Origenes: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 197:
Logos adalah asas cipta dan budi yang meresapi jagat raya.{{sfn|Greggs|2009|page=80}} Logos menggerakkan seluruh umat manusia melalui kemampuan mereka untuk berpikir secara logis dan masuk akal,{{sfn|Greggs|2009|pages=79–80}} guna menuntun mereka menuju kebenaran pernyataan diri Allah.{{sfn|Greggs|2009|pages=79–80}} Seiring perkembangan nalarnya, semua manusia kian serupa dengan Kristus.{{sfn|Greggs|2009|page=80}} Kendati demikian, mereka masih mempertahankan individualitas masing-masing, dan tidak menyatu padu dengan Kristus.{{sfn|Greggs|2009|pages=80–81}} Penciptaan hanya terlaksana melalui Logos, dan pendekatan Allah yang paling karib dengan jagat raya adalah firman untuk mencipta. Kendati pada hakikatnya esa, Logos mengandung sejumlah besar konsep, sehingga Origenes mengistilahkannya, dengan lagak khas ahli filsafat Plato, sebagai "hakikat segala hakikat" dan "cipta segala cipta".
 
Origenes banyak berjasa bagi perkembangan gagasan mengenai [[Tritunggal|Ketritunggalan Allah]].{{sfn|Olson|Hall|2002|page=24}}{{sfn|La Due|2003|page=37}}{{sfn|Ehrman|2003|pages=154–156}} Ia menegaskan bahwa Roh Kudus adalah bagian dari Ketuhanan,{{sfn|Olson|Hall|2002|page=25}} serta menafsirkan [[Perumpamaan dirham yang hilang|perumpamaan dirham yang hilang]] sebagai kisah yang bermakna Roh Kudus itu berdiam di dalam diri tiap-tiap orang,{{sfn|Greggs|2009|pages=159–160}} dan bahwasanya ilham Roh Kudus diperlukan dalam segala bentuk pembicaraan tentang Allah.{{sfn|Greggs|2009|page=160}} Origenes mengajarkan bahwa tindakan ketiga-tiga pribadi Tritunggal sangat dibutuhkan manusia untuk mencapai keselamatan.{{sfn|Greggs|2009|page=161}} Dalam salah satu kutipan dari Origenes yang terlestarikan dalam terjemahan risalah ''Membela Origenes'', karya [[Pamfilus dari Kaisarea|Pamfilus]], ke dalam bahasa Latin yang dikerjakan oleh Rufinus, Origenes tampak menggunakan frasa ''homooúsios'' (ὁμοούσιος, "sehakikat") untuk menjelaskan keterkaitan antara Sang Bapa dan Sang Putra,{{sfn|La Due|2003|page=38}}{{sfn|Williams|2001|page=132}} tetapi pada bagian lain, Origenes justru membidahkan keyakinan mengenai kese-''hipostasis''-an Sang Putra dan Sang Bapa.{{sfn|Williams|2001|page=132}} Menurut [[Rowan Williams]], lantaran kata ''ousia'' dan kata ''hipostasis'' digunakan dengan makna yang sama pada masa hidup Origenes,{{sfn|Williams|2001|page=132}} maka Origenes hampir dapat dipastikan membidahkan ''homoousios''.{{sfn|Williams|2001|page=132}} Menurut Rowan Williams, kiranya mustahil orang dapat memastikan apakah kata ''homoousios'' memang berasal dari Pamfilus, apatah lagi dari Origenes.{{sfn|Williams|2001|page=132}}<!--
 
Bagaimanapun juga, Origenes adalah seorang penganut paham [[Subordinasionisme]],{{sfn|La Due|2003|page=38}}{{sfn|Olson|Hall|2002|page=25}}{{sfn|Pollard|1970|page=95}}{{sfn|Greggs|2009|page=161}} yakni percaya bahwa Sang Bapa lebih tinggi derajatnya daripada Sang Putra, dan Sang Putra lebih tinggi derajatnya daripada Roh Kudus.{{sfn|La Due|2003|page=38}}{{sfn|Olson|Hall|2002|page=25}}{{sfn|Greggs|2009|page=161}}<!-- a model based on Platonic [[Proportionality (mathematics)|proportions]].{{sfn|Olson|Hall|2002|page=25}} Jerome records that Origen had written that God the Father is invisible to all beings, including even the Son and the Roh Kudus,{{sfn|Greggs|2009|pages=152–153}} and that the Son is invisible to the Roh Kudus as well.{{sfn|Greggs|2009|pages=152–153}} At one point Origen suggests that the Son was created by the Father and that the Roh Kudus was created by the Son,{{sfn|Greggs|2009|page=153}} but, at another point, he writes that "Up to the present I have been able to find no passage in the Scriptures that the Roh Kudus is a created being."{{sfn|Olson|Hall|2002|page=25}}{{sfn|Greggs|2009|page=154}} At the time when Origen was alive, orthodox views on the Trinity had not yet been formulated{{sfn|Greggs|2009|pages=152–153}}{{sfn|Badcock|1997|page=43}} and Subordinationism was not yet considered heretical.{{sfn|Greggs|2009|pages=152–153}}{{sfn|Badcock|1997|page=43}} In fact, virtually all orthodox theologians prior to the [[Arian controversy]] in the latter half of the fourth century were Subordinationists to some extent.{{sfn|Badcock|1997|page=43}} Origen's Subordinationism may have developed out of his efforts to defend the unity of God against the Gnostics.{{sfn|Pollard|1970|page=95}}-->