerajaan Siguntur. Marhasnida adalah adik sepupu raja sekarang, Sultan Hendri Tuanku Bagindo Ratu.
 
Ketika dirintis Marhasnida pada 1980-an, para penari dan pendendang sudah banyak yang meninggal. Untunglah ada seorang kakek yang usianya sudah lebih 80 tahun. Ia bekas pendendang yang masih hidup. Sang kakek masih hafal semua dendang tari toga karena sejak tidak lagi berdendang, ia sering melantunkan dendangnya ketika Batobo.
 
Batobo adalah membersihkan kebun atau menyabit di sawah bersama-sama, 30 sampai 60 orang. Si pendendang selalu Batobo agar orang-orang tak bosan bekerja seharian, ia disuruh berdendang sambil bekerja.<ref name=":1">{{Cite web|date=2017-02-06|title=Potret Budaya Nagari Siguntur Dharmasraya|url=https://padangkita.com/potret-budaya-nagari-siguntur-dharmasraya/|website=Berita Sumatra Barat Terkini|language=id-ID|access-date=2020-08-22}}</ref>
 
"Itulah sebabnya syair tetap diingat, sedangkan tarinya masih ada seorang nenek yang sudah bungkuk mengingatnya, dari ingatan itulah saya susun kembali dan melatih remaja di keluarga Kerajaan Siguntur untuk menarikan tari toga," kata sarjana pendidikan seni Institut Kejuruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Padang (kini Universitas Negeri Padang) yang kini menjadi guru kesenian di SMP Negeri II Pulau Punjung, Dharmasraya itu.
 
Tari toga modifikasi Marhasnida ini kemudian ditampilkan di Radio Republik Indonesia (RRI) Padang pada 1990 dan dimainkan dalam berbagai acara Kerajaan Siguntur, termasuk menyambut peserta "Arung Sejarah Bahari Ekspedisi Pamalayu" yang diselenggarakan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Padang.<ref>{{Cite web|last=KlikPositif|title=Festival Pamalayu, Ajang Pariwisata Kenalkan Destinasi Dharmasraya Melalui Sejarah {{!}} KlikPositif.com - Media Generasi Positif|url=https://klikpositif.com/baca/55931/festival-pamalayu-ajang-pariwisata-kenalkan-destinasi-dharmasraya-melalui-sejarah.html|website=Festival Pamalayu, Ajang Pariwisata Kenalkan Destinasi Dharmasraya Melalui Sejarah {{!}} KlikPositif.com - Media Generasi Positif|language=id-ID|access-date=2020-08-22}}</ref>
 
== Raja-raja siguntur ==