Marwan bin al-Hakam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 27:
 
== Asal usul ==
[[Berkas:Abbreviated Umayyad Family Tree.png|thumbjmpl|rightka|upright=1.75|alt=|Silsilah keturunan tokoh-tokoh penting dinasti Umayyah.]]
Marwan lahir pada tahun 2 atau 4 [[Kalender Hijriyah|H]] (623 atau 626 M). Ayahnya bernama [[Al-Hakam bin Abi'l-Ash]], dari kabilah [[Banu Umayyah]] yang merupakan kabilah terkemuka dari suku Quraisy, yang ketika itu menguasai kota [[Mekkah]] di barat Semenanjung Arabia.{{sfn|Bosworth|1991|p=621}}{{sfn|Della Vida|Bosworth|2000|p=838}} Suku Quraisy (yang sebelumnya menganut [[Agama di Arab pra-Islam|kepercayaan Arab pra-Islam]]) sebagian besar memeluk Islam sekitar tahun 630 setelah [[Pembebasan Mekkah|Penaklukan Mekkah]] oleh [[Muhammad]], nabi umat Islam yang juga berasal dari suku tersebut.{{sfn|Donner|1981|p=77}} Marwan sempat mengenal Muhammad pada masa hidupnya sehingga ia termasuk golongan [[sahabat Nabi]].{{sfn|Bosworth|1991|p=621}} Sementara itu, ibu Marwan bernama [[Aminah binti Alqamah]] dan berasal dari kabilah [[Banu Kinanah]], kabilah besar bangsa Arab yang menempati wilayah barat daya Mekkah hingga [[Tihamah]],{{sfn|Bosworth|1991|p=621}} dan merupakan kabilah nenek moyang suku Quraisy.{{sfn|Watt|1986|p=116}}
 
== Masa Khulafaur Rasyidin ==
[[Berkas:Madina old.jpg|thumbjmpl|upright=1.5|alt=|Kota Madinah, tempat awal Marwan berkiprah sebagai orang kepercayaan Khalifah Utsman, wali negeri Khalifah Muawiyah, dan pemimpin keluarga Umayyah setempat. Foto dari tahun 1940.]]
Marwan turut serta dalam pemerintahan Khalifah [[Utsman bin 'Affan|'Utsman bin 'Affan]] (berkuasa 644—656 M), yang juga merupakan sepupunya.{{sfn|Bosworth|1991|p=621}} Ia turut serta dalam [[Penaklukan Maghreb oleh Muslim|perang]] melawan [[Kekaisaran Romawi Timur]] di [[Ifriqiyah]] (Afrika Utara bagian tengah), dan mendapat harta rampasan perang yang cukup banyak.{{sfn|Bosworth|1991|p=621}}{{sfn|Madelung|1997|p=81}} Inilah modal awal kekayaan Marwan, dan sebagian ia investasikan dalam tanah dan bangunan di [[Madinah]],{{sfn|Bosworth|1991|p=621}} ibu kota kekhalifahan. Pada tanggal yang tidak diketahui pasti, ia ditunjuk menjadi wali negeri (gubernur) di [[Fars]]. Setelah itu, ia kembali ke Madinah untuk menjadi [[katib]] (sekretaris atau juru tulis khalifah) dan kemungkinan juga sebagai bendahara [[baitul mal]].{{sfn|Bosworth|1991|p=621}}{{sfn|Donner|2014|p=106}} Sejarawan [[Clifford E. Bosworth]] menyebut bahwa karena kedudukannya ini Marwan "tak diragukan lagi membantu" dalam penyusunan [[mushaf]] [[Al-Qur'an]] pada masa Utsman.{{sfn|Bosworth|1991|p=621}}
 
Menurut sejarawan [[Hugh N. Kennedy]], Marwan adalah "tangan kanan" Utsman.{{sfn|Kennedy|2004|p=91}} Menurut riwayat-riwayat Muslim, anggota Quraisy yang sebelumnya mendukung Utsman perlahan-lahan menarik dukungannya akibat kedekatannya dengan Marwan, yang dianggap sebagai penyebab keputusan-keputusan kontroversial Utsman.{{sfn|Donner|2014|p=106}}{{sfn|Madelung|1997|p=92}}{{sfn|Della Vida|Khoury|2000|p=947}} Sejarawan [[Fred Donner]] meragukan riwayat-riwayat ini karena ia menganggap tidak mungkin Utsman dipengaruhi begitu saja oleh Marwan yang jauh lebih muda dan karena tidak adanya tuduhan yang bersifat spesifik terhadap Marwan. Donner juga menduga bahwa ada kemungkinan "upaya dari tradisi Muslim zaman selanjutnya untuk menyelamatkan reputasi Utsman sebagai salah satu [[Kekhalifahan Rasyidin|Khulafaur Rasyidin]] dengan menjadikan Marwan ... kambing hitam atas peristiwa-peristiwa memilukan pada akhir dua belas tahun pemerintahan Utsman."{{sfn|Donner|2014|p=106}}
 
