Hamengkubuwana I: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 125.166.129.103 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh KPP.Ariyo Purbodiningrat
Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 60:
Pada tahun [[1742]] istana [[Kartasura]] diserbu kaum pemberontak . [[Pakubuwana II]] terpaksa membangun istana baru di [[Surakarta]], sedangkan pemberontakan tersebut akhirnya dapat ditumpas oleh [[VOC]] dan [[Cakraningrat IV]] dari [[Pulau Madura|Madura]].
 
Sisa-sisa pemberontak yang dipimpin oleh [[Raden Mas Said]] (keponakan [[Pakubuwana II]] dan Mangkubumi)[[Hamengkubuwono I]] berhasil merebut tanah Sukowati. [[Pakubuwana II]] mengumumkan sayembara berhadiah tanah seluas 3.000 cacah untuk siapa saja yang berhasil merebut kembali Sukowati. Mangkubumi [[Hamengkubuwono I]] dengan berhasil mengusir [[Mas Said]] pada tahun [[1746]], tetapi ia dihalang-halangi Patih Pringgalaya yang menghasut raja supaya membatalkan perjanjian sayembara.
 
Datang pula [[Baron van Imhoff]] gubernur jenderal [[VOC]] yang makin memperkeruh suasana. Ia mendesak [[Pakubuwana II]] supaya menyewakan daerah pesisir kepada [[VOC]] seharga 20.000 real untuk melunasi hutang keraton terhadap [[Belanda]]. Hal ini ditentang Mangkubumi [[Hamengkubuwono I]]. Akibatnya, terjadilah pertengkaran di mana [[Baron van Imhoff]] menghina Mangkubumi [[Hamengkubuwono I]] di depan umum.
 
Mangkubumi [[Hamengkubuwono I]] yang sakit hati meninggalkan [[Surakarta]] pada bulan [[Mei]] [[1746]] dan menggabungkan diri dengan [[Mas Said]] sebagai pemberontak.Sebagai ikatan gabungan Mangkubumi [[Hamengkubuwono I]] mengawinkan [[Mas Said]] dengan puterinya yaitu [[Rara Inten]] atau [[Gusti Ratu Bendoro]].
 
== Geneologis [[HamengkubuwanaHamengku Buwana I]] ==
 
[[HamengkubuwanaHamengku Buwana I]] secara geneologis adalah keturunan Brawijaya V baik dari ayahandanya Amangkurat IV maupun dari ibundanya Mas Ayu Tejawati..Dari garis ayahandanya silsilah ke atas yang menyambung sampai Brawijaya V secara umum sudah pada diketahui namun dari pihak ibundanya masih sedikit yang mengungkapkannya. Dari Brawijaya V seorang dari puteranya bernama Jaka Dhalak yang kemudian menurunkan Wasisrowo atau Pangeran Panggung. Pangeran Panggung selanjutnya berputera Pangeran Alas yang memiliki anak bernama Tumenggung Perampilan. Tumenggung Perampilan mengabdikan diri di pajang pada Sultan Hadiwijaya dan ia berputera Kyai Cibkakak di Kepundung jawa Tengah. Selanjutnya Kyai Cibkakak ini menurunkan putra bernama Kyai Resoyuda. dari Resoyuda ini menurunkan putra bernama Ngabehi Hondoroko yang selanjutnya punya anak putri bernama Mas Ayu Tejawati, ibunda Hamengku Buwana I.
 
== [[Perang Tahta Jawa Ketiga]] ==
Perang antara Mangkubumi [[Hamengkubuwono I]] melawan [[Pakubuwana II]] yang didukung [[VOC]] disebut para sejarawan sebagai Perang Suksesi Jawa III. Pada tahun [[1747]] diperkirakan kekuatan Mangkubumi [[Hamengkubuwono I]] mencapai 13.000 orang prajurit.
 
