Zakat profesi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wiendietry (bicara | kontrib)
opini, kembalikan ke revisi terakhit oleh Dragunova
Baris 6:
Referensi dari [[Al Qur'an]] mengenai hal ini dapat ditemui pada surat Al Baqarah ayat 267:
:''"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji''"
 
Pendapatan dari profesi, jelas memiliki kewajiban utuk dizakati, tidak ada yang menampik hal ini. Hanya bagaimana formulasinya, yang sebaiknya jangan disamakan dengan formulasi pajak zaman sekarang. Pajak dipungut tidak peduli berapapun penghasilan dan biaya hidup seseorang. Semestinya zakat, karena aturan dari Allah, harus berkeadilan, bukan menindas orang yang sudah lemah. Penghasilan kotor yang dizakati, mirip dengan pola pajak, apalagi untuk golongan pas-pasan. Selain zakat profesi yang tidak ada pada zaman Rasulullah, menurunkan nishob serta penerapan zakat pada penghasilan kotor, memiliki potensi menindas kaum pas-pasan, dengan dalih untuk menolong kaum lemah. Perbuatan dengan niat baik sebaiknya jangan dilakukan dengan cara yang buruk.
 
Zakat emas dan perak, yang diklaim sebagai zakat tradisional, apalagi berupa perhiasan, jelas memungkinkan sekali diperoleh dari pendapatan termasuk profesi, bukan dari hasil tambang. Jadi, zakat profesi bukan sesuatu yang terpisah dari zakat emas atau perak, karena dari pendapat tersebut, yang jelas setelah berlebih, barubisa dipakai untuk membeli perhiasan. Pada dasarnya, kewajiban pajak hanya dibebankan pada orang kaya, bukan orang miskin atau hidup pas-pasan. Artinya, seseorang diwajibkan zakat setelah memiliki kelebihan harta, yang dicirikan oleh telah tersimpan selama setahun, dan melebihi nishob. Itu artinya setelah semua biaya hidupnya terpenuhi, terutama biaya pokok, yang tentu saja tidak berlebih2an. Jelas kelebihan harta tersimpan yang dimaksud bukan setelah dikurangi biaya untuk berfoya-foya, atau biaya yang bersifat tersier seperti beli mobil mewah, jalan-jalan ke luar negeri, beli pakaian mewah, tetapi kebutuhan pokok sewajarnya yang memang dibutuhkan untuk bertahan hidup serta menjaga kemashlahatan keluarga dan turunan, seperti kebutuhn gizi, pakaian dan rumah, serta kesehatan, pendidikan, dan transportasi.
 
Pendidikan dan kesehatan penting, semestinya ajaran islam melihat ini sebagai hal penting. Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat, sedangkan pendidikan semsetinya dipandang islam sebagai penyiapa generasi muda muslim yang kuat dan terpelajar, karena kemiskinan dan kebodohan dekat dengan kekufuran. Jadi pendidikan semestinya dilihat sebagai kebutuhan pokok, dan tentunya biaya yang dimaksud dengan pengeluaran yang sewajarnya, bukan untuk biaya di sekolah internasional yang supermahal. Apakah islam tidak peduli dengan kualitas generasi mudanya, dan membiarkan di masa depan orang islam identik dengan buruh dan kuli, sehingga sekolah tidak dianggap sebagai kebutuhan? Sementara itu pemerintah saat ini tidak mempunyai kepedulian pada pendidikan rakyatnya, semuanya diserahkan pada mekanisme pasar sehingga menjadi sangat mahal, sedangkan para pedukung zakat profesi, yang notabene rata-rata sudah mapan juga ikut-ikutan menggencet kalangan pas-pasan dengan beban zakat yang mengada-ada ini?
 
Sedangkan transportasi, saat ini sangat mahal, padahal tanpa biaya transportasi tak ada pendapatan profesi tadi. Mana ada perusahaan atau instansi mau menggaji orang yang tidak masuk kerja. Hal ini juga harus dipandang sebagai kebutuhan pokok.
 