Kekisruhan terjadi pada tahun-tahun akhir pemerintahan Utsman akibat kebijakannya yang dianggap memihak kerabat sendiri, serta pengambilalihan tanah oleh negara di Irak.{{efn|Setelah [[penaklukan Persia oleh Muslim|Penaklukan Irak oleh Muslim]] pada tahun 630an, keluarga [[Kekaisaran Sasaniyah]], kaum bangsawan Persia, dan para pendeta Majusi meninggalkan tanah-tanah yang sebelumnya mereka miliki. Tanah ini dijadikan milik umum dan dimanfaatkan oleh umat Islam di Kufah dan Bashrah, kota utama umat Islam di Irak. Pada tahun-tahun akhir kekhalifahan Utsman, ia mengambil alih tanah tersebut dan menjadikannya milik pemerintah pusat di Madinah. Kebijakan ini banyak ditentang oleh umat Islam di Kufah yang mendapat banyak pendapatan dari tanah tersebut.{{sfn|Kennedy|2004|pp=68, 73}}}} Hal ini memicu perlawanan dari kalangan Quraisy dan dari pihak-pihak yang dirugikan di Mesir dan Kufah.{{sfn|Madelung|1997|pp=86–89}} Pada awal 656, para pemberontak dari Mesir dan Kufah memasuki Madinah untuk menekan Utsman agar ia membatalkan kebijakannya.{{sfn|Hinds|1972|pp=457–459}} Marwan menyarankan tindakan keras terhadap mereka,{{sfn|Madelung|1997|pp=127, 135}} tetapi Utsman memilih menghindari pertumpahan darah dan membuat perjanjian dengan kelompok Mesir yang merupakan kelompok penentang paling besar dan aktif.{{sfn|Hinds|1972|p=457}} Saat dalam perjalanan kembali ke Mesir, kelompok ini menemukan surat atas nama Utsman yang berisi perintah agar wali negeri Mesir, [[Abdullah bin Sa'ad]], melakukan tindakan keras terhadap para pemberontak.{{sfn|Hinds|1972|p=457}} Alhasil, kelompok ini kembali ke Madinah dan mengepung kediaman Utsman pada Juni 656.{{sfn|Hinds|1972|p=457}} Utsman menyatakan bahwa ia tidak tahu tentang surat tersebut; terdapat kemungkinan bahwa Marwanlah yang menulisnya tanpa sepengetahuan Utsman.{{sfn|Hinds|1972|p=457}} Sang khalifah memerintahkan agar para pengikutnya tidak ikut melawan para pengepung karena hanya ialah yang menjadi sasaran kemarahan mereka.{{sfn|Madelung|1997|p=136}} Bertentangan dengan perintah ini, Marwan aktif melindungi Utsman dan sempat terluka parah di lehernya saat ia menantang para pengepung di pintu kediaman Utsman.{{sfn|Bosworth|1991|p=621}}{{sfn|Donner|2014|p=106}}{{sfn|Madelung|1997|p=137}} Menurut sumber tradisional, ia selamat karena campur tangan [[ibu susu]]nya, Fatimah binti Aus. Fatimah memasang badan untuk melindungi Marwan yang sudah tidak berdaya dan menyebut bahwa ia telah mati sehingga penyerangnya, Ubaid bin Rifa'ah, pergi. Marwan lalu dibawa ke rumah Fatimah oleh ibu susunya itu dengan bantuan pelayan Marwan yang bernama [[Abu Hafsah Yazid|Abu Hafsah]].{{sfn|Madelung|1997|p=137}} Tak lama kemudian, Utsman dibunuh oleh para pemberontak.{{sfn|Hinds|1972|p=457}}
 
[[Ali bin Abi Thalib]] terpilih menjadi khalifah menggantikan Utsman, tetapi terjadi perlawanan oleh pihak-pihak yang ingin agar Ali mengambil tindakan tegas mengukum para pembunuh Utsman.{{sfn|Wellhausen|1927|pp=52–53, 55–56}} Hal ini memicu [[Perang Saudara Islam I]],{{sfn|Wellhausen|1927|pp=50–51}} dan pihak penentang Ali dipimpin oleh [[Aisyah]], salah seorang ''[[Ummahatul mu'minin|ummul mu'minin]]'' atau istri Muhammad.{{sfn|Wellhausen|1927|pp=52–53}} Marwan awalnya berada di pihak Aisyah, dan ikut bertempur dalam [[Perang Jamal|Pertempuran Jamal]] pada Desember 656.{{sfn|Bosworth|1991|p=621}} Dalam pertempuran ini, ia membunuh [[Thalhah bin Ubaidillah]] yang juga berada di pihak Aisyah tetapi menurut Marwan merupakan salah satu dalang pembunuhan Utsman.{{sfn|Bosworth|1991|p=621}} Saat pasukan Aisyah sedang dipukul mundur dalam pertempuran jarak dekat dengan pasukan Ali, Marwan memanah Thalhah hingga mengenai pembuluh darah di bawah lututnya. Menurut sejarawan Wilferd Madelung, Marwan sengaja melakukan ini ketika posisi kubu Aisyah sudah di ambang kekalahan sehingga Aisyah tidak dapat menindaknya atas perbuatan ini.{{sfn|Madelung|1997|p=171}} Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan Ali, dan Marwan pun menyatakan baiat kepada sang khalifah.{{sfn|Bosworth|1991|p=621}} Setelah Marwan dimaafkan oleh Ali, ia berangkat ke Syam yang dikuasai oleh [[Muawiyah bin Abi Sofyan]], wali negeri Syam yang menolak untuk berbaiat kepada Ali, dan merupakan kerabatnya dari Banu Umayyah.{{sfn|Madelung|1997|pp=181, 190, 192 catatan 232, 196}} Marwan berada di pihak Muawiyah saat bertempur melawan Ali dalam [[Pertempuran Shiffin]] dekat [[Ar-Raqqah]] pada tahun 657.{{sfn|Madelung|1997|pp=235–236}} Pertempuran ini berakhir tanpa pemenang yang jelas, dan diikuti dengan sebuah ''tahkim'' (arbitrase) yang juga gagal menghentikan perselisihan antara kedua pihak.{{sfn|Kennedy|2004|pp=77–80}}
 