Pertempuran demi pertempuran dimenangkan oleh Mangkubumi [[Hamengkubuwono I]], misalnya pertempuran di [[Demak]] dan [[Grobogan]]. Pada akhir tahun [[1749]], [[Pakubuwana II]] sakit parah dan merasa kematiannya sudah dekat. Ia pun menyerahkan kedaulatan negara secara penuh kepada [[VOC]] sebagai pelindung [[Surakarta]] tanggal [[11]] [[Desember]].
 
Sementara itu Mangkubumi telah mengangkat diri sebagai raja bergelar [[Pakubuwana III]] tanggal [[12]] [[Desember]] di markasnya, sedangkan [[VOC]] mengangkat putra [[Pakubuwana II]] sebagai [[Pakubuwana III]] tanggal [[15]]. Dengan demikian terdapat dua orang [[Pakubuwana III]]. Yang satu disebut '''Susuhunan Surakarta''', sedangkan Mangkubumi [[Hamengkubuwono I]] disebut '''Susuhunan KabanaranKebanaran''', karena bermarkas di desa Banaran di daerah Sukowati [[Kabupaten Sragen]].
 
Perang kembali berlanjut. Pertempuran besar terjadi di tepi Sungai Bogowonto tahun [[1751]] di mana Mangkubumi [[Hamengkubuwono I]] menghancurkan pasukan [[VOC]] yang dipimpin Kapten de Clerck. Orang [[Jawa]] menyebutnya Kapten Klerek.
 
== Berbagi Wilayah Kekuasaan ==
 
Pada tahun [[1752]] [[Mangkubumi]] dengan [[Raden Mas Said]] terjadi perselisihan.Perselisihan ini berfokus pada keunggulan supremasi Tunggal atas Mataram yang tidak terbagi.Dalam jajak pendapat dan pemungutan suara dukungan kepada [[Raden Mas Said]] oleh kalangan elite Jawa dan tokoh tokoh Mataram mencapai suara yang bulat mengalahkan dukungan dan pilihan kepada [[Mangkubumi]].Dalam dukungan elite Jawa menemui fakta kalah dengan [[Raden Mas Said]] maka [[Mangkubumi]] menggunakan kekuatan bersenjata untuk mengalahkan [[Raden Mas Said]] tetapi [[Mangkubumi]] menemui kegagalan.[[Raden Mas Said]] kuat dalam dukungan-pilihan oleh elite Jawa dan juga kuat dalam kekuatan bersenjata.[[Mangkubumi]] bahkan menerima kekalahan yang sangat telak dari menantunya yaitu [[Raden Mas Said]].Akibat kekalahan yang telak [[Mangkubumi]] kemudian menemui [[VOC]] menawarkan untuk bergabung dan bertiga dengan [[Paku Buwono III]] sepakat menghadapi [[Raden Mas Said]].
 
Tawaran [[Mangkubumi]] untuk bergabung mengalahkan [[Raden Mas Said]] akhirnya diterima [[VOC]] tahun [[1754]]. Pihak [[VOC]] diwakili Nicolaas Hartingh, yang menjabat gubernur wilayah pesisir utara [[Jawa]]. Sebagai perantara adalah Syaikh Ibrahim, seorang [[Turki]]. Perudingan-perundingan dengan [[Mangkubumi]] mencapai kesepakatan, [[Mangkubumi]] bertemu Hartingh secara langsung pada bulan [[September]] [[1754]].
 
Perundingan dengan Hartingh mencapai kesepakatan. [[Mangkubumi]] mendapatkan setengah wilayah kerajaan [[Pakubuwana III]], sedangkan ia merelakan daerah pesisir disewa [[VOC]] seharga 20.000 real dengan kesepakatan 20.000 real dibagi dua;10.000 real untuk dirinya [[Mangkubumi]] dan 10.000 real untuk [[Pakubuwono III]].
 
