Orang Minangkabau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 189:
 
== Minangkabau perantauan ==
[[Berkas:Putri Minang.jpg|jmpl|kikiri|Seorang putri Minang meramaikan acara [[Grebeg Sudiro]] di [[Surakarta]]]]
Minangkabau perantauan merupakan istilah untuk orang Minang yang hidup di luar kampung halamannya.Bagi laki-laki Minang merantau erat kaitannya dengan pesan nenek moyang ''karatau madang di hulu babuah babungo balun'' (anjuran merantau kepada laki-laki karena di kampung belum berguna). Dalam kaitan ini harus dikembangkan dan dipahami, apa yang terkandung dan dimaksud ''satinggi-tinggi tabangnyo bangau baliaknyo ka kubangan juo''. Ungkapan ini ditujukan agar urang Minang agar akan selalu ingat pada ranah asalnya. Merantau merupakan proses interaksi masyarakat Minangkabau dengan dunia luar. Kegiatan ini merupakan sebuah petualangan pengalaman dan geografis, dengan meninggalkan kampung halaman untuk mengadu nasib di negeri orang. Keluarga yang telah lama memiliki tradisi merantau, biasanya mempunyai saudara di hampir semua kota utama di Indonesia dan Malaysia. Keluarga yang paling kuat dalam mengembangkan tradisi merantau biasanya datang dari keluarga pedagang-pengrajin dan penuntut ilmu agama.<ref>Graves (1981). hlm. 40.</ref>
 
Baris 263:
Masyarakat Minangkabau telah turun temurun mendiami [[Semenanjung Malaya]], [[Malaysia]]. Diantaranya paling banyak menghuni [[Negeri Sembilan]]. Pada awal abad ke-14, orang-orang Minangkabau datang ke Negeri Sembilan melalui [[Melaka]] hingga sampai ke Rembau. Orang Minangkabau ini hidup bersama dengan penduduk setempat yaitu, [[Orang Asli]] secara damai. Karena hal inilah, terjadi pernikahan antara orang Minangkabau dan penduduk asli sehingga keturunan mereka membentuk suku yang disebut dengan suku Biduanda. Suku Biduanda inilah yang menjadi pewaris utama Negeri Sembilan dan apabila dilakukan pemilihan pemimpin, maka hanya dari suku Biduanda inilah yang akan dipilih. Orang Minangkabau yang datang kemudian membentuk suku-suku berdasarkan daerah asal mereka di Minangkabau. Pada gelombang awal kebanyakan datang dari [[Kabupaten Tanah Datar|Tanah Datar]] dan [[Kabupaten Lima Puluh Kota|Limapuluh Kota]].<ref name="sembilan">de Josselin de Jong, P. E., (1951), ''Minangkabau and Negri Sembilan'', Leiden, The Hague.</ref><ref name=":1">Situs Resmi Kerajaan Negeri Sembilan, Sejarah Berdiri http://www.ns.gov.my/my/kerajaan/info-negeri/sejarah-penubuhan</ref><ref name=":2">Zed, Mestika ''Hubungan Minangkabau Dengan Negeri Sembilan.'' Working Paper. FIS UNP, Padang.</ref>
 
Dari suku Biduanda inilah asalnya pembesar-pembesar Negeri Sembilan yang dipanggil "Penghulu" dan diistilahkan menjadi ''Undang''. Sebelum terdapat institusi [[Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan|Yang di-Pertuan Besar]], masyarakat Negeri Sembilan berada di bawah naungan Kerajaan Melayu Johor. Dalam kesehariannya, mereka menuturkan [[Bahasa Melayu Negeri Sembilan|bahasa Negeri Sembilan]] (''baso Nogoghi'').<ref name="sembilan2">de Josselin de Jong, P. E., (1951), ''Minangkabau and Negri Sembilan'', Leiden, The Hague.</ref><ref>Idris Aman, Norsimah Mat Awal, & Mohammad Fadzeli Jaafar (2016). [http://www.ukm.my/jatma/wp-content/uploads/makalah/IMAN-2016-0403-01.pdf ''Imperialisme Linguistik, Bahasa Negeri Sembilan dan Jati Diri: Apa, Mengapa, Bagaimana'']. International Journal of the Malay World and Civilisation (Iman), 4(3): 3 - 11.</ref>
 
Gelombang perantau Minangkabau berikutnya yang tiba di Malaya terjadi pasca [[Perang Paderi]]. Salah satu komunitas yang cukup besar adalah [[Rao, Pasaman|orang Rao]] (''Ughang Rawo'') atau yang di Malaysia dikenal sebagai "Orang Rawa". Orang Rao bermigrasi ke beberapa daerah di Malaya, antara lain ke [[Negeri Sembilan]], [[Pahang, Malaysia|Pahang]], [[Kelantan]], [[Perak, Malaysia|Perak]] dan [[Selangor]].<ref>{{Cite journal|last=Watson|first=C. W.|date=1982|title=Rawa and Rinchi: A Further Note|url=https://www.jstor.org/stable/41492914|journal=Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society|volume=55|issue=1 (242)|pages=82–86|issn=0126-7353}}</ref><ref>{{Cite journal|last=MILNER|first=A.C.|date=1978|title=A NOTE ON 'THE RAWA'|url=https://www.jstor.org/stable/41492834|journal=Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society|volume=51|issue=2 (234)|pages=143–148|issn=0126-7353}}</ref> Sejak pertengahan abad ke-19, ramai pula orang Minang yang merantau ke [[Kuala Lumpur]]. Tujuan utama mereka ke kota tersebut adalah hendak berdagang. Sehingga banyak pedagang Minang yang menjadi peneroka awal Kuala Lumpur, diantaranya adalah [[Mohamed Taib bin Haji Abdul Samad]].
 
==== Jawa ====
Dibandingkan dengan Semenanjung Malaya, migrasi besar-besaran orang Minang ke pulau Jawa relatif baru. Meski tujuan utama mereka adalah [[Jabodetabek|Jakarta Raya]], namun perantau Minang juga banyak dijumpai di kota-kota besar seperti [[Bandung]], [[Yogyakarta]], [[Semarang]], [[Surabaya]], [[Malang]], [[Surakarta]], dan [[Tasikmalaya]], dimana mereka memiliki perkumpulan yang cukup solid. Pada tahun 1961, jumlah perantau Minang di kota Jakarta meningkat 18,7 kali dibandingkan dengan tingkat pertambahan penduduk kota itu yang hanya 3,7 kali,<ref>{{cite book|title=Religion, Politics, and Economic Behaviour in Java: The Kudus Cigarette Industry|last=Castles|first=Lance|authorlink=|coauthors=|year=1967|publisher=Yale University|location=|isbn=|pages=|url=|accessdate=|ref=Castles}}</ref> dan di tahun 1971 etnis ini diperkirakan telah berjumlah sekitar 10% dari jumlah penduduk Jakarta waktu itu.<ref name="Syam"/>
=== Perantauan intelektual ===