== Masa Kekhalifahan Umayyah ==
=== Wali negeri Madinah ===
Khalifah Ali dibunuh pada tahun 661 oleh anggota [[Khawarij]], golongan yang menolak kepemimpinan Ali maupun Muawiyah. Putranya yang bernama [[Hasan bin Ali]] memegang tampuk kekhalifahan berikutnya.{{sfn|Hinds|1993|p=265}} Untuk mencegah berlanjutnya perang saudara, Hasan membuat [[Perjanjian Hasan–Mu'awiyah|perjanjian dengan Muawiyah]] dan menyerahkan posisi khalifah ke tangan wali negeri Syam tersebut. Muawiyah memasuki Kufah, ibu kota kekhalifahan sejak masa Ali dan pusat kekuasaan Hasan, pada Juli atau September 661 dan peristiwa ini mengawali berdirinya [[Kekhalifahan Umayyah]].{{sfn|Hinds|1993|p=265}}{{sfn|Wellhausen|1927|pp=104, 111}} Marwan awalnya menjadi wali negeri Umayyah di [[Arabia Timur]] (Bahrayn) dan kemudian menjadi wali negeri Madinah pada 661–668 dan 674–677.{{sfn|Bosworth|1991|p=621}} Di antara dua periode tersebut, posisi wali negeri Madinah dipegang oleh anggota Banu Umayyah yang lain, yaitu [[Said bin al-Ash]] dan [[Al-Walid bin Utbah]].{{sfn|Bosworth|1991|p=621}} Madinah sebelumnya adalah ibu kota kekhalifahan hingga kematian Utsman, tetapi pada masa Muawiyah Madinah hanyalah ibu kota wilayah (provinsi) sedangkan ibu kota kekhalifahan berada di Damaskus.{{sfn|Wellhausen|1927|pp=59–60, 161}} Sekalipun tidak lagi menjadi ibu kota negara, Madinah tetap menjadi pusat kebudayaan Arab dan keilmuan Islam, serta tempat tinggal pemuka-pemuka kabilah.{{sfn|Wellhausen|1927|pp=136, 161}} Para pemuka kabilah di Madinah, termasuk banyak anggota Banu Umayyah, tidak menyukai turunnya posisi mereka dan naiknya Muawiyah. Menurut sejarawan [[Julius Wellhausen]], turunnya posisi Marwan (yang menjadi tangan kanan khalifah pada masa Utsman) menjadi hanya wali negeri Madinah pada menimbulkan rasa iri pada Marwan terhadap kerabatnya Muawiyah yang berkuasa sebagai khalifah.{{sfn|Wellhausen|1927|p=136}}
 
Pada masa jabatan pertamanya, Marwan memperoleh tanah yang luas dari Mu'awiyah di daerah Fadak, Arabia Utara, yang kemudian ia bagikan kepada anaknya [[Abdul Malik bin Marwan|Abdul Malik]] dan [[Abdul Aziz bin Marwan|Abdul Aziz]].{{sfn|Bosworth|1991|p=621}} Masa jabatan pertama ini berakhir saat ia diberhentikan Muawiyah, yang menyebabkan Marwan marah, menemui Muawiyah di Damaskus dan keduanya bertengkar hingga mengeluarkan kata-kata kasar.{{sfn|Madelung|1997|pp=343–345}} Muawiyah menjelaskan tiga alasan pencopotannya: penolakan Marwan menjalankan perintah penyitaan harta [[Abdullah bin Amir]], kerabat mereka yang diberhentikan dari jabatan wali negeri [[Basra|Bashrah]]; penentangan Marwan terhadap pengangkatan [[Ziyad bin Abihi]] (pengganti Abdullah bin Amir yang asal usul keturunannya tidak jelas) oleh Muawiyah sebagai saudaranya sendiri (pernyataan ini ditentang banyak anggota Banu Umayyah), dan penolakan Marwan membantu putri sang khalifah [[Ramlah binti Muawiyah]] dalam masalah rumah tangganya dengan suaminya Amr bin Utsman bin Affan.{{sfn|Madelung|1997|pp=343–345}} Saat Hasan bin Ali meninggal pada 670, Marwan termasuk salah satu yang menolak jenazah Hasan dikebumikan bersama Muhammad, Abu Bakar, dan Umar yang dimakamkan di [[Masjid Nabawi]].{{sfn|Madelung|1997|p=332}} Alhasil, adik Hasan yaitu Husain beserta kabilah [[Bani Hasyim]] memutuskan untuk memakamkan cucu Muhammad tersebut di [[Jannatul Baqi]].{{sfn|Madelung|1997|p=332}} Akhirnya, Marwan turut serta dalam prosesi pemakaman dan memuji Hasan sebagai seseorang dengan "kesabaran sebesar gunung-gunung."{{sfn|Madelung|1997|p=333}}
Baris 52:
=== Pecahnya Perang Saudara Islam II ===
{{lihat|Perang Saudara Islam II}}
Muawiyah meninggal pada tahun 680 dan digantikan oleh Yazid. Masyarakat [[Hijaz]] (termasuk Mekkah dan Madinah) tidak mengakui kekuasaan Yazid.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} dan tokoh-tokoh utama Islam yang memiliki garis keturunan khalifah yaitu [[Husain bin Ali]], [[Abdullah bin az-Zubair]], dan [[Abdullah bin Umar]], semuanya menolak melakukan baiat.{{sfn|Howard|1990|p=2, note 11}}{{sfn|Wellhausen|1927|pp=142, 144–145}} Marwan sebagai pemuka Banu Umayyah di kawasan Hijaz menganggap Husain dan Ibnu az-Zubair sebagai dua tokoh yang paling berbahaya, dan menyarankan agar Al-Walid bin Utbah, wali negeri Madinah, memaksa keduanya berbaiat.{{sfn|Wellhausen|1927|pp=145–146}}{{sfn|Howard|1990|pp=3–6}} Ibnu Umar sendiri tak lama kemudian berbaiat kepada Yazid.{{snf|Wellhausen|1927|p=146}} Menurut catatan [[Ibnu Jarir ath-Thabari]], Husain datang saat dipanggil Al-Walid dan menolak berbaiat dalam pertemuan rahasia itu, tetapi menawarkan untuk berbaiat di hadapan umum di kemudian hari. Al-Walid setuju, tetapi Marwan (yang juga hadir di pertemuan ini) mengkritik keputusan ini dan mendesak Al-Walid menahan Husain hingga ia berbaiat, atau membunuhnya jika ia tidak setuju. Husain lalu mencela Marwan dan meninggalkan pertemuan tersebut, sementara Al-Walid tidak sampai hati bertindak keras kepadanya.{{sfn|Howard|1990|pp=4–5}} Husain akhirnya berangkat ke Kufah dan memimpin pemberontakan anti-Umayyah di kota tersebut hingga ia terbunuh oleh pasukan Yazid dalam [[Pertempuran Karbala]] pada Oktober 680.{{sfn|Wellhausen|1927|p=146–147}}
 
