Marwan bin al-Hakam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HaEr48 (bicara | kontrib)
HaEr48 (bicara | kontrib)
Baris 30:
Marwan turut serta dalam pemerintahan Khalifah [[Utsman bin 'Affan|'Utsman bin 'Affan]] (berkuasa 644—656 M), yang juga merupakan sepupunya.{{sfn|Bosworth|1991|p=621}} Ia turut serta dalam perang melawan [[Kekaisaran Romawi Timur]] di [[Ifriqiyah]] (Afrika Utara bagian tengah), dan mendapat harta rampasan perang yang cukup banyak.{{sfn|Bosworth|1991|p=621}}{{sfn|Madelung|1997|p=81}} Inilah modal awal kekayaan Marwan, dan sebagian ia investasikan dalam tanah dan bangunan di [[Madinah]],{{sfn|Bosworth|1991|p=621}} ibu kota kekhalifahan. Pada tanggal yang tidak diketahui pasti, ia ditunjuk menjadi wali negeri (gubernur) di [[Fars]] dan kemudian kembali ke Madinah untuk menjadi ''[[katib]]'' (sekretaris atau juru tulis khalifah) dan kemungkinan juga sebagai bendahara [[baitul mal]].{{sfn|Bosworth|1991|p=621}}{{sfn|Donner|2014|p=106}} Sejarawan [[Clifford E. Bosworth]] menyebut bahwa karena kedudukannya ini Marwan "tak diragukan lagi membantu" dalam penyusunan [[mushaf]] Al-Quran di masa Utsman.{{sfn|Bosworth|1991|p=621}} Sejarawan [[Hugh N. Kennedy]] menyatakan bahwa Marwan adalah "tangan kanan" Utsman. Menurut sumber tradisi Muslim, anggota Quraisy yang sebelumnya mendukung Utsman perlahan-lahan menarik dukungannya akibat kedekatannya dengan Marwan, yang dianggap sebagai penyebab keputusan-keputusan kontroversial Utsman.{{sfn|Donner|2014|p=106}}{{sfn|Madelung|1997|p=92}}{{sfn|Della Vida|2000|p=947}} Sejarawan [[Fred Donner]] meragukan versi ini karena ia menganggap tidak mungkin Utsman dipengaruhi begitu saja oleh Marwan yang jauh lebih muda dan karena tidak adanya tuduhan yang bersifat spesifik terhadap Marwan. Donner juga menduga bahwa ada kemungkinan "upaya dari tradisi Muslim zaman selanjutnya untuk menyelamatkan reputasi Utsman sebagai salah satu Khulafaur Rasyidin dengan menjadikan Marwan ... kambing hitam (''the fall guy'') atas peristiwa-peristiwa memilukan di akhir dua belas tahun pemerintahan Utsman."{{sfn|Donner|2014|p=106}}
 
Kekisruhan pada tahun-tahun akhir pemerintahan Utsman akibat kebijakannya yang dianggap nepotisme atau memihak kerabat sendiri, maupun pengambilalihan tanah di Irak memicu perlawanan di kalangan Quraisy dan pihak-pihak yang dirugikan Mesir dan Kufah.{{sfn|Madelung|1997|pp=86–89}} Marwan menyarankan tindakan keras terhadap para pemberontak,{{sfn|Madelung|1997|pp=127, 135}} tetapi Utsman membatalkannya dan menahan diri dari tindakan militer saat para pemberontak mengepung kediamannya pada Juni 656.{{sfn|Madelung|1997|pp=133, 135–136}} Bertentangan dengan perintah Utsman, Marwan aktif melindungi Utsman dan sempat terluka parah di lehernya saat ia menantang para pemberontak di depan kediaman Utsman.{{sfn|Bosworth|1991|p=621}}{{sfn|Donner|2014|p=106}}{{sfn|Madelung|1997|p=137}} Menurut sumber tradisional, ia selamat karena campur tangan ibu susunya, Fatimah binti Aus, dan dibawa ke rumah Fatimah oleh pelayan Marwan yang bernama [[Abu Hafsah Yazid|Abu Hafsah]].{{sfn|Madelung|1997|p=137}} Tak lama kemudian, Utsman dibunuh oleh para pemberontak dan peristiwa ini memicu [[Perang Saudara Islam I]].
Banyak sejarawan percaya bahwa Marwan termasuk yang bertanggung jawab atas kekisruhan di tahun-tahun terakhir masa kekuasaan 'Utsman bin 'Affan yang berujung pada pemberontakan.<ref>Al-Ishabah, jld. 6, hlm. 204.</ref> Istri 'Utsman, Na-ilah, pernah menyatakan pendapatnya terkait Marwan kepada suaminya, "Bila engkau terus-menerus mengikuti Marwan, maka dia akan menjadi sebab kematianmu."<ref>[[Ibnu Katsir]], [[Al-Bidayah wan Nihayah]]</ref> Salah satu hal yang kerap dijadikan contoh dalam hal ini adalah kasus pemalsuan surat atas nama 'Utsman yang kerap diduga sebagai pekerjaan Marwan. Surat tersebut berisikan perintah kepada [[Abdullah bin Sa'ad bin Abi Sarh|'Abdullah bin Sa'ad bin Abi Sarh]] untuk membunuh [[Muhammad bin Abu Bakar]], yang baru ditunjuk sebagai Gubernur Mesir, beserta rombongan Mesir yang baru saja kembali dari Madinah untuk melayangkan keberatan secara langsung pada 'Utsman atas beberapa kebijakannya terkait Mesir. Saat rombongan tersebut menangkap pembawa surat dalam perjalanan pulang mereka ke Mesir, mereka marah dan berbalik kembali ke Madinah dan terjadilah huru-hara. Meski begitu, sebagian pendapat menyatakan bahwa surat tersebut dipalsukan oleh salah seorang dari rombongan tersebut sebagai jalan untuk menggantikan 'Utsman dengan 'Ali sebagai khalifah. Terlepas dari segala simpang-siur yang ada, saat gelombang protes berubah menjadi pemberontakan yang berujung pada pengepungan kediaman 'Utsman pada tahun 656, Marwan termasuk yang turut serta melindungi 'Utsman. Marwan terluka parah pada saat kejadian dan 'Utsman sendiri terbunuh.{{sfn|Bosworth|1991|p=621}}{{sfn|Donner|2014|p=106}} Setelahnya, 'Ali dilantik menjadi khalifah yang baru.
 
