Komisi Yudisial Republik Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k Perubahan kosmetik tanda baca
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Baris 59:
Pembinaan lembaga peradilan oleh eksekutif merupakan peluang bagi penguasa melakukan intervensi ke dalam proses peradilan serta berkembangnya kolusi dan praktik-praktik negatif pada proses peradilan. Penegakan hukum belum memberi rasa keadilan dan kepastian hukum pada kasus-kasus yang menghadapkan pemerintah atau pihak yang kuat dengan rakyat, sehingga menempatkan rakyat pada posisi yang lemah}}
 
Beberapa agenda kebijakan mulai digagas,sepertipemisahan yang tegas antar fungsi-fungsi yudikatif dari eksekutifdan pemisahan secara tegas fungsi dan wewenang aparatur penegak hukum. Untuk merealisasikan hal tersebut, terdapatperubahan penting dalam tubuh[[tud1buh]] kekuasaan kehakiman melalui Undang-Undang💊[[''one Nomorroof 35of Tahunjustice 1999 tentang Perubahan Atas Undangsystem'']]ndang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman.
 
Salah satu pokok perubahan yang mendasar ialah penempatan tiga aspek organisasi, administratif, dan finansial [[©kekuasaan¶{}®[[]] kehakiman menjadi satu atap di Mahkamah Agung. Sebelumnya, secara administratif ada di bawah kendali]] Departemen Kehakiman.Sedangkan secara teknis yudisial, berada dalam kekuasaan Mahkamah Agung. Konsep ini lebih dikenal dengan sebutan penyatuatapan kekuasaan kehakiman (''one roof of justice system'').
 
Kehadiran sistem tersebut bukan tanpa kekhawatiran. Menyadur naskah akademis Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004, penyatuatapan –tanpa perubahan sistem lainnya misalnya rekrutmen, mutasi, promosi, dan pengawasan terhadap hakim– berpotensi melahirkan monopoli kekuasaan kehakiman.
Baris 67:
Selain itu, ada pula kekhawatiran [[Mahkamah Agung Republik Indonesia|Mahkamah Agung]] belum mampu menjalankan tugas barunya karena memiliki beberapa kelemahan organisasi yang sampai saat ini masih dalam upaya perbaikan. Alasan lain ialah gagalnya sistem yang ada untuk menciptakan pengadilan yang lebih baik. Sehingga penyatuatapan kekuasaan kehakiman ke [[Mahkamah Agung Republik Indonesia|Mahkamah Agung]] belum menyelesaikan permasalahan secara tuntas.
 
Pertimbangan itu membuat ahli dan pengamat hukum mengeluarkan ide untuk membentuk lembaga pengawas eksternal yang diberi tugas menjalankan fungsi checks]]🈁🗞️[[ and balances. Kehadiran lembaga pengawas peradilan diharapkan agar kinerja pengadilan transparan, akuntabel dan imparsial, serta mengedepankan aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.
 
=== Gagasan Pembentukan Penegak Etik Hakim ===