Sementara itu, Ibnu az-Zubair mengelak dari panggilan Al-Walid dan bertolak ke Mekkah. Ia mengumpulkan pendukungnya di sekitar [[Kakbah]], tempat suci umat Islam dan tempat yang dianggap haram untuk pertumpahan darah.{{sfn|Wellhausen|1927|pp=147–148}} Beberapa riwayat menyebutkan bahwa saat Yazid mengirim utusan untuk berunding, Marwan mengirim pesan rahasia memperingatkan Ibnu az-Zubair agar tidak tunduk pada sang khalifah Umayyah.{{sfn|Wellhausen|1927|p=148}} Namun, tidak semua riwayat menyebutkan hal ini dan Wellhausen menganggap kisah ini patut dipertanyakan.{{sfn|Wellhausen|1927|p=147–149}} Pada 683, penduduk Madinah bergerak menyerang Banu Umayyah di kota tersebut, dan mereka terkepung dan berlindung di kawasan sekitar rumah Marwan.{{sfn|Wellhausen|1927|p=154}} Marwan meminta bantuan dari Damaskus, dan pada akhir 683 ia mengirimkan pasukan yang dipimpin [[Muslim bin Uqbah]] untuk menegakkan kekuasaan Umayyah di Hijaz.{{sfn|Wellhausen|1927|p=154}}{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Sementara itu, para anggota Banu Umayyah yang terkepung di Madinah akhirnya terusir, dan sebagian (termasuk Marwan dan anggota trah Abu'l-Ash) bergabung dengan pasukan Ibnu Uqbah.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Pasukan Umayyah dan penduduk Madinah bertempur dalam [[Pertempuran al-Harrah]], yang dimenangkan pihak Umayyah setelah Marwan membawa pasukan berkudanya menembus Madinah dan menyerang pasukan penduduk Madinah dari belakang.{{sfn|Wellhausen|1927|p=156}} Meski berhasil mencapai kemenangan, pasukan Umayyah mundur kembali ke Syam karena Yazid meninggal pada 683.{{sfn|Kennedy|2004|p=90}} Setelah itu, Ibnu az-Zubair menyatakan diri khalifah dengan ibu kota Mekkah, sehingga kekhalifahan terbelah antara khalifah di Syam dan khalifah di Hijaz. Tak lama kemudian, sebagian besar wilayah kekhalifahan tunduk padanya, termasuk Mesir, Irak dan Yaman.{{Sfn|Gibb|1960|p=55}} Marwan dan anggota Banu Umayyah yang menetap di Madinah terusir lagi dari kota tersebut, dan tanah milik mereka diambil oleh pengikut Ibnu az-Zubair.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}}
 
=== Menjadi khalifah ===
[[Berkas:Flickr - …trialsanderrors - Minaret of the Bride, Damascus, Holy Land, ca. 1895.jpg|thumbjmpl|upright=1.2|alt=|Marwan diangkat sebagai khalifah di negeri Syam, dengan ibu kota [[Damaskus]] (''gambar tahun 1895'')]]
Putra Yazid yang masih muda, [[Muawiyah bin Yazid|Mu'awiyah bin Yazid]] (disebut juga Muawiyah II), diangkat sebagai khalifah yang baru. Pada awal tahun 684, Marwan telah berada di Syam, kemungkinan di [[Tadmur]] atau di istana khalifah di [[Damaskus]].{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Muawiyah II meninggal setelah beberapa minggu menjabat khalifah. Para wali negeri di distrik-distrik militer (''jund'') di Syam, termasuk [[Jund Filasthin|Filasthin]] (Palestina), [[Jund Hims|Hims]], dan [[Jund Qinnasrin|Qinnasrin]], berpindah ke kubu Ibnu Az-Zubair.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Alhasil, menurut Bosworth Marwan "putus asa akan masa depan dinasti Umayyah sebagai penguasa" dan hampir saja mengakui kekhalifahan Ibnu az-Zubair. Namun, ia mendapat dukungan dari [[Ubaidillah bin Ziyad]], wali negeri Umayyah yang tersingkir dari Irak, yang membujuknya untuk mengajukan diri sebagai pengganti Muawiyah II dalam pertemuan kabilah-kabilah pendukung Umayyah yang sedang berlangsung di [[Jabiyah]].{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Pengajuan-pengajuan khalifah yang terjadi menunjukkan keragaman prinsip pergantian kepemimpinan yang ada di kalangan umat Islam pada masa itu.{{sfn|Duri|2011|pp=23–24}} Para pendukung Ibnu az-Zubair mengusung prinsip penunjukan pemimpin yang dianggap paling Islami dan saleh,{{sfn|Duri|2011|pp=23–24}} sedangkan para pendukung Umayyah mempertimbangkan dua calon khalifah dengan prinsipnya masing-masing. [[Khalid bin Yazid]] (adik Muawiyah II dan cucu Muawiyah I) diusung berdasarkan prinsip garis keturunan langsung, dan Marwan diusung berdasarkan norma adat yaitu memilih pemimpin yang paling bijaksana, cakap, dan berasal dari garis keturunan terkemuka.{{sfn|Duri|2011|pp=23–25}}
Baris 64:
== Masa kekuasaan ==
=== Upaya mengembalikan kekuasaan Umayyah ===
[[Berkas:Second Fitna Territorial Control Map ca 686.svg|thumbjmpl|upright=1.75|alt=|Perpecahan politik umat Islam di tengah [[Perang Saudara Islam II]], sekitar tahun 686. Dalam waktu kurang dari setahun, Marwan mengembalikan kekuasaan Umayyah (yang tadinya hanya di sebagian Syam) ke wilayah berwarna merah.]]
Masa kekuasaan Marwan yang singkat dihabiskan untuk mengembalikan negeri Syam dan sekitarnya ke dalam kendali Umayyah. Selain Banu Kalb yang mendukung Marwan, di Syam juga terdapat persekutuan beberapa suku-suku Arab bernama Qais yang memihak Abdullah bin az-Zubair. Mereka mendorong [[Dahhak bin Qais|Adh-Dhahhak bin Qais]], pemuka Qais yang menjabat wali negeri Damaskus, untuk mengerahkan pasukan. Alhasil, Adh-Dhahhak dan parsukan Qais berkumpul di dataran Marj Rahith, sebelah utara Damaskus.{{sfn|Kennedy|2004|p=91}} Semua [[Jund|distrik militer]] di negeri Syam berpihak pada Abdullah bin az-Zubair, kecuali [[Jund al-Urdunn]] yang didominasi Bani Kalb. Dengan dukungan Bani Kalb dan sekutu-sekutunya, Marwan bergerak menuju posisi Adh-Dhahhak yang memiliki pasukan lebih besar.{{sfn|Rihan|2014|p=105}}{{sfn|Kennedy|2004|p=91}} Sementara itu, di dalam kota Damaskus, seorang pemuka Bani Ghassan membersihkan kota itu dari para pendukung Adh-Dhahhak dan Damaskus pun berada di bawah kendali Umayyah.{{sfn|Kennedy|2004|p=91}} Dalam [[Pertempuran Marj Rahith]] yang terjadi pada Agustus 684, pasukan Marwan berhasil mengalahkan pasukan Qais dan Adh-Dhahhak sendiri terbunuh.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}}{{sfn|Kennedy|2004|p=91}}
 
