Jaulung Wismar Saragih: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wsaragih (bicara | kontrib)
Wsaragih (bicara | kontrib)
Menambah Informasi
Baris 9:
 
==Perkenalan dengan Kristen==
Kedatangan penginjil RMG (''Rheinische Missions-Gesselschaft'' - kelompok penginjil dari Jerman) ke daerah Simalungun, terutama [[Raya, Simalungun|Pematang Raya]] yang dipimpin oleh Pdt. [[August Theis]] untuk memperkenalkan [[Alkitab]] dan ajaran [[Kristen]] pada Djaulung muda. Semangatnya untuk maju mendorongnya untuk masuk sekolah Zending di Pematang Raya setelah ia dibaptis pada tanggal 11 September 1910. Setelah dibaptis inilah ia menambahkan nama Wismar ke dalam namanya.<ref>Juandaha Raya P. Dasuha, Martin L. Sinaga, Tole! Den Timorlanden das Evangelium!, Kolportase GKPS, Pematang Siantar, 2003, hlm. 178.</ref>.
 
Selanjutnya ia meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi di ''Kweekschool'' (sekolah guru) di [[Narumonda]], [[Tapanuli]], selama tahun 1911-1915.<ref>J. Wismar Saragih, Memorial Peringatan Pendeta J. Wismar Saragih (''Marsinalsal''), BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1977, hlm.56-59.</ref> Setelah lulus ia mendapatkan gelar ''Pangulu Balei''.
 
Saat terbuka kesempatan untuk menjadi [[Pendeta]], ia mendaftarkan diri dan diterima di sekolah pendeta [[HKBP]] di [[Sipoholon]], Tapanuli (1927-1929). Selulusnya dari sekolah pendeta ini ia ditahbiskan di Simanungkalit pada tanggal 15 Desember 1929 menjadi seorang Pendeta HKBP.<ref>J. Wismar Saragih, Memorial Peringatan Pendeta J. Wismar Saragih (''Marsinalsal''), BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1977, hlm.119.</ref>
 
==Memajukan Simalungun==
Proses pelayanan penginjilan yang dilakukan RMG dengan menggunakan bahasa pengantar Toba dengan anggapan bahwa suku Simalungun merupakan sub-etnis Toba mengakibatkan suku Simalungun semakin termarginalisasi. Hal ini melahirkan semangat oposisi dari Dj. Wismar Saragih dan rekan-rekannya yang merasa bahwa Suku Simalungun telah terabaikan oleh RMG.
Semangat itu termanifestasikan dalam "Sinalsal" (sebuah majalah periodik yang diterbitkan pada periode 1928-1940) dan buku-buku yang dikarangnya.
 
Pada tahun 1917 Dj. Wismar Saragih mulai mengusahakan penggunaan buku pelajaran dengan bahasa Simalungun di sekolah-sekolah untuk menggantikan buku yang ada yang menggunakan bahasa pengantar Toba. Hal ini dilakukannya tanpa seizin Pendeta Muller dari RMG di Pematang Siantar (sesuai rekomendasi inspektur pendidikan di Medan) karena pengalamannya dengan RMG yang memarginalisasi suku Simalungun.
 
Upaya Dj. Wismar Saragih dalam memajukan unsur "''hasimalungunan''" (ke-Simalungunan) secara konkrit dimulai saat ia masih mengikuti sekolah pendeta di Sipoholon, dengan menerbitkan buku ''Podah Pasal Marhorja'' (Nasihat tentang Pekerjaan-1929), diikuti oleh serangkaian buku dalam [[bahasa Simalungun]], yaitu: ''Panggomgomion'' (Pemerintahan, 1929), ''Pitoeah Banggal (Sexuele Leven)'' (Kitab Tuntunan Kehidupan Seksual, 1938), ''Partingkian ni Hata Simaloengoen'' (Kamus Bahasa Simalungun, 1936), dan berbagai buku-buku pelajaran untuk Sekolah Rakyat seperti ''Sitoloe Saodoran'' dan ''Rondang Ragiragian''.
 
Selain itu ia juga mendorong peningkatan minat baca orang Simalungun dengan mendirikan taman bacaan "''Dos ni Riah''" dan perpustakaan "''Parboekoean ni Pan Djaporman''" di Pamatang Raya (1937). Dj. Wismar Saragih juga mewujudkan kepeduliannya pada kelestarian budaya Simalungun dengan mendirikan Roemah Poesaka Simaloengoen (Museum Simalungun) di tahun 1940 dan sanggar kesenian "''Parsora na Laingan''" pada tahun 1937.
 
Dj. Wismar berpendapat bahwa kunci kemajuan orang Simalungun ada pada peningkatan kesadaran akan harkat dan martabat dirinya sendiri dan peningkatan taraf hidupnya di berbagai bidang kehidupan, terutama pada wawasan berpikir orang Simalungun melalui budaya baca dan tulis.<ref>Apulman Saragih, Gema Sinalsal: Suatu Tinjauan Historis-Theologis Terhadap Majalah Sinalsal yang terbit tahun 1931-1942 di Simalungun, Skripsi Sarjana Theologia STT Jakarta, Jakarta, 1979.</ref>
 
Usahanya membebaskan bangsa Simalungun melalui kekristenan terutama dilakukan melalui penterjemahan teks-teks Alkitab ke dalam Bahasa Simalungun, hal mana menyebabkan ia dijuluki "''Een Simaloengoense Luther''" (Luther dari Simalungun).<ref>J.L. Swellengrebel, In Leijdeckers Voetspoor. Anderhalve eeuw Bijbelvertaling en Taalkunde in de Indonesische Talen, II (1900-1970), S. Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1978, hlm. 165.</ref>
 
Dj. Wismar Saragih dan beberapa teman-temannya menganggap bahwa laju penginjilan RMG di kalangan Suku Simalungun terhambat karena tidak digunakannya [[bahasa Simalungun]] sebagai media pengantar. Karenanya pada peringatan 25 tahun sampainya Injil di Simalungun (2 September 1928) Dj. Wismar Saragih turut merintis pendirian sebuah lembaga bahasa Simalungun bernama "''Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen''."
 
Pada tanggal 13 Oktober 1928 diadakan pertemuan di rumah Djaoedin Saragih di Pematang Raya yang dihadiri oleh 14 tokoh-tokoh Kristen Simalungun.<ref>J. Wismar Saragih, Sinalsal, No.90/September 1938, hlm.6.</ref> Dalam pertemuan inilah disepakati pendirian badan yang memiliki tujuan untuk melestarikan dan memberdayakan bahasa Simalungun dengan nama di atas.
 
== Catatan kaki ==