Empat Kebenaran Mulia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgx (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
EMPAT KEBENARAN MULIA
{{rapikan}}
(Cattari Ariya Saccani)
Empat Kesunyataan Mulia juga sering diterjemhkan sebagai Empat Kebenaran Utama merupakan ajaran pokok dari Sang Buddha tentang kehadiran kehidupan. Dalam bahasa Pali disebut Ariya Sacca yang terdiri dari:
 
Adalah kebenaran absolut atau mutlak yang berlaku bagi siapa saja tanpa membeda-bedakan suku, ras, budaya, maupun agama. Karena mengakui atau tidak mengakui, suka atau tidak suka, setiap manusia mengalami dan diliputi oleh hukum kebenaran ini.
1. Dukkha: Dalam segenap bentuk eksistensi terdapat Penderitaan. Melihat dan menerima Penderitaan segagai kenyataan eksistensi merupakan titik tolak penerimaan ajaran Buddha;
 
Empat Kebenaran Mulia merupakan "temuan" BUKAN ciptaan Pangeran Siddhartha yang bermeditasi di bawah Pohon [[Bodhi]] hingga memperoleh Penerangan Sempurna dan menjadi [[Buddha]]. Sebagaimana temuan bola [[lampu]] oleh Thomas ALfa Edisson Jadi, maka demikian pula dengan Empat Kebenaran Mulia yang ditemukan dan diajarkan oleh Sang Buddha Gotama kepada umat manusia di bumi ini. Muncul ataupun tidak muncul seorang Buddha di dunia ini, kebenaran itu akan tetap ada dan berlaku secara universal.
2. Samudaya: Tetapi penderitaan itu ada sebabnya, samudaya berarti melihat dan menerima Sebab Penderitaan;
 
Empat Kebenaran itu adalah:
3. Nirodha: Secara harafiaf berarti Melenyap, dalam kaitan ini Lenyapnya Penderitaan;
1. Duka atau Penderitaan (DUKKHA)
2. Sebab Penderitaan (DUKKHA SAMUDAYA)
3. Berakhirnya Penderitaan (DUKKHA NIRODHA)
4. Cara Menghentikan Penderitaan (DUKKHA NIRODHA GAMINIPATIPADA)
 
Bagian Pertama dan Kedua merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan, seperti halnya sebuah penyakit dengan sebab penyakitnya. Demikianlah hubungan antara Penderitaan dan Sebab Penderitaan.
4. Magga: Jalan Menuju Lenyapnya Penderitaan, yakni jalan yang harus ditempuh guna mencapai Nirodha, Pencerahan (Vijja), Pembebasan(Vimutti)atau Nibbanna(magga pahala).
 
Bagian Ketiga dan Keempat juga merupakan dua hal yang saling berhubungan, sebagaimana sakit flu dapat disembuhkan dengan berobat ke dokter atau minum obat flu yang dijual di toko-toko obat. Demikian pula Berakhirnya Penderitaan pasti ada Cara Menghentikan Penderitaan itu.
Catatan: Pengertian Dukkha sebagai "penderitaan" (suffering) jauh lebih luas daripada sekedar penderitaan secara lahir (seperti kemiskinan, sakit, kecelakaan dsb)tetapi juga mengandung penderitaan jiwa (pali "domanassa"). Secara umum dapat dikatakan bahwa dukha mengandung aspect ketidakpuasan yang sangat halus tapi mendalam dalam segala perilaku, perasaan dan pemikiran dan keadaan jiwa.
 
