Jingi Tiu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Arupako (bicara | kontrib)
Arupako (bicara | kontrib)
Baris 17:
Saat ini jumlah penghayat kepercayaan ''Jingi Tiu'' menurun seiring perkembangan jaman. Mayoritas penduduk [[Suku Sabu]] pindah memeluk salah satu agama resmi di [[Indonesia]] yaitu [[Kristen Protestan]] yang pada tahun 2016 tercatat sekitar 89.86% dibandingkan dengan penghayat ''Jingi Tiu'' sebanyak 7.24%.<ref>{{Cite web|url=http://saburaijuakab.go.id/halaman/agama|title=Agama penduduk di Sabu Raijua|last=|first=|date=|website=Situs Resmi Pemerintah Kab. Sabu Raijua|access-date=2019-04-12}}</ref> Agama [[Kristen Katolik]] dan [[Kristen Protestan]] masuk ke daerah [[Suku Sabu]] sekitar tahun 1970an. Walaupun menganut agama [[Kristen Protestan]] beberapa norma dan upacara dari kepercayaan ''Jingi Tiu'' masih dipertahankan.<ref name="kini"/>
 
== Dewan ''Mone Ama'' Sebagaisebagai Majelismajelis Adatadat dan Agamaagama ==
Dewan ''Mone Ama'' merupakan dewan adat [[Suku Sabu]] yang memimpin jalannya sebagian besar upacara adat serta menetapkan ''Uku'' atau peraturan adat yang berlaku di [[Suku Sabu]]. Seluurh anggota ''Mone Ama'' adalah tokoh adat yang merepresentasikan berbagai makhluk halus yang mengatur kehidupan kampung [[Suku Sabu]] yang dilantik secara ''Dou Pehami'' yang artinya Orang Yang Diolesi atau Diurapi. Berikut adalah anggota dari Dewan ''Mone Ama'':<ref name="ensiklopedia"/><ref name="arsitektur"/>
=== ''Deo Rai'' ===
Baris 41:
Dari panjangnya balok ''Bangngu'' dapat pula ditentukan jumlah kasau (balai-balai pada atap rumah) yang disebut sebagai ''Worena''. Jumlah ''Worena'' wajib berjumlah ganjil dengan sisa 1 (satu) ''Worena'' terletak di belakang rumah. Penyebutan ''Ammu'' atau rumah sendiri mengikuti banyaknya jumlah ''Worena'' seperti ''Wo Tallu'' yang artinya 3 (tiga), ''Wo Lammi'' yang artinya 5 (lima), ''Wo Pidu'' yang artinya 7 (tujuh), '' Wo Heo'' yang artinya 9 (sembilan), dan seterusnya. Bentuk tiang rumah ibadah berbentuk bulat karena menurut mereka bulat artinya kuat, utuh dan mampu menolak bala. Salah satu keunikan rumah ibadah ini adalah ketiadaannya dinding karena menurut [[Suku Sabu]] menandakan keterbukaan eskistensi manusia terhadap Tuhan terutama dalam hubungan penyucian dan pelanggaran sehingga tidak ada penghalang lagi diantara mereka. Bagi mereka yang telah melakukan pelanggaran diwajibkan untuk mengitari ''Ammu Rue'' sebanyak 3 (tiga) kali sembari diasapi oleh pemangku adat yang disebut sebagai ''Rue''. Proses upacara penstabilan tersebut dinamai ''Alle Pe Kehao Rowi Rue'' yang artinya telah disucikan atau telah dibasuh oleh ''Rue''. <ref name="arsitektur"/>
 
== Upacara Adatadat Kepercayaan Jingi Tiukepercayaan ==
=== Upacara ''Dabba Ana'' ===
Upacara ''Dabba Ana'' merupakan upacara pemandian bayi setelah dilahirkan. Upacara tersebut seperti halnya upacara [[Basuh Lantai]] di Daik Lingga, provinsi [[Kepulauan Riau]] tetapi berbeda tatacara dan maknanya. Upacara yang dilaksanakan pada bulan ''Dabba Aki'' ini bertujuan agar sang bayi diterima oleh ''Deo Ama'' dan dibaptis agar diakui menjadi ''Jingi Tiu''. Proses upacara ''Dabba Ana'' diawali dari prosesi pemandian bayi dalam suatu wadah penampungan air hingga diakhiri dengan prosesi mencukur rambut. Jika bayi yang dilahirkan meninggal sebelum upacara ''Dabba Ana'' maka bayi tersebut disebut sebagai ''Anak Domehari'' sehingga tidak perlu melaksanakan ritual ''Dabba Ana''.<ref>{{Cite web|url=http://saburaijuakab.go.id/artikel/asal_muasal_upacara_adat_dabba_ana|title=Asal Muasal Upacara Adat Dabba Ana|last=|first=|date=|website=Situs Resmi Pemerintah Kab. Sabu Raijua|access-date=2019-04-12}}</ref>