Tauhid: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak 3 perubahan teks terakhir (oleh 120.188.32.101) dan mengembalikan revisi 17149800 oleh Rachmat04
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler menghilangkan referensi [ * ]
Baris 25:
Jika setan tidak berhasil (menjerumuskan ke dalam) syirik akbar, setan tidak akan putus asa untuk menjerumuskan ke dalam syirik dalam berbagai kehendak dan lafadz (yang diucapkan manusia). Jika masih juga tidak berhasil maka ia akan menjerumuskan ke dalam berbagai bidah dan khurafat.
 
== Pembagian tauhid ==
Ulama-ulama terdahulu semejak mempelajari dalil-dalil tentang tauhid, pada akhirnya para ulama tersebut menyimpulkan bahwa tauhid dibedakan menjadi 3 bagian, 1) Tauhid Rububiyah, 2) Tauhid Uluhiyah 3)Tauhid Asma was sifat
 
Ahlussunnah wal Jama'ah meyakini bahwa Allah adalah sifat yang sempurna, sempurna dan sebaliknya. Para ulama kemudian menetapkan apa yang disebut (dalam istilah Jawa, red ) Aqaid Seket (akidah 50 disetujui diteruskan dalam beberapa kitab akidah Ahlusssunnah wal Jama'ah adalah akidah tentang sumber yang wajib, diubah, dan jaiz untuk Allah; dan bagi para nabi). Konsep sifat wajib, kemenangan, dan jaiz berangkat dari kenyataan, untuk membuktikan eksistensi terkait sifat tersebut menyangkut dalil naqli yang terdiri dari Al-Qur'an dan hadits yang merupakan sumber akidah, tetap memerlukan hukuman yang sehat, yang terkait dengan ini dikenal sebagai hukum 'aqli yang ada tiga, yaitu wajib , dipaksa , dan jaiz 'aqli. Terlebih untuk orang yang sama sekali tidak percaya terhadap eksistensi Allah sebagai Tuhan juga eksistensi para Rasul. Bagaimana mungkin orang bisa menyakini kebenaran Al-Qur'an dan hadits sebagai dalil eksistensi Allah, sementara ia masih belum meyakini eksistensi Allah sebagai Tuhan dan para Rasul-Nya? Tentu ia tidak menerima Al-Qur'an dan hadits sebagai dalil pembuktiannya. Sehubungan dengan persyaratan wajib 'aqli adalah segala hal yang menurut akal harus ada atau tidak dapat diterima ketiadaannya; maksud diterima 'aqli adalah segalanya hal yang menurut akal tidak boleh ada atau tidak diterima; sedangkan Jaiz 'aqli Adalah Segala Hal Yang * Menurut akal can Saja ADA maupun TIDAK, ATAU diterima ADA maupun ketiadaannya. Sifat gerak dan diam untuk dibuat dapat dibuat dalam hal ini. Ilustrasi wajib , serius , dan jaiz 'aqliSecara berurutan adalah: (1) akal pasti salah satu dari diam dan bergerak terjadi pada peran, (2) akal tidak akan membenarkan bahwa secara keseluruhan tidak terjadi terjadi; dan (3) akal menerima ada dan ketiadaaan salah satunya dari hasil. Demikian pula antara lain yang dikutip Syekh Muhammad as-Sanusi, dalam Syarh Umm al-Barahain. Klasifikasi Sifat Wajib 20 Sifat-sifat wajib bagi Allah yang terdiri atas 20 sifat yang dikelompokkan menjadi 4 sebagai berikut: 1.Sifat Nafsiyah , yaitu sifat yang berhubungan dengan Dzat Allah. Sifat nafsiyah ini ada satu, yaitu wujûd . 2.Sifat Salbiyah , yaitu sifat yang meniadakan keberadaan sifat berlawanan, yaitu sifat-sifat yang tidak sesuai, atau sifat yang tidak sesuai dengan kesempurnaan Dzat-Nya. Sifat salbiyah ini ada lima, yaitu: qidâm , baqâ ' , mukhâlafatu lil hawâditsi , qiyâmuhu binafsihi , dan wahdâniyat . 3.Sifat Ma'ani , yaitu sifat abstrak yang wajib ada pada Allah. Yang termasuk sifat ma'ani ada tujuh yaitu: qudrat , irâdat , ' ilmu , hayât , sama' , bashar , kalam . 