Kemenangan telak pihak Umayyah dan Yamani menjadi awal [[Perpecahan Qais-Kalb|perseteruan antarsuku Yamani dan Qais]].{{sfn|Kennedy|2004|p=92}} Kemenangan Marwan di pertempuran tersebut mengukuhkan posisi Banu Kalb dan sekutu-sekutunya dari kelompok [[Bani Qudha'ah|Qudha'ah]].{{sfn|Cobb|2001|p=69}} Kaum [[Qahthan]] di Hims kemudian bergabung sebagai sekutu mereka, sehingga membentuk persekutuan kabilah yang lebih besar.{{sfn|Cobb|2001|pp=69–70}} Sisa-sisa kelompok Qais kemudian dipimpin oleh [[Zufar bin al-Harits al-Kilabi]], merebut benteng [[Al-Qarqisiya]] di kawasan Al-Jazirah ([[Mesopotamia Hulu]]), dan melanjutkan perlawanan kabilah-kabilah yang menentang kekuasaan Umayyah.{{sfn|Kennedy|2004|p=91}} Ath-Thabari mencatat puisi Marwan yang merayakan kemenangannya di Marj Rahith dan menyebutkan kabilah-kabilah yang mendukungnya:
<blockquote><poem>Saat kulihat urusan ini menjadi urusan rampasan perang
::kusiapkan Ghassan dan Kalb melawan mereka
Dan Saksaki [Banu Kindah], para pria pemenang
::dan Tayyi [Banu Tayy], yang suka memukul
Baris 77:
:: Dan jika Qais datang, katakan, "Jangan mendekat!"<ref>{{harvnb|Hawting|1989|pp=60–61}}, teks puisi ini juga tersedia di [[m:wikisource:ar:تاريخ الطبري/الجزء الخامس|Wikisource Bahasa Arab]], diawali "لما رأيت الأمر أمرًا نهبا".</ref></poem></blockquote>
 
Marwan menerima baiat sebagai khalifah di Damaskus pada bulan Juli atau Agustus.{{sfn|Wellhausen|1927|p=182}} Ia menikahi Umm Hasyim Fakhitah, janda Yazid dan ibu dari Khalid sehingga ia memiliki hubungan perkawinan dengan trah Sufyani yang merupakan khalifah-khalifah sebelumnya.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Wellhausen menganggap bahwa pernikahan ini adalah upaya Marwan untuk mengendalikan warisan ditinggalkan Yazid sebagai ayah tiri anak-anaknya.{{sfn|Madelung|1997|p=349}} Marwan menunjuk Yahya bin Qais dari Banu Ghassan sebagai kepala [[syurthah]] (polisi atau aparat keamanan) dan [[mawla]]nya yang bernama Abu Sahl al-Aswad sebagai [[hajib]] (pengelola istana).{{sfn|Biesterfeldt|Günther|2018|p=954}}
 
