Tradisi mengikat kaki: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
Rintojiang (bicara | kontrib) edit |
||
Baris 26:
* Seksualitas
== Penolakan terhadap tradisi mengikat kaki ==
Dinasti Qing merupakan dinasti pertama yang mengeluarkan peraturan larangan terhadap tradisi ini. Namun karena kuatnya akar tradisi ini di kalangan suku Han, maka larangan ini tidak menunjukkan pengaruh yang berarti. Wanita dari beberapa kalangan seperti etnis Hakka yang diharuskan turun ke ladang untuk bercocok tanam tidak melaksanakan tradisi ini. Wanita dari suku Manchu juga tidak menerapkan tradisi ini secara luas.
Sebelumnya, di zaman Dinasti Song dan Ming, ada beberapa sastrawan dan cendekiawan menyatakan keberatan mereka atas tradisi ini dalam beberapa tulisan sastra.
Pemberontakan Taiping juga melarang dengan tegas tradisi mengikat kaki ini dikarenakan pemberontakan ini berazaskan ajaran Kristen yang menolak banyak tradisi Cina yang dianggap kuno. Di samping itu, pemberontakan Taiping juga didominasi oleh etnis minoritas Hakka.
Di penghujung Dinasti Qing, banyak cendekiawan dan negarawan yang menganggap bahwa tradisi ini merupakan penghambat bagi kemajuan bangsa Cina karena melemahkan kedudukan dan kontribusi wanita dalam masyarakat.
Setelah jatuhnya Dinasti Qing dan berdirinya Republik Cina pada tahun 1911, tradisi ini mulai ditinggalkan oleh wanita di kota besar di pesisir. Ini kemudian pelan-pelan menjalar ke pedalaman. Sampai pada tahun 1950-an, hanya tinggal beberapa dusun di Yunnan di mana kaum wanitanya masih menerapkan tradisi ini.
Di Taiwan sendiri, sewaktu zaman pendudukan Jepang, tradisi ini bersama dengan tradisi toucang dan mengisap candu dianggap sebagai 3 tradisi tidak sehat yang dilarang secara ketat.
[[Kategori:Budaya Tionghoa]]
|