Kidung Sunda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k replaced: seyogyanya → seyogianya
→‎Pupuh I: Tambah informasi dan referensi, dan beberapa koreksi kata. Penyesuaian dengan versi halaman bahasa Inggris.
Baris 20:
 
Maka Madhu kembali ke Majapahit membawa surat balasan raja Sunda dan memberi tahu kedatangan mereka. Tak lama kemudian mereka bertolak dari [[Kerajaan sunda|Sunda]] disertai banyak sekali iringan. Ada dua ratus kapal kecil dan jumlah totalnya adalah 2.000 kapal, berikut kapal-kapal kecil.
[[Berkas:Jan Huyghen van Linschoten Ship of China and Java.jpg|jmpl|Kapal [[Jung Jawa|jung hibrida China-Jawa]], digambar van Linschoten pada 1596.]]
 
Namun ketika mereka naik kapal, terlihatlah pratanda buruk. Kapal yang dinaiki Raja, Ratu dan Putri Sunda adalah sebuah “[[kapal Jung|jung]] bertingkat sembilan campuran [[Tatar]] ([[Mongolia]]/[[Tiongkok]])-Jawa<ref name=":3">{{Cite book|title=Le carrefour javanais. Essai d'histoire globale (The Javanese Crossroads.: EssayTowards ofa Global History) vol. 2|last=Lombard|first=Denys|publisher=Éditions de l'École des Hautes Études en Sciences Sociales|year=1990|isbn=2713209498|location=Paris|pages=}}</ref> seperti banyak dipakai semenjak perang [[Raden Wijaya|Wijaya]].” (bait 1. 43a.)
 
Sementara di Majapahit sendiri mereka sibuk mempersiapkan kedatangan para tamu. Maka sepuluh hari kemudian kepala desa Bubat datang melapor bahwa rombongan orang Sunda telah datang. Prabu Hayam Wuruk beserta kedua pamannya siap menyongsong mereka. Tetapi patih Gajah Mada tidak setuju. Ia berkata bahwa tidaklah seyogianya seorang maharaja Majapahit menyongsong Raja Sunda yang seharusnya menjadi raja bawahan. Siapa tahu dia seorang musuh yang menyamar.
Baris 54:
Secara garis besar bisa dikatakan bahwa cerita yang dikisahkan di sini, gaya bahasanya lugas dan lancar. Tidak berbelit-belit seperti karya sastra sejenis. Kisahnya memadukan unsur-unsur romantis dan dramatis yang memikat. Dengan penggunaan gaya bahasa yang hidup, para protagonis cerita ini bisa hidup. Misalkan adegan [[kidung Sunda#Gajah Mada yang dimaki-maki oleh utusan Sunda (bait 1. 66b – 1. 68 a.)|orang-orang Sunda yang memaki-maki patih Gajah Mada]] bisa dilukiskan secara hidup, meski kasar. Lalu Prabu Hayam Wuruk yang meratapi Putri Sunda bisa dilukiskan secara indah yang membuat para pembaca [[kidung Sunda#Prabu Hayam Wuruk yang meratapi Putri Sunda yang telah tewas (bait 3.29 – 3. 33)|terharu]].
 
Kemudian cerita yang dikisahkan dalam Kidung Sunda juga bisa dikatakan logis dan masuk akal. Semuanya bisa saja terjadi, kecuali mungkin moksanya patih Gajah Mada. Hal ini jugatidak bertentangan denganseperti sumber-sumber lainnya, seperti [[kakawin Nagarakretagama]]. Biasanya naskah Bali (kidung) diturunkan dari generasi ke generasi, lihatsecara pulabertahap bawahkehilangan iniakurasinya dan juga mengandung hal-hal yang lebih fantastis dan menakjubkan.<ref>{{Cite book|title=Notes on the Malay Archipelago and Malacca Compiled from Chinese Sources|last=W.P Groeneveldt|first=|publisher=|year=1880|isbn=|location=Batavia|pages=}}</ref>
 
Perlu dikemukakan bahwa sang penulis cerita ini lebih berpihak pada orang Sunda dan seperti sudah dikemukakan, sering kali bertentangan dengan sumber-sumber lainnya. Seperti tentang wafat prabu Hayam Wuruk dan patih Gajah Mada, penulisannya berbeda dengan kakawin Nagarakretagama.
Baris 60:
Kemudian ada sebuah hal yang menarik, tampaknya dalam kidung Sunda, nama raja, ratu dan putri Sunda tidak disebut. Putri Sunda dalam sumber lain sering disebut bernamakan [[Dyah Pitaloka Citraresmi|Dyah Pitaloka]].
 
Satu hal yang menarik lagi ialah bahwa dalam teks dibedakan pengertian antara [[Nusantara]] dan tanah Sunda. Orang-orang Sunda dianggap bukan orang Nusantara, kecuali oleh patih Gajah Mada. Sedangkan yang disebut sebagai orang-orang Nusantara adalah: orang [[Palembang]], orang [[Tumasik]] ([[Singapura]]), [[Suku Madura|Madura]], [[Bali]], Koci (?), Wandan ([[Banda, Maluku Tengah]]), Tanjungpura ([[Kabupaten Ketapang]]) dan Sawakung ([[Pulau Sebuku]]?) (contoh bait 1. 54 b.) . Hal ini juga sesuai dengan kakawin Nagarakretagama di mana tanah Sunda tak disebut sebagai wilayah Majapahit di mana mereka harus membayar upeti. Tapi di Nagarakretagama, Madura juga tak disebut.
 
Dalam konteks kolonial Belanda, permusuhan kedua etnis ini tampaknya sengaja dipelihara sebagai bagian dari politik pecah belah (''devide et impera''). Kidung Sundayana yang memuat kisah Pasunda Bubat masuk dalam pelajaran di sekolah-sekolah Belanda di Jabar.
 
Konflik ini sengaja terus dikipas-kipas oleh Belanda. Padahal sebagai sebuah sejarah, akurasinya perlu dipertanyakan, penuh bias, karena bercampur mitos. Jarak antara serat Pararaton (1474 M) yang menjadi rujukan kidung Sundayana, sangat jauh dengan peristiwa Perang Bubat, sekitar 117 tahun. Tidak ada prasasti sebagai sumber otentik yang bisa menjadi rujukan.
Baris 69:
Semua [[naskah]] kidung Sunda yang dibicarakan di artikel ini, berasal dari Bali. Tetapi tidak jelas apakah teks ini ditulis di [[Jawa]] atau di Bali.
 
Kemudian nama penulis tidaklah diketahui pula. Masa penulisan juga tidak diketahui dengan pasti. Di dalam teks disebut-sebut tentang [[bedil]] (senjata [[bubuk mesiu]] atau [[senjata api]]). Senjata apiberbasis bubuk mesiu masuk ke Indonesia sejak [[Serbuan Yuan-Mongol ke Jawa|perang Jawa-Mongol Yuan]], dimana pasukan Mongol menyerang Kediri dengan ''pao'' (bahasa China untuk meriam).<ref name=":0">Song Lian. ''[[Sejarah Yuan]].''</ref> Meriam yang disebut [[cetbang]] sudah umum digunakan saat ekspansi Majapahit tahun 1336-1350.<ref>Dr. J.L.A. Brandes, T.B.G., LII (1910)</ref><ref>{{Cite webbook|urltitle=http://penyuluhbudayabojonegoro.blogspot.co.id/2014/10/prasasti-sekar.htmlBudaya Bahari|titlelast=PRASASTIPramono|first=Djoko|publisher=Gramedia Pustaka SEKARUtama|websiteyear=penyuluhbudayabojonegoro.blogspot.co.id2005|access-dateisbn=9789792213768|location=|pages=2017-08-06}}</ref>{{Rp|57}}
 
Bagaimanapun, puisi ini pastinya disusun setelah tahun 1540 karena ada deskripsi kuda Anepakěn, pati Sunda. Kudanya bisa dibandingkan dengan kuda Rangga Lawe, tokoh terkenal dari puisi Jawa lainnya; Kidung Rangga Lawe. Kidung Rangga Lawe ini disusun pada 1540.
 
Pengaruh Islam sudah terlihat. Kidung Sunda berisi beberapa kata pinjaman [[Bahasa Persia|Persia]]-[[Bahasa Arab|Arab]] seperti ''kabar'' (berita) dan ''subandar'' (bersinonim dengan ''syahbandar'', yang berarti kepala pelabuhan).