Hoegeng Iman Santoso: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
Baris 13:
Tahun 1950, Hoegeng mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, George, [[Amerika Serikat]]. Dari situ, dia menjabat Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952). Lalu menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi Sumatera Utara (1956) di [[Medan]]. Tahun 1959, mengikuti pendidikan Pendidikan [[Brimob]] dan menjadi seorang Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala Jawatan Imigrasi (1960), Menteri luran Negara (1965), dan menjadi Menteri Sekretaris Kabinet Inti tahun 1966. Setelah Hoegeng pindah ke markas Kepolisian Negara kariernya terus menanjak. Di situ, dia menjabat Deputi Operasi Pangak (1966), dan Deputi Men/Pangak Urusan Operasi juga masih dalam 1966. Terakhir, pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara (tahun 1969, namanya kemudian berubah menjadi Kapolri), menggantikan Soetjipto Joedodihardjo. Hoegeng mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 2 Oktober 1971, dan digantikan oleh Drs. [[M. Hasan|Mohamad Hasan]].
 
Hoegeng Imam Santoso, dikenal sebagai tokoh yang penuh kesederhanaan. Hingga kini, kendati tidak lagi duduk di jabatan pemerintahan, dia masih mencurahkan perhatiannya pada masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
 
'''Hoegeng Iman Santoso,Bertahan Dijalur Jujur'''
 
Bekas Kepala Polisi Republik Indonesia,Jendral Polisi Purnawirawan Hoegeng Iman Santoso,dikenal dan dikenang karena kejujurannya. Sepanjang kehidupannya ia berulang kali berhadapan dengan godaan berupa upaya penyuapan. Namun ia bertahan,dan menunjukkan sikap yang tangguh.Sikapnya yang keras menunjukkan sifatnya yang punya kepribadian.Pandangannya,bila diyakininya benar,sulit diubah.Ia tidak pernah merasa perlu menyesuaikan diri,apalagi mengikuti keadaan yang tidak terpuji. Dalam keadaan terdesak pun ia akan mempertahankan pendiriannya.
 
Suatu hari,Dirjen Bea Cukai melaporkan pada saya bahwa ada orang yang menyelundup tekstil untuk orang Kostrad.”Baik saya ambil oper persoalan ini dan saya akan menghadap pak Harto”jawab saya.Lalu saya minta bertemu pak Harto tentang kegiatan orang India tersebut.Dua hari kemudian,Pak Harto mengatakan”terserah Hoegeng saja” Saya menindaknya dengan menyita barang-barang selundupan itu dan mendenda seberat-beratnya.
 
Hoegeng Imam Santoso: "Rupanya saya dianggap berbahaya oleh berbagai “tuan besar” karena katanya saya terlalu sering menangkapi orang.Saya mendengar desas-desus ini,terutama ketika saya menyelidiki kasus Robby Tjahyadi. Beberapa rekan dibea cukai dan kepolisian memberi informasi tentang adanya penyelundupan mobil-mobil mewah,termasuk Mercedes.Saya menyadari bahwa tentu saja ada berbagai pihak yang tidak senang melihat kami mengutak-utik masalah penyelundupan ini. Tapi kepolisian toh menginvestigasinya seperti kasus kriminal biasa. Sungguh mati saat itu saya tak tahu hubungan Robby Tjahyadi dengan para pembesar (khususnya Soeharto). Ketika mulai tercium gerak-geriknya dan Koran-koran mulai menulis tentang kegiatannya,saya merasakan banyak sekali pejabat yang berlomba-lomba ingin melepas Robby Tjahyadi. Lho,saya heran,Robby Tjahyadi ini siapa?Kok banyak betul yang ingin membantunya. Tapi saya dan rekan-rekan tidak peduli.Mungkin kami dianggap naïf.Kami betul-betul ingin menangani kriminalitas tanpa melihat pangkat jabatan.
Sayang sekali,ketika akhirnya ia ditangkap dan diadili,saya tidak menjabat sebagai Kapolri lagi. Pada tanggal 6 September 1971 saya dipanggil Soeharto,”bagaimana jika Hoegeng jadi duta besar di Belgia”.
“kalau di Indonesia masih ada lowongan, saya bersedia. Tapi jangan jadi duta besar.”jawab saya.“Wong saya belajar untuk menjadi polisi, bagaimana bisa jadi duta besar? Pak Harto menjawab di Indonesia tidak ada lowongan.Ya wis,saya mengundurkan diri saja. Pak Harto setuju. Maka sayapun mengundurkan diri tanggal 2 Oktober 1971.
Hingga kini,saya merasa alasan saya diberhentikan tidak terlalu jelas.Rekan-rekan saya banyak yang menyalahkan saya,karena katanya saya terlalu bergairah dalam menangani kasus Robby Tjahyadi. Saya sendiri tidak mau menghubung-hubungkan satu kasus dengan kasus lain tanpa bukti. Alasan lain secara resmi diberitakan dikoran-koran adalah,pergantian saya dengan Jendral Hasan adalah untuk”peremajaan”.Padahal pengganti saya,Jendral Hasan waktu itu sudah berusia 51 tahun,artinya dua tahun lebih tua daripada saya.
 
== Penghargaan ==