[[Ali bin Abi Thalib]] terpilih menjadi khalifah menggantikan Utsman, dan terjadi perlawanan yang dipimpin oleh [[Aisyah]], salah seorang istri Muhammad. Marwan awalnya berada di pihak Aisyah, dan ikut bertempur dalam [[Perang Jamal|Pertempuran Jamal]] pada Desember 656.{{sfn|Bosworth|1991|p=621}} Dalam pertempuran ini, ia membunuh [[Thalhah bin Ubaidillah]] yang juga berada di pihak Aisyah tetapi menurut Marwan ikut bertanggung jawab atas pembunuhan Utsman.{{sfn|Bosworth|1991|p=621}}{{sfn|Madelung|1997|p=171}} Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan Ali, dan Marwan pun menyatakan baiat kepada sang khalifah.{{sfn|Bosworth|1991|p=621}} Marwan dimaafkan oleh Ali dan ia lalu berangkat ke Syam yang dikuasai oleh [[Muawiyah bin Abi Sofyan]], wali negeri Syam yang menolak untuk berbaiat kepada Ali, dan merupakan kerabatnya dari Banu Umayyah.{{sfn|Madelung|1997|pp=181, 190, 192 note 232, 196}} Marwan berada di pihak Muawiyah saat bertempur melawan Ali dalam [[Pertempuran Shiffin]] pada tahun 657.{{sfn|Madelung|1997|pp=235–236}} Pertempuran ini berakhir tanpa pemenang yang jelas, dan diikuti dengan sebuah ''tahkim'' (arbitrase) yang juga gagal menghentikan perselisihan antara kedua pihak.{{sfn|Kennedy|2004|pp=77–80}}
Masa kekuasaan Khalifah 'Ali adalah salah satu masa tersulit dalam sejarah Islam karena pada saat itulah terjadi [[perang saudara Islam pertama]] yang pecah lantaran perselisihan mengenai status pembunuh 'Utsman. Sebagian berpendapat bahwa hukuman mati bagi mereka yang terlibat sebaiknya ditunda sampai keadaan negara stabil. 'Ali dan pendukungnya mengambil pendapat ini. Pendapat lain menyatakan bahwa mereka harus segera dihukum mati karena ditakutkan bahwa para pembunuh ini akan berbaur dengan masyarakat dan sulit dilacak. Keluarga besar 'Utsman dan beberapa tokoh mengambil pendapat ini. Perbedaan pendapat ini semakin memanas dan pertempuran tidak bisa dielakkan kembali. [[Aisyah]] janda Nabi yang mengambil pendapat terakhir berseteru dengan pihak 'Ali yang berujung pada terjadinya [[Perang Jamal]]. Marwan berada di pihak Aisyah pada pertempuran tersebut.<ref>Al-Imamah wa as-Siyasah, jld. 1, hlm. 73. </ref>{{sfn|Bosworth|1991|p=621}} [[Thalhah bin Ubaidillah|Thalhah bin 'Ubaidillah]] yang terlibat dalam pengepungan kediaman 'Utsman awalnya memberikan baiat kepada 'Ali, tetapi kemudian berbalik memihak Aisyah. Pada saat kemenangan tampak berada di pihak 'Ali, Marwan memanah Thalhah demi menuntut balas kematian 'Utsman dan hal tersebut mengantarkan pada kematiannya.{{sfn|Bosworth|1991|p=621}} Setelah perang, Marwan bersumpah setia kepada 'Ali.{{sfn|Bosworth|1991|p=621}}
 
== Masa Bani Umayyah ==