Akhirnya pada tanggal [[13]] [[Februari]] [[1755]] dilakukan penandatanganan naskah [[Perjanjian Giyanti]] yang mengakui [[Mangkubumi]] sebagai Sultan [[Hamengkubuwana I]]. Wilayah kerajaan yang dipimpin [[Pakubuwana III]] dibelah menjadi dua. [[Hamengkubuwana I]] mendapat setengah bagian.Perjanjian Giyanti ini juga merupakan perjanjian persekutuan baru antara pemberontak kelompok [[Mangkubumi]] bergabung dengan [[Pakubuwono III]] dan [[VOC]] menjadi persekutuan untuk melenyapkan pemberontak kelompok [[Raden Mas Said]].
 
Bergabungnya [[Mangkubumi]] dengan [[VOC]] dan [[Paku Buwono III]] adalah permulaan menuju kesepakatan pembagian Mataram menjadi Surakarta dan Yogyakarta. Dari persekutuan ini dapat dipertanyakan; Mengapa [[Mangkubumi]] bersedia membagi Kerajaan Mataram sedangkan persellisihan dengan menantunya [[Raden Mas Said]] berpangkal pada supremasi kedaulatan Mataram yang tunggal dan tidak terbagi? Dari pihak [[VOC]] langsung dapat dibaca bahwa dengan pembagian Mataram menjadikan [[VOC]] keberadaannya di wilayah Mataram tetap dapat dipertahankan. [[VOC]] mendapat keuntungan dengan pembagian Mataram.
Baris 93:
== Mendirikan Yogyakarta ==
 
Sejak Perjanjian Giyanti wilayah kerajaan Mataram dibagi menjadi dua. [[Pakubuwana III]] tetap menjadi raja di [[Surakarta]], [[Mangkubumi]] dengan gelar Sultan [[Hamengkubuwana I]] menjadi raja di [[Yogyakarta]].[[Mangkubumi]] sekarang sudah memiliki kekuasaan dan menjadi Raja maka tinggal kerajaan tempat untuk memerintah belum dimilikinya.Untuk mendirikan Keraton/Istana Mangkubumi kepada [[VOC]] mengajukan uang persekot sewa pantai utara Jawa tetapi [[VOC]] saat itu belum memiliki yang diminta oleh [[Mangkubumi]].
 
Pada bulan [[April]] [[1755]] [[Hamengkubuwana I]] memutuskan untuk membuka Hutan Pabringan sebagai ibu kota Kerajaan yang menjadi bagian kekuasaannya . Sebelumnya, di hutan tersebut pernah terdapat pesanggrahan bernama Ngayogya sebagai tempat peristirahatan saat mengantar jenazah dari [[Surakarta]] menuju [[Imogiri]]. Oleh karena itu, ibu kota baru dari Kerajaan yang menjadi bagiannya tersebut pun diberi nama [[Ngayogyakarta Hadiningrat]], atau disingkat [[Yogyakarta]].
 
Sejak tanggal [[7]] [[Oktober]] [[1756]] [[Hamengkubuwana I]] pindah dari Kabanaran [[Sukowati]] [[Desa Banaran]] [[Kecamatan Sambung Macan]] [[Kabupaten Sragen]]Kebanaran menuju [[Yogyakarta]]. Seiring berjalannya waktu nama [[Yogyakarta]] sebagai ibu kota kerajaannya menjadi lebih populer. Kerajaan yang dipimpin oleh Hamengkubuwana I kemudian lebih terkenal dengan nama [[Kesultanan Yogyakarta]].
 
== Usaha Menaklukkan Surakarta ==
 
[[Hamengkubuwana I]] meskipun telah berjanji damai namun tetap saja berusaha ingin mengembalikan kerajaan warisan [[Sultan Agung]] menjadi utuh kembali. [[Surakarta]] memang dipimpin [[Pakubuwana III]] yang lemah namun mendapat perlindungan [[Belanda]] sehingga niat Hamengkubuwana I sulit diwujudkan, apalagi masih ada kekuatan ketiga yaitu [[Mangkunegoro I]] yang juga tidak senang dengan Kerajaan yang terpecah, sehingga cita cita menyatukan kembali Mataram yang utuh bukan monopoli seorang saja.
 
