Banten Girang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
Menambah referensi
Baris 5:
Di [[Museum Nasional Indonesia]] di Jakarta terdapat sejumlah arca yang disebut "arca [[Caringin]]" karena pernah menjadi hiasan kebun asisten-residen Belanda di tempat tersebut. Arca tersebut dilaporkan ditemukan di Cipanas, dekat kawah [[Gunung Pulosari]], dan terdiri dari satu dasar patung dan 5 arca berupa [[Shiwa]] Mahadewa, [[Durga]], [[Batara Guru]], [[Ganesha]] dan [[Brahma]]. Coraknya mirip corak patung Jawa Tengah dari awal abad ke-10. Oleh karena itu, Gunung Pulosari dikaitkan dengan Banten Girang dan diperkirakan merupakan tempat kramat kerajaan Sunda.
 
Menurut ''[[Sajarah Banten]]'', sesampai di Banten Girang, [[Sunan Gunung Jati]] dan puteranya, [[Hasanuddin]], mengunjungi Gunung Pulosari yang saat itu merupakan tempat kramat bagi kerajaan. Di sana, Gunung Jati menjadi pemimpin agama masyarakat setempat, yang masuk Islam. Baru setelah itu Gunung Jati menaklukkan Banteng Girang secara militer. Kemudian dia menjadi raja dengan restu raja [[Kesultanan Demak|Demak]]. Dengan kata lain, Gunung Jati bukan mendirikan kerajaan baru, tetapi merebut tahta dari kerajaan yang sudah ada, yaitu Banten Girang.<ref>{{Cite journal|last=Maftuh|first=Maftuh|date=2015-06-30|title=Islam pada Masa Kesultanan Banten|url=https://www.neliti.com/id/publications/282852/islam-pada-masa-kesultanan-banten|journal=Alqalam|language=id|volume=32|issue=1|pages=83–115|issn=1410-3222}}</ref>
 
Tahun [[1526]] [[kerajaan Demak]] merebut pelabuhan Banten dan Banten Girang, dibantu Gunung Jati, Hasanuddin dan Ki Jongjo. Hasanuddin naik tahta, menggantikan raja yang dalam sumber Portugis dipanggil "Sanghyang" dan baru meninggal. Peristiwa ini merupakan pendirian [[kerajaan Banten]]. Hasanuddin memindahkan pusat kerajaan dari Banteng Girang ke pelabuhan Banten. Namun sampai akhir abad ke-17 Banten Girang masih dipakai sebagai tempat istirahat raja.