Meski telah menang di Marj Rahith dan mengukuhkan kekuasaan Umayyah di Syam bagian tengah, kekuasan Marwan tidak diakui di wilayah-wilayah bekas kekhalifahan Umayyah lainnya. Pada sisa masa kekuasaannya, ia berusaha memperluas kembali kekuasaan Umayyah dengan menggunakan kekuatan militer serta bantuan Ibnu Ziyad dan Ibnu Bahdal.{{sfn|Kennedy|2004|p=92}}{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Ia mengirimkan Rauh bin Zinba' ke Palestina, yang berhasil mengusir [[Natil bin Qais]], wali negeri Palestina yang mendukung Ibnu az-Zubair dan merupakan saingan Rauh untuk kepemimpinan Banu Judzam.{{sfn|Biesterfeldt|Günther|2018|p=953}} Marwan juga mengukuhkan kendali Umayyah di kawasan utara Syam.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Pada Februari atau Maret 685, Marwan mengambil kendali Mesir dengan bantuan kabilah-kabilah terkemuka di ibu kota Mesir saat itu yaitu [[Fustat|Fusthat]].{{sfn|Kennedy|2004|p=92}} Abdurrahman bin Utbah, wali negeri Mesir pendukung Abdullah ibn az-Zubair, digulingkan dan digantikan oleh seorang putra Marwan yaitu Abdul Aziz.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}}{{sfn|Kennedy|2004|p=92}} Selanjutnya, pasukan pro-Marwan di bawah pimpinan Amr bin Said menghalau serangan yang dilancarkan [[Mush'ab bin az-Zubair]] (adik dari Abdullah bin az-Zubair) terhadap Palestina.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}}{{sfn|Wellhausen|1927|p=185}} Marwan juga mengirimkan pasukan ke Hijaz di bawah pimpinan [[Hubaisy bin Duljah]], tetapi pasukan ini dikalahkan di [[Ar-Rabadzah]] di timur Madinah.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}}{{sfn|Biesterfeldt|Günther|2018|p=953}} Selain itu, Marwan mengirim putranya [[Muhammad bin Marwan|Muhammad]] untuk menghadap kabilah-kabilah Qais di kawasan tengah lembah [[Sungai Efrat]].{{sfn|Kennedy|2004|p=92}} Masih pada awal tahun 685, ia mengirimkan pasukan di bawah kepemimpinan Ubaidillah bin Ziyad untuk merebut Irak dari kekuasaan Abdullah bin az-Zubair dan maupun kelompok pendukung [[Ahlul Bait]] Ali. Pasukan ini masih dalam perjalanan dan baru saja mencapai [[Ar-Raqqah]] ketika mereka mendengar kematian Marwan.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}}
Baris 84:
Marwan meninggal pada awal tahun 685 M (65 H) saat belum genap setahun berkuasa. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan sejarawan mengenai tanggal pasti kematiannya. Sejarawan [[Ibnu Sa'ad]], Ath-Thabari, dan Khalifah bin Khayyath berpendapat bahwa Marwan meninggal pada tanggal 29 [[Syakban]] (10 atau 11 April), [[Al-Mas'udi]] berpendapat pada tanggal 3 Ramadhan atau 13 April, sedangkan [[Elia dari Nisibis|Elia, Uskup Agung Nisibis]], berpendapat kematian sang khalifah terjadi pada pada 7 Mei.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Sebagian besar sumber Muslim menyatakan bahwa Marwan meninggal di Damaskus, sedangkan Al-Mas'udi berpendapat bahwa Marwan meninggal di kediaman musim dinginnya di [[Ash-Shinnabra]], dekat [[Danau Tiberias]].{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Sejarawan-sejarawan Muslim awal, seperti [[Ibnu Sa'ad|Ibnu Sa'ad al-Waqidi]], menukil riwayat (dengan [[wikt:sanad|isnad]] yang baik) bahwa Marwan dibunuh saat ia tidur oleh istrinya Umm Hasyim Fakhitah akibat hinaan kasar yang sebelumnya diucapkan Marwan kepadanya, tetapi kisah ini ditolak atau diabaikan oleh kebanyakan sejarawan Barat modern.{{sfn|Madelung|1997|p=351}} Bosworth menduga bahwa Marwan meninggal akibat wabah penyakit yang menimpa negeri Syam pada saat kematiannya.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}}
 
Sebelum Marwan meninggal, sekembalinya ia ke Syam dari Mesir pada tahun 685, ia sempat menunjuk putra-putranya Abdul Malik dan Abdul Aziz sebagai penerusnya, sekalipun hasil pertemuan di Jabiyah menetapkan Khalid bin Yazid dan Amr bin Said untuk posisi tersebut. Ia melakukannya setelah ia mendengar bahwa Ibnu Bahdal mendukung Amr sebagai calon penerus Marwan.{{sfn|Mayer|1952|p=185}}{{sfn|Madelung|1997|p=349}} Ia memanggil dan mencecar Ibnu Bahdal, dan akhirnya memintanya menyatakan baiat terhadap Abdul Malik sebagai putra mahkota.{{sfn|Mayer|1952|p=185}} Setelah Marwan meninggal, Abdul Malik bin Marwan menjadi khalifah tanpa pertentangan dari Khalid maupun Amr.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Dengan ini, keputusan pertemuan Jabiyah telah dibatalkan dan prinsip pemilihan khalifah berdasarkan garis keturunan langsung kembali berlaku.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}}{{sfn|Duri|2011|p=25}} Selanjutnya, pergantian khalifah dinasti Umayyah biasa dilakukan mengikuti garis keturunan.{{sfn|Duri|2011|p=25}}
 
== Kepribadian dan gaya memerintah ==
Marwan menjadikan keluarga dan kerabatnya sebagai landasan kekuatan di pemerintahan, seperti yang pernah dilakukan Khalifah Utsman, dan bertentangan dengan gaya Muawiyah yang menjaga jarak dari kerabat-kerabatnya.{{sfn|Kennedy|2004|p=93}} Ia memberikan posisi militer penting kepada putranya Muhammad dan Abdul Aziz, dan memastikan putranya Abdul Malik sebagai khalifah selanjutnya.{{sfn|Kennedy|2004|p=93}} Walaupun awalnya dipenuhi tantangan, trah "Marwani" (keturunan Marwan) menjadi wangsa penguasa Kekhalifahan Umayyah dan menggantikan trah "Sufyani" (keturunan Abu Sofyan).{{sfn|Cobb|2001|p=69}}{{sfn|Kennedy|2004|p=93}}
 