4.Sifat Ma'nawiyah , adalah kelaziman dari sifat ma'ani . Sifat ma'nawiyah tidak dapat berdiri sendiri, sebab setiap sifat ma'ani tentu saja ada sifat ma'nawiyah . Bila sifat ma'ani telah ditentukan sebagai sifat yang ada pada sesuatu yang disifati yang otomatis menentukan suatu hukum yang disetujui, maka sifat ma'nawiyah merupakan hukum tersebut. Artinya , sifat ma'nawiyah merupakan kondisi yang selalu menetapi sifat ma'ani . Sifat 'ilm misalnya, pasti dzat yang diminta memiliki kondisi seperti kaunuhu' â liman(keberadannya sebagi Dzat yang berilmu). Dengan demikian, sifat ma'nawiyyah juga ada tujuh meminta sifat ma'ani . Kedudukan Sifat Wajib 20 Subtansisifat-sifat wajib bagi Allah telah menjadi kajian ulama Ahlussunnah wal Jama'ah dalam rentang sejarah sejak masa Abu al-Hasan al-Asy'ari (260-324 H / 874-936 M) dan Abu Manshur al-Maturudi (238-333 H / 852¬-944 M), al-Qadhi Abu Bakar al-Baqillani (338-403 H / 950-1013 M), dan Imam al-Haramain (419-478 H / 1028-1085 M), hingga sekarang. Namun, yang merumuskan secara praktis menjadi 20 Sifat Wajib bagi Allah adalah al-Imam Muhammad bin Yusuf bin Umar bin Syu'aib as-Sanusi al-Hasani (832-895 H / 1428-1490 M), asal kota Tilmisan (Tlemcen) Aljazair, seorang yang multidisipliner: muhaddits , mutakalllim , manthiqi , muqri ' , dan pakar keilmuan lainnya. Dalam al-'Aqidah as-Sughra yang terkenal dengan judul Umm al-BarahainImam as-Sanusi mengatakan: فَمِمَّا يَجِبُ لِمَوْلَانَا جَلَّ وَعَزَّ عِشْرُونَ صِفَةً. "Maka di antara sifat wajib bagi Allah Kita-Yang Maha Agung dan Maha Perkasa-adalah 20 sifat." Dalam ranah keimanan terhadap Allah secara umum setiap mukallaf wajib percayai sifat wajib, percaya, dan jaiz bagi-Nya. Pentingnya ia harus: 1. Meyakini tanpa keraguan, tentang Allah pasti memberikan segala kesempurnaan yang pantas bagi keagungan-Nya. 2. Meyakini tanpa keraguan, yaitu Allah yang membantah dengan segala kekurangan yang tidak pantas untuk keagungan-Nya. 3. Meyakini tanpa keraguan, yaitu Allah dapat saja melakukan atau meninggalkan segala sesuatu yang memengaruhi jaiz (mumkin), seperti menghidupkan kembali manusia dan membinasakannya. Inilah akidah yang harus dipahami secara umum. Selain itu, setiap mukallaf wajib disetujui, terlengkap, sifat, wajib, 20, yang menjadi sifat-sifat dasar, kesempurnaan ( shifat sebagai ' siyyah kam â liyyah ) Allah sebagai Tuhan, 20 sifat dilindungi, dan satu sifat Jaiz untuk-Nya. Namun demikian, ini bukan berarti menentang sifat Allah yang menetapkan batas atas orang, tetapi karena sifat-sifat ini yang sering diperdebatkan di sepanjang sejarah umat Islam, maka dengan mengaturnya menjadi jelas bahwa Allah berfirman dengan segala kesempurnaan dan tersucikan dari segala kekurangan. Sifat Wajib 20 Tidak Membatasi Kesempurnaan Allah Apakah sifat wajib 20 meyakinkan kesempurnaan Allah? Jawabannya adalah sifat 20 yang tidak memenuhi kesempurnaan Allah yang tidak terbatas. Justrusifat wajib 20 itu merupakan sifat-sifat utama dari kesempurnaan Allah yang tidak terbatas, yang tidak dapat dipuji oleh manusia secara lengkap. Imam as-Sanusi dalam Syarh Umm al-Barahain menjelaskan: (ص) ) فمما يجب لمولانا جل وعز عشرون صفة ( (ش) أشار بمن التبعيضية إلى أن صفات مولانا جل وعز الواجبة له لا تنحصر في هذه العشرين , إذ كمالاته تعالى لا نهاية لها, لكن العجز عن معرفة ما لم ينصب عليه دليل عقلي ولا نَقْلِيٌّ لَا نُؤَاخِذُ بِهِ بِفَضْلِ اللهِ تَعَالَى “Kitab Asal (Umm al-Barahain) berisyarat dengan huruf مِنْ tab'idiyah untuk menentukan, sebab sifat-sifat Allah – Jalla wa 'Azza — tidak terbatas pada 20 sifat ini, sebab kesempurnaan-Nya tidak terbatas, karena ketidakmampuan menguji kemampuan-sifat yang tidak terjawab oleh dalil 'aqli dan naqli membuat kita tidak disiksa, berkat anugerah Allah Ta'ala. ” Yusuf Suharto, Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur (Tulisan ini disarikan dan diakses dari buku Khazanah Aswaja oleh Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur)
=== Rububiyah ===
Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya [[Rabb]] yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam [[Al Quran]] yang berbunyi:
{{Cquote|''Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.'' (Az-Zumar 39:62)}}
 