Pada tahun [[1788]] [[Pakubuwana IV]] naik takhta. Ia merupakan raja yang jauh lebih cakap daripada ayahnya. [[Paku Buwono IV]] sebagai penguasa memiliki kesamaan dengan [[HamengkubuwanaHamengku Buwono I]].[[Paku Buwono IV]] juga ingin mengembalikan keutuhan Mataram.Dalam langkah politiknya [[Paku Buwono IV]] mengabaikan Yogyakarta dengan mengangkat saudaranya menjadi Pangeran Mangkubumi, hal yang menyebabkan ketegangan dengan Hamengku Buwono I.Setelah pengangkatan saudaranya menjadi Pangeran, [[Paku Buwono IV]] juga tidak mengakui hak waris tahta putra Mahkota di Yogyakarta. Pihak [[VOC]] resah menghadapi raja baru tersebut karena ancaman perang terbuka bisa menyebabkan keuangan VOC terkuras kembali.
 
[[Paku Buwono IV]] mengambil langkah konfrontatif dengan Yogyakarta dengan tidak mau mencabut nama "Mangkubumi" untuk saudaranya.Memang dalam [[Perjanjian Giyanti]] tidak diatur secara permanen soal suksesi Kasultanan Yogyakarta, sehingga sikap konfrontatif [[Paku Buwono IV]] ini dapat dimengerti bahwa penguasa Surakarta memahami tanggung Jawab Kerajaan.
Baris 109:
Sikap konfrontatif [[Paku Buwono IV]] ini beriring dengan munculnya penasihat penasihat spiritual yang beraliran keagamaan dan ini yang meresahkan [[VOC]] dan dua penguasa lainnya, karena ancaman perang yang meluluh lantahkan Jawa bisa terulang kembali.
 
Pada tahun [[1790]] [[Hamengkubuwana I]] dan [[Mangkunegara I]] (alias [[Mas Said]]) kembali bekerja sama untuk pertama kalinya sejak zaman pemberontakan dulu. Mereka bersama [[VOC]] bergerak mengepung [[Pakubuwana IV]] di [[Surakarta]] karena [[Paku Buwono IV]] memiliki penasihat penasihat Spiritual yang membuat khawatir [[VOC]]. [[Pakubuwana IV]] akhirnya menyerah untuk membiarkan penasihat penasihat spiritualnya dibubarkan oleh [[VOC]].Ini adalah kerja sama dalam kepentingan yang sama yaitu mencegah bersatunya penasihat spiritual dengan golongan Ningrat yang merupakan ancaman potensial pemberontakan kembali.
 
[[Hamengkubuwana I]] pernah berupaya agar putranya dikawinkan dengan putri [[Paku Buwono III]] raja [[Surakarta]] dengan tujuan untuk bersatunya kembali Mataram namun gagal. [[Pakubuwana IV]] yang merupakan waris dari [[Paku Buwono III]] lahir untuk menggantikan ayahnya.
 
== Sebagai Pahlawan Nasional ==
[[Hamengkubuwana I]] meninggal dunia tanggal [[24 Maret]] [[1792]]. Kedudukannya sebagai raja [[Yogyakarta]] digantikan putranya yang bergelar [[Hamengkubuwana II]].
[[Hamengkubuwana I]] adalah peletak dasar-dasar [[Kesultanan Yogyakarta]]. Ia dianggap sebagai raja terbesar dari keluarga [[Mataram]] sejak [[Sultan Agung]]. [[Yogyakarta]] memang negeri baru namun kebesarannya waktu itu telah berhasil mengungguli [[Surakarta]]. Angkatan perangnya bahkan lebih besar daripada jumlah tentara [[VOC]] di [[Jawa]].
 