Menurut penilaian Bosworth, Marwan "jelas sekali adalah pemimpin militer dan negarawan yang memiliki kecakapan dan ketegasan, dipenuhi dengan sifat ''ḥilm'' [kesabaran] dan ''dahiya'' [kecerdikan], seperti tokoh-tokoh Umayyah terkemuka lainnya."{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Meski ia tidak memiliki basis kekuatan di Syam sebelum menjadi khalifah dan wilayah tersebut cukup asing baginya, ia berhasil mengambil kendali. Kukuhnya kekuasaan Umayyah di Syam menjadi landasan bagi anaknya, Abdul Malik, yang kelak akan berhasil menyatukan kembali kekhalifahan di bawah dinasti Umayyah. Kekhalifahan Umayyah akan berlanjut selama sekitar 65 tahun selanjutnya, hingga [[Revolusi Abbasiyah|digulingkan]] [[Kekhalifahan Abbasiyah|Dinasti Abbasiyah]] pada 750.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Menurut sejarawan [[Wilferd Madelung]], naiknya Marwan ke posisi khalifah adalah sebuah "politik tingkat tinggi", puncak dari intrik-intrik yang dimulai dari awal kariernya.{{sfn|Madelung|1997|pp=348–349}} Di antara siasat Marwan menurut Madelung adalah menempatkan diri sebagai "yang pertama membalaskan darah [Utsman]" dengan membunuh Thalhah dalam Pertempuran Jamal, serta upaya diam-diam melemahkan kekuasaan para khalifah Sufyani walaupun secara terbuka mendukungnya.{{sfn|Madelung|1997|pp=348–349}}
 
Dalam sebagian riwayat Muslim, Marwan dikenal sebagai pribadi yang kasar kata-katanya (''fāḥisy'') dan kurang memiliki adab.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Luka-luka yang ia derita dalam pertempuran tampaknya sangat berdampak terhadap kondisi fisiknya.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Ia memiliki tubuh kurus dan tinggi sehingga dijuluki ''khayṭ bāṭil'' (benang tipis).{{sfn|Bosworth|1991|p=622}} Riwayat-riwayat anti-Umayyah memberinya julukan ''ṭarid ibn ṭarid'' ("sang terusir, putra dari sang terusir") karna ia diusir dari Madinah oleh Ibnu az-Zubair, dan ayahnya al-Hakam juga konon pernah diusir Muhammad ke [[Thaif]]. Pihak anti-Umayyah juga menjulukinya ''abūʾl-jabābirah'' (bapak para tiran) karena anak cucunya kelak berturut-turut menguasai kekhalifahan.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}}
 
Beberapa riwayat yang dikutip sejarawan [[Ahmad bin Yahya bin Jabir al-Baladzuri|Ahmad al-Baladzuri]] (meninggal 892) dan [[Ibnu Asakir]] (meninggal 1176) menunjukkan kesalehan Marwan, misalnya riwayat dari [[Al-Madaini]] yang menyebut bahwa Marwan adalah salah seorang yang terbaik dalam membaca Al-Qur'an, dan pernyataan Marwan sendiri bahwa ia telah membaca Al-Qur'an selama 40 tahun sebelum Pertempuran Marj Rahith.{{sfn|Donner|2014|pp=108, 114 catatan 23–26}} Karena Marwan diketahui menamai banyak anaknya dengan nama-nama khas Islam (dan bukan nama tradisional Arab yang umum ketika itu), Fred Donner juga berspekulasi bahwa agaknya Marwan "sangat religius" dan "sangat terkesan" dengan pesan Al-Qur'an untuk memuliakan Allah dan [[Nabi Islam|para nabi]], termasuk Muhammad.{{sfn|Donner|2014|pp=110–111}} Namun, Donner menyatakan bahwa cukup sulit untuk membuat "penilaian Marwan yang benar-benar sahih", karena kurangnya bukti arkeologi ataupun tulisan langsung, dan banyaknya informasi yang berasal dari sumber-sumber berat sebelah.{{sfn|Donner|2014|p=105}}
 
== Pasangan dan anak ==
[[Berkas:First Umayyad gold dinar, Caliph Abd al-Malik, 695 CE.jpg|thumbjmpl|uprightlurus|[[Dinar]] emas yang dicetak [[Abdul Malik bin Marwan|Khalifah Abdul Malik]], putra Marwan yang kelak berhasil menyatukan kembali kekhalifahan dibawah dinasti Umayyah.]]
Marwan memiliki paling tidak lima istri dan seorang ''ummu walad'' ("ibu dari anak" atau [[selir]], yaitu budak yang dijadikan pasangan dan melahirkan anaknya), dan paling tidak enam belas anak.{{sfn|Donner|2014|p=110}} Dari istrinya (sekaligus putri dari sepupunya [[Muawiyah bin al-Mughirah]]) yang bernama Aisyah, lahir Abdul Malik (putra tertuanya, penerusnya sebagai khalifah dan ayah dari beberapa khalifah selanjutnya), Muawiyah, dan seorang putri bernama Ummu Amr.{{sfn|Donner|2014|p=110}}{{sfn|Ahmed|2010|p=111}} Dari istrinya Laila binti Zabban dari [[Banu Kalb]], lahir Abdul Aziz (ayah dari Khalifah [[Umar bin Abdul Aziz]]) dan seorang putri Ummu Utsman.{{sfn|Donner|2014|p=110}}{{sfn|Ahmed|2010|p=111}} Istrinya yang lain, Qutayyah binti Bisyr dari [[Banu Kilab]], melahirkan Bisyr, serta Abdurrahman yang meninggal di usia muda.{{sfn|Donner|2014|p=110}}{{sfn|Ahmed|2010|p=111}} Istri Marwan yang lain, Ummu Aban, adalah putri dari sepupunya, Khalifah Utsman bin Affan, dan melahirkan enam anak: [[Aban bin Marwan|Aban]], Utsman, Ubaidillah, Ayyub, Daud, dan Abdullah, tetapi Abdullah meninggal saat masih anak-anak.{{sfn|Donner|2014|p=110}}{{sfn|Ahmed|2010|p=114}} Marwan juga menikahi Zainab binti Umar, seorang wanita [[Banu Makhzum]], yang melahirkan seorang anak bernama Umar.{{sfn|Donner|2014|p=110}}{{sfn|Ahmed|2010|p=90}} ''Ummu walad'' atau selir Marwan juga bernama Zainab, dan ia melahirkan seorang putra yaitu Muhammad, ayah dari Khalifah [[Marwan bin Muhammad]].{{sfn|Donner|2014|p=110}} Abdul Malik dan cucu-cucu Marwan menjadi penerusnya sebagai Khalifah Umayyah.{{sfn|Donner|2014|p=110}} Dari sepuluh orang saudara lelakinya, ia adalah '''amm'' (paman melalui jalur ayah) dari setidaknya sepuluh keponakan.{{sfn|Bosworth|1991|p=622}}
 