PENDERITAAN (DUKKHA)
Dukkha:
Berbagai bentuk penderitaan yang ada di dunia ini dapat dirangkum ke dalam tiga bagian utama atau kategori, yaitu:
Kebenaran adanya penderitaan secara umum dan khusus:
1. Penderitaan Biasa (Dukkha-Dukkha), misalnya sakit flu, sakit perut, sakit gigi, dan sebagainya.
"Kelahiran adalah dukkha, usia tua adalah dukkha; kematian adalah dukkha; kesakitan, keluh-kesah, ratap tangis, kesedihan, dan putus asa adalah dukkkha; berpisah dengan yang dicintai dan bertemu dengan yang tidak disukai adalah dukkha; tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah dukkha. Singkatnya, lima kelompok kemelekatan adalah dukkha."
2. Penderitaan karena Perubahan (Viparinama-Dukkha), misalnya berpisah dengan yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci, tidak tercapai apa yang diinginkan, sedih, ratap tangis, putus asa, dan sebagainya.
3. Penderitaan karena memiliki Badan Jasmani (Sankhara-Dukkha), yaitu penderitaan karena kita lahir sebagai manusia, sehingga bisa mengalami sakit flu, sakit gigi, sedih, kecewa, dan sebagainya.
 
SEBAB PENDERITAAN (DUKKHA SAMUDAYA)
Kemelekatan yang dimasud adalah identifikasi kesadaran mahluk pada badan, persaan, pikiran, pengkondisian dan keadaan jiwa. Kemelekatan ini memperkuat keberadaan kilesatanha existensi diri. Menurut ajaran Buddha (juga dikenal sebagai dhamma) ada 12 macam penderitaan yang dapat dikenal sebagai ungkapan Dukha:
Ketiga macam penderitaan di atas tentu tidak muncul begitu saja, tetapi karena ada sebab yang mendahului, BUKAN asal mula. Karena disebut dengan SEBAB, maka hal itu tidak dapat diketahui awal dan akhirnya. Sebab penderitaan itu adalah karena manusia diliputi Keserakahan, Kebencian dan Kegelapan Batin, sehingga mengakibatkan kelahiran yang berulang-ulang dari masa ke masa dari satu alam ke alam berikutnya.
1. Jati-dukkha: Penderitan akibat kelahiran.
2. Jara-dukkha: Penderitaan akibat menjadi tua.
3. Byadhi-dukkha: Penderitaan akibat sakit.
4. Marana-dukkha: Penderitaan karena mati.
5. Soka-dukkha: Penderitaan akibat kesedihan.
6. Parideva-dukkha: Penderitaan akibat ratap tangis.
7. Kayika-dukkha: Penderitaan akibat sebab-sebab lahiriyah.
8. Domanassa-dukkha: Penderitaan bathiniyah.
9. Upayasa-dukkha: Penderitaan akibat tidak ada jalan keluar atau putus asa.
10. Appiyehisampayoga-dukkha: Penderitaan akibat bertemu dengan yang tidak disukai atau dengan lawan.
11. Piyehivippayoga-dukkha: Penderitaan akibat berpisah dengan yang dicintai.
12. Yampicchannaladhi-dukkha: Penderitaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan.
 
Manusia banyak yang tidak menyadari bahwa ada kebebasan dari semua bentuk penderitaan yang dapat dicapai ketika masih hidup. Mereka kebanyakan melekat pada kesenangan-kesenangan nafsu indera, menghancurkan kehidupan makhluk lain, menganut pandangan salah yang menyesatkan banyak orang dan menjanjikan kebahagiaan semu dan sementara, hidupnya tidak diarahkan dengan baik, tidak membuka diri untuk belajar lebih dalam tentang kebenaran universal, menjadi orang dungu yang hanya tahu tapi tidak mempraktekkan apa yang ia ketahui, menjadi orang bodoh yang tidak mampu membedakan kebaikan dan kejahatan. Inilah sebab penderitaan yang menyelimuti kebanyakan umat manusia, yaitu Nafsu yang tiada henti (Tanha), dan Avijja (kebodohan batin) yang menjadi sebab kelahiran berulang-ulang bagi dirinya.
 