[[Hamengkubuwana I]] adalah peletak dasar-dasar [[Kesultanan Yogyakarta]]. Ia dianggap sebagai raja terbesar dari keluarga [[Mataram]] sejak [[Sultan Agung]]. [[Yogyakarta]] memang negeri baru namun kebesarannya waktu itu telah berhasil mengungguli [[Surakarta]]. Angkatan perangnya bahkan lebih besar daripada jumlah tentara [[VOC]] di [[Jawa]].
[[Hamengkubuwana I]] tidak hanya seorang raja bijaksana yang ahli dalam strategi berperang, tetapi juga seorang pecinta keindahan. Karya arsitektur pada jamannya yang monumental adalah [[Taman Sari]] [[Keraton Yogyakarta]].[[Taman Sari]] di rancang oleh orang berkebangsaan Portugis yang terdampar di laut selatan dan menjadi ahli bangunan Kasultanan dengan nama Jawa [[Demang Tegis]].
 
[[Hamengkubuwana I]] tidak hanya seorang raja bijaksana yang ahli dalam strategi berperang, tetapi juga seorang pecinta keindahan. Karya arsitektur pada jamannya yang monumental adalah [[Taman Sari]] [[Keraton Yogyakarta]].[[Taman Sari]] di rancang oleh orang berkebangsaan Portugis yang terdampar di laut selatan dan menjadi ahli bangunan Kasultanan dengan nama Jawa [[Demang Tegis]].
Meskipun permusuhannya dengan [[Belanda]] berakhir damai namun bukan berarti ia berhenti membenci bangsa asing tersebut. [[Hamengkubuwana I]] pernah mencoba memperlambat keinginan [[Belanda]] untuk mendirikan sebuah benteng di lingkungan [[keraton Yogyakarta]]. Ia juga berusaha keras menghalangi pihak [[VOC]] untuk ikut campur dalam urusan pemerintahannya. Pihak [[Belanda]] sendiri mengakui bahwa perang melawan pemberontakan [[Pangeran Mangkubumi]] adalah perang terberat yang pernah dihadapi [[VOC]] di [[Jawa]] (sejak [[1619]] - [[1799]]).
 
Meskipun permusuhannya dengan [[Belanda]] berakhir damai namun bukan berarti ia berhenti membenci bangsa asing tersebut. [[Hamengkubuwana I]] pernah mencoba memperlambat keinginan [[Belanda]] untuk mendirikan sebuah benteng di lingkungan [[keraton Yogyakarta]]. Ia juga berusaha keras menghalangi pihak [[VOC]] untuk ikut campur dalam urusan pemerintahannya. Pihak [[Belanda]] sendiri mengakui bahwa perang melawan pemberontakan [[Pangeran Mangkubumi]] adalah perang terberat yang pernah dihadapi [[VOC]] di [[Jawa]] (sejak [[1619]] - [[1799]]).
Rasa benci [[Hamengkubuwana I]] terhadap penjajah asing ini kemudian diwariskan kepada [[Hamengkubuwana II]], raja selanjutnya. Maka, tidaklah berlebihan jika pemerintah [[Republik Indonesia]] menetapkan Sultan [[Hamengkubuwana I]] sebagai [[pahlawan nasional]] pada tanggal [[10]] [[November]] [[2006]] beberapa bulan sesudah gempa melanda wilayah Yogyakarta.
 
Rasa benci [[Hamengkubuwana I]] terhadap penjajah asing ini kemudian diwariskan kepada [[Hamengkubuwana II]], raja selanjutnya. Maka, tidaklah berlebihan jika pemerintah [[Republik Indonesia]] menetapkan Sultan [[Hamengkubuwana I]] sebagai [[pahlawan nasional]] pada tanggal [[10]] [[November]] [[2006]] beberapa bulan sesudah gempa melanda wilayah Yogyakarta.
<ref name="pahlawan">[http://www.indonesia.go.id/index.php/content/view/2585/701/ Profil Sembilan Orang Pahlawan Nasional], 10 November 2006</ref>