Menulis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 36.65.83.214 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh IvanLanin
Tag: Pengembalian
Desasabang (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 1:
Darud Da’wah Wal Irsyad ( DDI ) merupakan realisasi dari keputusan musyawarah Alim Ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah se Sulawesi Selatan tentang perlunya dibentuk suatu organisasi guna lebih meningkatkan fungsi dan peranan MAI Mangkoso, maka muncullah beberapa usul tentang nama bagi organisasi yang akan dibentuk itu. Antara lain usul dari K.H. Muh. Abduh Pabbajah dengan nama “نصر الحـقّ”, dari Ustadz H. Muh. Thahir Usman mengusulkan nama “العـروة الوثقى”, sementara Syekh Abd. Rahman Firdaus mengusulkan nama “دارالدعـوةوالارشـاد“. Setelah dimusyawarahkan, maka yang disepakati secara bulat adalah nama “Darud Da’wah Wal Irsyad”.[1]
[[Berkas:Egyptian funerary stela.jpg|jmpl|[[Hieroglif]] [[Mesir Kuno]], salah satu contoh awal kegiatan menulis]]
 
Menurut Syekh Abd.Rahman Firdaus pemberian nama demikian adalah merupakan tafaul dalam rangka menyebarluaskan dakwah dan pendidikan dengan pengertian, Darun (دار) = Rumah, artinya tempat atau sentral penyiaran, Da’wah (دعـوة) = Ajakan, artinya panggilan memasuki rumah tersebut. Al-Irsyad (الإرشـاد) = Petunjuk, artinya petunjuk itu akan didapat melalui proses berdakwah lebih dahulu di suatu daerah kemudian disusul pendidikan pesantren/madrasah.
'''Menulis''' adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau [[informasi]] pada suatu [[media]] dengan menggunakan [[huruf|aksara]].
 
Berdasar pada argumen yang disebut di atas, maka Darud Da’wah Wal-Irsyad pada hakekatnya adalah suatu organisasi yang mengambil peran dalam fungsi mengajak manusia ke jalan yang benar dan membimbingnya menurut ajaran Islam ke arah kebaikan dan mendapatkan keselamatan dunia akhirat.
Menulis biasa dilakukan pada media [[kertas]] dengan menggunakan alat-alat seperti [[pena]] atau [[pensil]]. Pada awal sejarahnya, menulis dilakukan dengan menggunakan [[gambar]], contohnya tulisan [[hieroglif]] (''hieroglyph'') pada zaman [[Mesir Kuno]].
 
Untuk terwujudnya organisasi ini dan agar dapat segera memulai kegiatan-kegiatannya, maka oleh peserta musyawarah Alim Ulama diamanatkan kepada K. H. Abd. Rahman Ambo Dalle selaku pimpinan MAI yang telah memiliki cabang di beberapa daerah untuk mengambil prakarsa seperlunya. Segera K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle menjalankan amanah yang diembannya ini dengan mengundang guru-guru MAI beserta utusan cabang-cabang MAI dari daerah-daerah agar segera datang ke Mangkoso untuk menghadiri musyawarah yang diadakan pada bulan Sya’ban 1366 H. (1947 M.). Musyawarah ini sengaja diadakan untuk menyusun aktifitas (program) yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam musyawarah di Watansoppeng beberapa waktu sebelumnya. Memperhatikan kedua musyawarah ini, maka dapat dimengerti kalau pada asasnya MAI Mangkoso adalah cikal bakal berdirinya sebuah organisasi yang sampai kini dikenal dengan nama DDI.
Tulisan dengan aksara muncul sekitar 5.000 tahun lalu. Banyak orang dari [[Sumeria]] ([[Irak]]) menciptakan tanda-tanda pada [[tanah liat]]. Tanda-tanda tersebut mewakili bunyi, berbeda dengan huruf-huruf hieroglif yang mewakili kata-kata atau benda.
 
