Agresi Militer Belanda II: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika |
Menolak 3 perubahan teks terakhir dan mengembalikan revisi 15513901 oleh 36.90.16.105 |
||
Baris 27:
'''Agresi Militer Belanda II''' atau '''Operasi Gagak''' ([[bahasa Belanda]]: ''Operatie Kraai'') terjadi pada [[19 Desember]] [[1948]] yang diawali dengan serangan terhadap [[Yogyakarta]], [[ibu kota]] [[Indonesia]] saat itu, serta penangkapan [[Soekarno]], [[Mohammad Hatta]], [[Sjahrir]] dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya [[Pemerintah Darurat Republik Indonesia]] di [[Sumatra]] yang dipimpin oleh [[Sjafruddin Prawiranegara]].
Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan Udara [[Maguwo]] dan dari sana menuju ke Ibu kota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota agar dekat dengan [[Komisi Tiga Negara]] (KTN) sehingga
== Serangan ke Maguwo ==
Baris 33:
Tanggal [[18 Desember]] [[1948]] pukul 23.30, siaran radio Antara dari Jakarta menyebutkan, bahwa besok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, [[Louis Joseph Maria Beel|Dr. Beel]], akan menyampaikan pidato yang penting.
Sementara itu
Pukul 2.00 pagi ''1e para-compgnie'' (pasukan para I) KST di [[Andir]] memperoleh parasut mereka dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilakukan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, diikuti oleh Jenderal [[Simon Hendrik Spoor|Spoor]] 15 menit kemudian. Dia melakukan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat [[Dakota]] pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil melalui [[Lautan Hindia]]. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.
Baris 49:
== Pemerintahan Darurat ==
[[Berkas:Dec48.gif|jmpl|330px]]
[[Soedirman]] dalam keadaan sakit melaporkan diri kepada Presiden. Soedirman didampingi oleh [[T.B. Simatupang|Kolonel Simatupang]],
Sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipil akan dibentuk di [[Sumatra]], maka Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang berada di Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada [[Syafruddin Prawiranegara]] di Bukittinggi, bahwa ia diangkat sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini kemudian dikenal dengan [[Pemerintahan Darurat Republik Indonesia]]. Selain itu, untuk menjaga kemungkinan bahwa Syafruddin tidak berhasil membentuk pemerintahan di Sumatra, juga dibuat surat untuk Duta Besar RI untuk India, dr. Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, [[L. N. Palar]] dan Menteri Keuangan Mr. [[A.A. Maramis]] yang sedang berada di [[New Delhi]].
Baris 61:
== Gerilya ==
Setelah itu [[Soedirman]] meninggalkan Yogyakarta untuk memimpin gerilya dari luar kota. Perjalanan bergerilya selama delapan bulan ditempuh kurang lebih 1000 km di daerah [[Jawa Tengah]] dan [[Jawa Timur]]. Tidak jarang Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam keadaan sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari beberapa desa rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal [[10 Juli]] [[1949]].
Kolonel [[A.H. Nasution]], selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa menyusun rencana pertahanan rakyat ''Totaliter'' yang kemudian dikenal sebagai [[Perintah Siasat No 1]] Salah satu pokok isinya ialah: Tugas pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal adalah ber ''wingate'' (menyusup ke belakang garis musuh) dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.
|