== Catatan penjelas ==
{{notelist}}
 
Baris 106:
 
== Daftar pustaka ==
* {{cite book |last1=Ahmed |first1=Asad Q. |title=The Religious Elite of the Early Islamic Ḥijāz: Five Prosopographical Case Studies |date=2010 |publisher=University of Oxford Linacre College Unit for Prosopographical Research |location=Oxford |isbn=978-1-900934-13-8 |url=https://books.google.com/books?id=v1dwdBDDjcUC |ref=harv}}
* {{cite book |last1=Biesterfeldt |first1=Hinrich |last2=Günther |first2=Sebastian |title=The Works of Ibn Wāḍiḥ al-Yaʿqūbī (Volume 3): An English Translation |date=2018 |publisher=E. J. Brill |location=Leiden |isbn=978-90-04-35621-4 |url=https://books.google.com/books?id=OHxTDwAAQBAJ |ref=harv}}
* {{EI2 |article=Marwān I b. al-Ḥakam |last=Bosworth |first=C.E. |authorlink=Clifford Edmund Bosworth |volume=6 |pages=621–623}}
* {{cite book |last1=Cobb |first1=Paul M. |authorlink=Paul M. Cobb |title=White Banners: Contention in 'Abbasid Syria, 750-880 |date=2001 |publisher=State University of New York Press |location=Albany, New York |isbn=0-7914-4879-7 |url=https://books.google.com/books?id=2C6KIBw4F9YC |ref=harv}}
* {{EI2 |article=Umayya b. ʿAbd Shams |last=Della Vida |first=Giorgio Levi |authorlink=Giorgio Levi Della Vida |last2=Bosworth |first2=C. E. |volume=10 |pages=837–839}}
* {{EI2 |article=ʿUthmān b. ʿAffān |last=Della Vida |first=Giorgio Levi |last2=Khoury |first2=Raif Georges |volume=10 |pages=946–949}}
* {{cite book |last1=Donner |first1=Fred M. |authorlink=Fred M. Donner |title=The Early Islamic Conquests |date=1981 |publisher=Princeton University Press |location=Princeton |isbn=0-691-05327-8 |url=https://books.google.com/books?id=l5__AwAAQBAJ |ref=harv}}
* {{cite book |last1=Donner |first1=Fred M. |editor1-last=Savant |editor1-first=Sarah Bowen |editor2-last=de Felipe |editor2-first=Helena |title=Genealogy and Knowledge in Muslim Societies: Understanding the Past |date=2014 |publisher=Edinburgh University Press |location=Edinburgh |isbn=978-0-7486-4497-1 |url=https://books.google.com/books?id=rySrBgAAQBAJ |chapter=Was Marwan ibn al-Hakam the First 'Real' Muslim |pages=105–114 |ref=harv}}
* {{cite book |last1=Duri |first1=Abd al-Aziz |translator=Razia Ali |title=Early Islamic Institutions: Administration and Taxation from the Caliphate to the Umayyads and ʿAbbāsids |date=2011 |publisher=I. B. Tauris and Centre for Arab Unity Studies |location=London and Beirut |isbn=978-1-84885-060-6 |url=https://books.google.com/books?id=ImIBAwAAQBAJ |ref=harv}}
* {{The History of al-Tabari |volume=20 |url={{Google Books|L1JNHWby2RQC|plainurl=y}}}}
* {{The First Dynasty of Islam |edition=2}}
* {{cite journal |last1=Hinds |first1=Martin |authorlink=Martin Hinds |title=The Murder of the Caliph 'Uthman |journal=International Journal of Middle East Studies |date=1972 |volume=13 |issue=4 |pages=450–469 |jstor=162492 |ref=harv}}
* {{EI2 |article=Muʿāwiya I b. Abī Sufyān |last=Hinds |first=M. |volume=7 |pages=263–268}}
* {{The History of al-Tabari|volume=19|url=https://books.google.com/books?id=zubkdYvBJpIC}}
* {{The Prophet and the Age of the Caliphates |edition=2}}
* {{cite book |last1=Madelung |first1=Wilferd |authorlink=Wilferd Madelung |title=The Succession to Muhammad: A Study of the Early Caliphate |date=1997 |publisher=Cambridge University Press |location=Cambridge |isbn=0-521-56181-7 |url=https://books.google.com/books?id=2QKBUwBUWWkC |ref=harv}}
* {{cite journal |last1=Mayer |first1=L. A. |authorlink=Leo Aryeh Mayer |title=As-Sinnabra |journal=Israel Exploration Journal |date=1952 |volume=2 |issue=3 |pages=183–187 |ref=harv |jstor=27924483}}
* {{cite book |last1=Rihan |first1=Mohammad |title=The Politics and Culture of an Umayyad Tribe: Conflict and Factionalism in the Early Islamic Period |date=2014 |publisher=I. B. Tauris |location=London and New York |isbn=978-1-78076-564-8 |url=https://books.google.com/books?id=1iGpAwAAQBAJ |ref=harv}}
* {{EI2 |article=Al-Ḥarra |last=Vaglieri |first=L. Veccia |authorlink=Laura Veccia Vaglieri |volume=3 |pages=226–227}}
* {{EI2 |article=Kināna |last=Watt |first=W. M. |authorlink=William Montgomery Watt |volume=5 |page=116}}
* {{The Arab Kingdom and its Fall}}
 
{{S-start}}
Baris 138:
{{Sahabat nabi}}
{{Authority control}}
 
[[Kategori:Khalifah Umayyah]]