Dilihat dari sudut historis sosiologis MAI Mangkoso yang lahir pada hari Rabu 20 Zulkaidah 1357 H. atau 11 Januari 1938 merupakan elemen dasar lahirnya suatu wadah yang ditunjang suatu idealisme yang dalam pengembangannya berwujud organisasi persatuan DDI. Atas dasar kerangka berpikir inilah, jelas pula posisi musyawarah Alim Ulama Ahlussunnah Wal Jamaah yang diselenggarakan pada hari Jum’at 16 Rabiul Awal 1366 H. yang bertepatan dengan 17 Februari 1947 di Watan Soppeng sebenarnya adalah merupakan suatu forum yang berusaha untuk menemukan suatu rumusan yang berupa konsepsi dalam usaha menata potensi umat dengan membenahi dan meningkatkan peranan MAI Mangkoso guna memenuhi hasrat dan kebutuhan masyarakat, yang membawa konsekuensi diintegrasikannya MAI Mangkoso menjadi organisasi Darud Da’wah Wal Irsyad ( DDI ).
Kegiatan menulis berkembang pesat sejak diciptakannya teknik [[percetakan]], yang menyebabkan orang makin giat menulis karena karya mereka mudah diterbitkan.
 
Pengintegrasian itu sendiri harus diartikan sebagai suatu tolak ukur dalam peningkatan bentuk struktural dan operasional dari wadah yang bersifat organisasi sekolah semata, menjadi organisasi yang bersifat kemasyarakatan yang lapangan geraknya mengambil peranan dalam bidang pendidikan, dakwah dan usaha-usaha sosial.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan media, kegiatan menulis juga ikut berkembang pesat di dunia. Melalui media elektronik, setiap orang dapat memperoleh bahan penulisan dari internet; sehingga penulis lebih efisien waktu, biaya, dan tenaga. Saat ini penulis juga bisa berbagi semua tulisannya di manapun ia berada dengan menggunakan teknologi berbasis internet. Begitu juga dengan para pembaca, akan lebih mudah untuk melihat tulisan-tulisan penulis yang digemarinya.
 
Mangkoso sebagai Pusat Organisasi Darud Da’wah Wal Irsyad ( DDI )
Pada awal berdirinya Darud Da’wah Wal Irsyad, pusat organisasi ini berkedudukan di Mangkoso yang didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain guna mempermudah diterapkannya penggunaan nama DDI dalam mengganti nama MAI pada eselon bawah di daerah-daerah, yang semula sudah didirikan MAI ditempat itu. Demikian pula karena tempat kedudukannya K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle sebagai pimpinan organisasi berada di Mangkoso.
 
Sebagai suatu organisasi yang baru berdiri, maka salah satu yang paling mendesak untuk dibenahi adalah merampungkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang didalamnya akan tergambarkan intensitas check and balance yang merupakan gambaran berlangsungnya demokratisasi dalam tubuh organisasi.
 
Untuk merampungkan penyusunan AD/ART ini ditangani oleh K.H. Muh. Abduh Pabbajah selaku Sekretaris. Semula AR/ART ini ditulis dalam Bahasa Arab kemudian diindonesiakan oleh K.H. M. Ali al-Yafie guna memudahkan bagi warga Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI) untuk memahaminya. Pekerjaan ini dilakukan bersama-sama dengan K.H. M. Amin Nashir. Sejak itu singkatan DDI mulai dipakai.
 
Dalam memantapkan proses pengintegrasian MAI Mangkoso menjadi Darud Da’wah Wal Irsyad ( DDI ), dan untuk terjaminnya hubungan komunikasi antara pimpinan pusat organisasi dengan cabang-cabang di daerah, serta untuk memudahkan saluran informasi tentang kegiatan-kegiatan organisasi, maka diterbitkanlah satu bulletin yang diberi nama “Risalah Addariyah” yang mulai terbit pada tahun 1948. setelah sekian lama mengalami vakum, Risalah Addariyah ini kembali diaktifkan pada tahun 1975. Namun karena kesulitan dalam bidang keuangan dan tidak adanya sistem terpadu dalam pengelolaannya kembali mandek sejak tahun 1976, kemudian menjadi terbit kembali pada tahun 2004 sampai sekarang.
 
Dalam musyawarah guru-guru dan pengurus MAI di Mangkoso pada tahun 1947 ditemukan kata mufakat untuk menyetujui pengintegrasian MAI Mangkoso dengan seluruh cabangnya menjadi Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI), dengan tempat pusat organisasi berkedudukan di Mangkoso, dan mengokohkan susunan pengurus yang disusun berdasarkan rekomendasi dari hasil musyawarah Alim Ulama Ahlussunnah Wal Jamaah di Watansoppeng sebagai berikut:
 
K e t u a : K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle
 
Ketua Muda : K.H. M. Daud Ismail (Qadhi Soppeng)
 
Penulis Satu : K. H. Muh. Abduh Pabbajah
 
Penulis dua : K. H. M. Ali Al-Yafie
 
Bendahara : H. M. Madani
 
== Lihat pula ==