Pembersihan moral 1938–1939: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Pinerineks (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''Pembersihan moral 1938–1939''' (bahasa Belanda: '''zedenschoonmaak''') adalah operasi besar-besaran oleh kepolisian kolonial yang bertujuan untuk menangkap orang-orang [[Homoseksualitas|homoseksual]] pada Desember 1938 hingga Mei 1939 di seluruh [[Hindia Belanda]] (sekarang [[Indonesia]]). Operasi diselenggarakan di sejumlah kota, di antaranya Batavia, Surabaya, Semarang, Bandung, Cirebon, Cianjur, Salatiga, Magelang, Yogyakarta, Malang, Pamekasan, Medan, Padang, dan Makasar. Sebanyak lebih dari dua ratus pria ditangkap, termasuk di dalamnya pejabat tinggi, dengan tuduhan berhubungan seksual sesama jenis dengan anak di bawah umur. Dari 223 pria yang ditahan, 171 di antaranya dinyatakan bersalah dan dipenjara selama dua bulan hingga dua tahun. Kebanyakan dari mereka adalah warga Eropa.<ref name=":0">{{Cite web|url=https://historia.id/politik/articles/razia-homoseksual-zaman-kolonial-PdjAZ|title=Razia Homoseksual Zaman Kolonial|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=en|access-date=2019-08-31}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://historia.id/kultur/articles/memberangus-seksualitas-P1mMP|title=Memberangus Seksualitas|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=en|access-date=2019-08-31}}</ref>
 
Meskipun demikian, [[homoseksualitas]] bukanlah tindakan kriminal baik di Hindia Belanda maupun [[Belanda]]. Hukum yang melandasi operasi pemberantasan homoseksual ini sesungguhnyadianggap kurang tepat. Polisi menangkap para homoseks atas tuduhan [[pedofilia]] yang diatur dalam Pasal 292 ''Wetboek van Strafrecht'' (Kitab Undang-Undang Pidana Hindia Belada) yang melarang hubungan seksual dengan anak di bawah umur 21 tahun. Hanya dengan berbekal peraturan tersebut, polisi dikerahkan untuk menarget para lelaki homoseks yang sebelumnya tidak pernah dipermasalahkan di Hindia Belanda.<ref Persoalanname=":0" moral/> sebelumDilaporkan, 1938polisi lebihmenangkapi menekankananak padajalanan pemberantasandi praktiksejumlah prostitusikota danbesar perdagangandi perempuanJawa danuntuk anakdijadikan saksi palsu dalam pengadilan demi menjerat para homoseksual.<ref name=":02" />
 
Hindia Belanda memungkinkan terselenggaranya kampanye moral puritan ini karena para elite politiknya memiliki kewenangan yang lebih leluasa tanpa adanya kritik berarti, dibandingkan dengan negeri Belanda sendiri yang mungkin akan terhalang dengan hak asasi kelompok borjuis yang sedang tumbuh.<ref name=":0" />
Baris 11:
 
== Sejarah ==
Persoalan moral di Hindia Belanda sebelum 1938 lebih menekankan pada pemberantasan praktik prostitusi dan perdagangan perempuan dan anak.<ref name=":0" /> Homoseksualitas mulai menjadi perhatian polisi susila Hindia Belanda setelah kelompok Christelijke Staatspartij (CSP) dan Anti-Revolutionaire Partij (ARP) mendesak adanya tindakan terhadap orang-orang homoseksual. CSP melayangkan surat keluhan kepada Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer pada Desember 1936 tentang meningkatnya dosa homoseksualitas di kalangan tokoh masyarakat. Walaupun pada waktu itu tuntutan ditolak sebab kelompok homoseksual tidak melanggar hukum pedofilia dan tidak mengganggu ketertiban umum.<ref name=":1">{{Cite web|url=https://tirto.id/sejarah-razia-homoseks-di-zaman-kolonial-ddM1|title=Sejarah Razia Homoseks di Zaman Kolonial|website=tirto.id|language=id|access-date=2019-08-31}}</ref>
 
Pemerintah kolonial dan polisi susila baru bergerak secara serempak dan luas setelah terkuaknya skandal W.G. van Eyndthoven pada November 1938 yang melakukan pidana pedofilia.<ref name=":1" />
 
== Narapidana ==
Angka orang-orang yang ditahan belum diketahui secara pasti. Satu sumber menyebutkan bahwa terdapat penangkapan homoseksual di Sumatra Utara sebanyak 21 orang, Sumatra Selatan 11 orang, Batavia 60 orang, Jawa Barat 38 orang, Jawa Tengah 35 orang, Jawa Timur 38 orang, Kalimantan 2 orang dan Bali 8 orang.<ref>{{Cite web|url=https://www.dbnl.org/tekst/_ind004200701_01/_ind004200701_01_0006.php|title=Indische Letteren. Jaargang 22 · dbnl|last=DBNL|website=DBNL|language=nl|access-date=2019-09-01}}</ref> Sebagian besar mereka adalah orang-orang Eropa, tetapi kelompok di luar itu juga masuk dalam daftar tahanan: 9 orang pribumi, 4 orang Tionghoa, 1 orang Arab dan 1 orang Armenia.<ref name=":2">{{Cite book|title=Cleanliness and Culture|url=https://www.jstor.org/stable/10.1163/j.ctvbnm4n9.8|publisher=Brill|date=2011|pages=117–146|volume=272|series=Indonesian Histories|doi=10.1163/j.ctvbnm4n9.8#metadata_info_tab_contents|first=Marieke|last=Bloembergen|editor-first=KEES|editor-last=VAN DIJK|editor-first2=JEAN GELMAN|editor-last2=TAYLOR}}</ref>
 
Beberapa narapidana yang dijebloskan ke penjara merupakan orang-orang penting, politikus, cendekiawan dan seniman yang gemilang pada zaman itu. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: