Dayah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
→‎Referensi: https://www.google.com/search?tbm=bks&q=isbn:9789791016315
Baris 38:
Secara historis dan kultural masyarakat Aceh, dayah di Aceh telah sejak lama dijadikan sebagai pusat pelatihan yang secara otomatis menjadi pusat berkembangnya agama dan budaya Islam yang berlaku ditengah [[masyarakat]] di Aceh. Bagi masyarakat Aceh, dayah menjadikan salah satu poin pelaksanaan kewajiban agama Islam dalam hal ini tentang pendidikan agama. Dari dayah bermunculan ulama dan kadernya yang menjadi penentu keberhasilan dakwah dalam agama Islam.
 
Para pendiri dan pengasuh dayah merupakan tokoh sentral dalam sebuah masyarakat. Para teungku dayah bahkan memimpin masyarakat baik secara sosial maupun politik. Tidak sedikit ulama-ulama dayah yang terkenal, baik dari segi keilmuannya juga dari sumbangsihnya kepada negara. Dayah seringkalisering kali menjadi tempat rujukan setiap permasalahan sosial dan politik ditengah masyarakat Aceh. Teungku-teungku dayah senantiasa menjadi penasehat utama pemerintah yang berkuasa, bahkan penjajah Belanda pada masa setelah memadamkan perlawanan gerilya pejuang Aceh juga ikut menerima beberapa saran dan arahan dari teungku dayah.
 
Aceh yang nyaris tak pernah sepi dari konflik semenjak ekspedisi militer Belanda di Aceh pada penghujung abad ke-19 membuat posisi teungku dayah menjadi sosok utama ditengah masyarakat. Banyak ulama-ulama Aceh yang syahid, gugur di medan perang melawan penjajah, membela negara dan tanah air, seperti [[Teungku Chik Di Tiro]], [[Teungku Chik Kuta Karang]], [[Teungku Fakinah]] dan seumpama dia. Mereka ini adalah lulusan dayah yang mengabdikan hidupnya menjadi pemimpin masyarakat pejuang pada masanya. Setelah kemerdekaan Indonesia para teungku dayah sebagian meleburkan diri kedalam gerakan memperjuangkan berdirinya negara Indonesia di Aceh. Demikian juga gerakan perlawanan yang terus terjadi di Aceh hingga tahun 2005, tak urung dalam banyak peristiwa bersejarah para teungku dayah juga terlibat didalamnya.