BERHENTINYA PENDERITAAN (DUKKHA NIRODHA)
Samudaya: Sebab Penderitaan ditekankan oleh kehadiran kehausan keinginan yang memperkuat rasa kesadaran Aku(Kilesatanha). Kehausan ini di sebabkan oleh sentuhan (Phaso)yang menimbulkan perasaan (Vedana); yang menimbulkan pelekatan(Upadana)atau identifikasi dan akhirnya menginisiasi lakutindak (Bhavo). Pada taraf yang lebih mendalam rasa dan keinginan untuk memuaskan pancaindera didorong oleh kejahilan (Avijja) semakin terkontrol oleh kehausan Ego(Asavakhaya/Anusayakilesa). Demi kehadirannya dalam diri Ego (Aku)mengusahakan berhasilnya pemuasan kebutuhan pancaindera:
Sebagaimana kesakitan akan sembuh manakala sebabnya telah diketahui dan diberikan obat yang tepat, demikian pula penderitaan seseorang juga dapat dihentikan dengan mempraktekkan cara-cara yang benar dan berlaku secara universal. Kebahagiaan akan dicapai manakala ia terbebas dari penderitaan itu. Kebahagiaan ini adalah kebahagiaan sejati, dimana tidak akan diketahui kemana perginya seseorang yang telah bebas dari derita batin dan jasmani. Inilah kebahagiaan Nibbana. Kebahagiaan yang dapat dicapai BUKAN setelah meninggal dunia saja, tetapi juga ketika masih hidup di dunia ini.
"Itulah nafsu keinginan (tanhã) yang mengakibatkan kelahiran kembali (tumimbal lahir) yang berulang, dengan disertai oleh hawa nafsu akan
kenikmatan indria dan kesenangan indria. Misalnya, nafsu keinginan terhadap perasaan sensual, nafsu keinginan terhadap yang berwujud maupun
yang tidak berwujud."
 
Nibbana bukanlah suatu tempat, melainkan keadaan dimana seseorang mempunyai pikiran yang sangat jernih yang telah terbebas dari sifat serakah, benci, dan gelap batin. Ia dapat mencapainya ketika masih memiliki badan jasmani. Sebagaimana perjuangan Pangeran Siddhartha untuk mencari jalan keluar dari fenomena usia tua, sakit dan kematian hingga menjadi Buddha, maka seperti itulah seseorang dengan sekuat tenaganya sendiri berusaha mengikis habis sifat-sifat jahat yang ada dalam dirinya, mengikis habis ego dalam dirinya, mengikis habis nafsu-nafsu indera, dan memunculkan kebijaksanaan paling tinggi dalam kehidupannya dan menjadikan dirinya sendiri sebagai Orang Suci meskipun masih bergaul dengan banyak orang dan berpenghidupan di masyarakat luas. Kelak ketika ia meninggal dunia, maka tidak akan ada lagi orang yang mengetahui kemana ia pergi, karena Nibbana bukanlah suatu tempat. Sebagaimana api itu ada, namun tidak seorang pun yang dapat mengetahui kemana perginya api setelah padam.
Nirodha: Lenyapnya Penderitaan
"Itulah penghancuran kegemaran dan pelenyapan keinginan; ditolak, dilepas, dan ditinggalkannya nafsu keinginan. Hal ini harus dilakukan oleh diri sendiri." Lenyapnya penderitaan adalah akibat hilangnya pemelakatan dengan lima kelompok pemelkatan sehingga bisa terwujud keadaan (realisasi) Nibanna.
 
Jika diibaratkan sebuah lilin yang menyala, apinya adalah kebencian, keserakahan, dan kegelapan batin dan batang lilin adalah badan jasmani, maka ketika nyala lilin padam bersamaan dengan habisnya batang lilin yang terbakar, saat itulah fenomena-fenomena selanjutnya dari lilin tersebut tidak dapat diketahui oleh siapapun.
Magga: Jalan Menuju Lenyapnya Penderitaan
"Itulah Jalan Mulia Berunsur Delapan yang terdiri dari: Pengertian Benar (Sammã Ditthi), Pikiran Benar (Sammã Sankappa), Ucapan Benar (Sammã Vãca), Perbuatan Benar (Sammã Kammantã), Penghidupan Benar (Sammã Ãjiva), Usaha Benar (Sammã Vãyama), Perhatian Benar (Sammã Sati), dan Konsentrasi Benar (Sammã Samãdhi)."
 
Inilah gambaran Nibbana secara sederhana.
[[Kategori:Buddhisme]]
 
Jadi sangat mungkin Kebahagiaan Sejati dapat dicapai bukan setelah meninggal dunia, tetapi juga ketika masih hidup.