Sebaiknya zakat profesi jangan dikembangkan, yang tadinya mau menyaring kalangan kaya, akhirnya seperti orang panik, sikat semua. Perlu diketahui, dan hal ini semestinya sudah bukan hal baru, bahwa setiap orang gajian, pegawai, buruh, dan pekerja, sebelum terima gaji sudah dipotong pajak 15%, setiap gajian maupun terima apapun dari perusahaan atau instansi, yang merupakan potongan yang jauh lebih besar dari zakat. Bila mau melihat substansinya, zaman Rasul da negara islam, orang muslim bayar zakat sedangkan non-muslim bayar pajak, yang semuanya dikumpulkan oleh baitul mal, yang digunakan untuk operasional kenegaraan, seperti untuk membangun infra struktur, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mengatasi kemiskinan. Pajak di zaman sekarang, meski di negara yang bukan berdasarkan islam ini, seyogyanya juga memiliki peran yang sama. Masalah adanya korupsi, bukan tanggung jawab rakyat tetapi penguasa. Jadi bila banyaknya kemiskinan akibat korupsi yang akut, jangan dijadikan dalih untuk menarik zakat kembali dari penghasilan kotor semua orang, hingga yang cuma pas-pasan.
 
Jika para pemuka agama mau berpikir, kalangan kaya sebenarnya cukup banyak, yang memiliki simpanan milyaran di rekening, yang benar-benar telah tersimpan selama setahun, yang sangat layak untuk dizakati. Simpanan tersebut bisa jadi berasal dari kelebihan penghasilan yang diperoleh oleh para profesional berpenghasilan besar, yang notabene pendapatan profesi juga, tetapi sudah tersimpan setahun dan dikurangi biaya hidup. Soal apakah sang profesional tadi menghitung biaya hidup dengan standar mewah atau tidak, itu bergantung gaya hidup dan iman seseorang, Allah yang berhak menilai, bukan orang lain. Contoh kisah Sa'labah bisa jadi rujukannya. Nah, disini peran ulama dan ustadz untuk melakukan dakwah persuasif, untuk membentuk akhlak dan keimanan, agar para oang kaya tersebut mau berzakat dan berpola hidup yang tidak berlebih-lebihan, apalagi di tengah kemiskinan rakyat negeri ini. Bila kesadaran dan kepedulian itu berhasil dibangkitkan dari kalangan menegah atas (bukan menengah bawah yang pas-pasan), akan ada rush zakat yang besar tanpa harus pemaksaan dan mengada-adakan hukum yang tidak ada. Tariklah zakat dari orang-orang yang benar-benar kaya, atau benar-benar berkecukupan, jangan karena ide-ide keekonomiam, memperalat zakat dengan dalih banyaknya kemiskinan yang harus diatasi, sedemikan sehingga dengan membabibuta membabat semua orang supaya ditarik zakatnya, yang berujung menzalimi orang yang sebenarnya mencukupi kebutuhan sehari-hari saja harus sangat berhemat, supaya bisa memperbaiki nasibnya di masa depan, dengan susah payah supaya anaknya bisa terus bersekolah, di tengah-tengah himpitan biaya hidup dan biaya pendidikan yang terus semakin mahal ini.
 
== Waktu Pengeluaran ==
Baris 37 ⟶ 25:
# Secara langsung, zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor seara langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 3.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar: 2,5% X 3.000.000=Rp 75.000 per bulan atau Rp 900.000 per tahun.
# Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 1.500.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar : 2,5% X (1.500.000-1.000.000)=Rp 12.500 per bulan atau Rp 150.000,- per tahun.
#Zakat semestinya diwajibkan pada orang-orang yang memiliki kelebihan harta, buka pada orang yang penghasilannya pas-pasan. Konsep zakat profesi ini cenderung mengada-ada, yang tidak ada di jaman Rasul. Orang dengan penghasilan Rp 1,500,000, semestinya justru menerima bantuan dari zakat orag-orang kaya, bukan diwajibkan zakat. Konsep baru zakat seyogyanya tidak mendzalimi umat yang hidup di sekitar garis kemiskinan, yang pas-pasan atau sedikit di atas garis kemiskinan. Jangan campurkan antara konsep bahwa rejeki Allah akan dimudahkan pada orang berzakat, karena tidak relevan untuk orang yang pas-pasan. Orang pas-pasan, bahkan miskin, mungkin saja mau bersedekah meski dalam kesempitannya, tapi jangan diwajibkan zakat karena memang mereka tidak wajib zakat.
 
== Zakat Hadiah dan Bonus ==