Soedirman: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ahmad.baddawi (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Ahmad.baddawi (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 104:
Pertempuran Ambarawa membuat Soedirman lebih diperhatikan di tingkat nasional,{{sfn|KR 1950, Djenderal Sudirman Wafat}} dan membungkam bisik-bisik yang menyatakan bahwa ia tidak layak menjadi pemimpin TKR karena kurangnya pengalaman militer dan pekerjaannya sebelumnya adalah guru sekolah.{{sfn|Sardiman|2008|p=216}} Pada akhirnya, Soedirman dipilih karena kesetiaannya yang tidak diragukan, sementara kesetiaan Oerip kepada Belanda dipandang dengan penuh kecurigaan. Soedirman dikukuhkan sebagai panglima besar TKR pada tanggal 18 Desember 1945.{{sfn|Adi|2011|p=50}} Posisinya sebagai kepala Divisi V digantikan oleh Kolonel Sutiro,{{sfn|Sardiman|2008|pp=126–127}} dan mulai berfokus pada masalah-masalah strategis.{{sfn|Sardiman|2008|p=142}} Hal yang dilakukannya antara lain dengan membentuk dewan penasihat, yang bertugas memberikan saran mengenai masalah-masalah politik dan militer.{{efn|{{harvtxt|Said|1991|pp=59–61}} mencatat bahwa setelah perang, banyak pemimpin militer dan politik Indonesia yang menyatakan bahwa mereka pernah bertugas di dewan ini}} Oerip sendiri menangani masalah-masalah militer.{{sfn|Said|1991|pp=59–61}}
 
Bersama-sama, Soedirman dan Oerip mampu mengurangi perbedaan dan rasa ketidakpercayaan yang tumbuh di antara mantan tentara KNIL dan PETA, meskipun beberapa tentara tidak bersedia tunduk kepada militer pusat, dan lebih memilih untuk mengikuti komandan batalion pilihan mereka. Pemerintah mengganti nama Angkatan Perang sebanyak dua kali pada Januari 1946, yang pertama adalah Tentara Keselamatan Rakjat, kemudian diganti lagi menjadi Tentara Repoeblik Indonesia (TRI).{{sfn|Anderson|2005|pp=372–373}}{{sfn|Adi|2011|p=51}}{{sfn|Said|1991|p=44}} Pergantian nama ini diakhiri dengan membentuk secara resmi [[TNI AL|angkatan laut]] dan [[TNI AU|angkatan udara]] pada awal 1946.{{sfn|Adi|2011|p=51}} Sementara itu, pemerintah Indonesia memindahkan pusat pemerintahan dari Jakarta – sekarang di bawah kontrol Belanda – ke Yogyakarta pada bulan Januari; delegasi yang dipimpin oleh Perdana Menteri [[Sutan Sjahrir]] melakukan negosiasi dengan Belanda pada bulan April dan Mei terkait dengan pengakuan kedaulatan Indonesia, namun tidak berhasil.{{sfn|Adi|2011|p=53}} Pada tanggal 25 Mei, Soedirman dikukuhkan kembali sebagai panglima besar setelah reorganisasi dan perluasan militer.{{sfn|Adi|2011|p=51}}{{sfn|Anderson|2005|pp=372–373}}{{sfn|Imran|1983|pp=80–81}} Dalam upacara pengangkatannya, Soedirman bersumpah untuk melindungi republik "sampai titik darah penghabisan."{{efn|Asli: "''... sampai titi' darah jang penghabisan.''"}}{{sfn|Imran|1980|p=35}} Menteri Pertahanan yang berhaluan kiri, [[Amir SjarifuddinSjarifoeddin]], memperoleh kekuasaan yang lebih besar setelah reorganisasi militer. Ia mulai mengumpulkan para tentara sosialis dan komunis di bawah kontrolnya, termasuk unit paramiliter (laskar) sayap kiri yang setia dan didanai oleh berbagai partai politik.{{efn|misalnya: [[Partai Sosialis Indonesia]] memiliki Pesindo, sedangkan [[Partai Masyumi]] memiliki Hisbullah {{harv|Said|1991|p=24}}.}} Sjarifuddin melembagakan program pendidikan politik di tubuh angkatan perang, yang bertujuan untuk menyebarkan ideologi sayap kiri. Memanfaatkan militer sebagai alat manuvering politik tidak disetujui oleh Soedirman dan Oerip, yang pada saat itu disibukkan dengan penerapan perlakuan yang sama bagi tentara dari latar belakang militer berbeda.{{sfn|Imran|1983|pp=82–84}}{{sfn|Adi|2011|pp=56–57}}{{sfn|Sardiman|2008|p=145}} Namun, rumor yang beredar mengabarkan bahwa Soedirman sedang mempersiapkan sebuah kudeta;{{sfn|Adi|2011|p=58}} upaya kudeta tersebut terjadi pada awal Juli 1946, dan peran Soedirman, kalaupun ada, tidak dapat dipastikan.{{efn|Perdana Menteri Sjahrir dan beberapa menteri lainnya diculik pada 27 Juni 1946 namun dilepaskan tidak lama kemudian. Pada tanggal 3 Juli, Djenderal Major Sudarsono Reksoprodjo tiba di istana presiden di Yogyakarta dengan membawa sebuah nota, konon dari Soedirman, menyatakan bahwa Soedirman sekarang menjadi presiden dan telah membubarkan kabinet. Sudarsono dan para pengikutnya, kebanyakan dari mereka adalah pendukung [[Tan Malaka]], ditangkap. Soedirman membantah keterlibatannya, mengatakan pada Soekarno bahwa perintahnya selalu ditulis tangan {{harv|Said|1991|pp=63–65}}.}}{{sfn|Said|1991|pp=63–65}} Pada bulan Juli, Soedirman mengonfirmasi rumor ini melalui pidato yang disiarkan di [[Radio Republik Indonesia]] (RRI), menyatakan bahwa ia, seperti semua rakyat Indonesia, adalah abdi negara,{{sfn|Adi|2011|p=58}} dan jika dirinya ditawari jabatan presiden, ia akan menolaknya.{{sfn|Sardiman|2008|p=146}} Di kemudian hari, ia menyatakan bahwa militer tidak memiliki tempat dalam politik, begitu juga sebaliknya.{{sfn|Sardiman|2008|p=218}}
 
=== Negosiasi dengan Belanda ===