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/87676/dalil-dan-penjelasan-tentang-20-sifat-wajib-bagi-allah
Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah:
{{Cquote|''Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).'' (Ath-Thur: 35-36)}}
 
Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi rasulullah mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Allah,
{{Cquote|''Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki [[Arsy]] yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?''' (Al-Mu’minun: 86-89)}}
 
=== Uluhiyah/Ibadah ===
Tauhid uluhiyah dapat diartikan sebagai mentauhidkan atau mengesakan Allah dari segala bentuk peribadahan baik yang dzohir(terlihat) maupun batin<ref>{{Cite book|title=Syarh Tauhid|last=Al Jadid|first=|publisher=|year=|isbn=|location=|pages=17|url-status=live}}</ref> Itu artinya Kita beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. ''"Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). {{Cquote|''Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana.'' ('Al 'Imran 3:18)}} Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyahNya. Mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti salat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Di mana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rasul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu {{Cquote|''Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.'' (Shaad 38:5)}} Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Allah dan rasul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.
 
=== Asma wa sifat ===
Beriman bahwa Allah memiliki nama dan sifat baik ([[asma'ul husna]]) yang sesuai dengan keagunganNya yang telah Allah tetapkan di Alquran dan Assunah. Sedangkan dalam bertauhid kepada tauhid asma wa sifat ini jangan dilakukan dengan adanya tahrif(penyelewengan), ta'thil(penolakan) dan takyif(penggambaran), dan tasybih(penyerupaan). Umat Islam sendiri, mengenal 99 asma'ul husna yang merupakan nama sekaligus sifat Allah yang wajib diimani.
 
Imam Syafi’i meletakkan kaidah dasar ketika berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagai berikut:
 
''“Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah dan sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan apa-apa yang datang dari Rasulullah sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Rasulullah”.''<ref>{{Cite web|url=https://islamhariini.com/penjelasan-dan-penerapan-ilmu-tauhid/|title=Penjelasan Konsep Ilmu Tauhid dengan Praktik yang Benar {{!}} IslamHariIni|date=2017-05-06|website=Berita Islam Hari Ini|language=id-ID|access-date=2018-12-07}}</ref>
 
=== Tidak ada tauhid mulkiyah ===
Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah [[Tauhid Mulkiyah]] ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata.
{{Cquote|''Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.'' (Yusuf 12:40)}}
 
== Referensi ==