Kabupaten Maros: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 255:
Maros pada pasca [[Perjanjian Bungaya]] dikategorikan berada langsung dalam kekuasaan kolonial Belanda. Dampak selanjutnya adalah “Migrasi” pangeran-pangeran dari [[Kerajaan Gowa]], [[Kerajaan Bone|Bone]] dan [[Kerajaan Luwu|Luwu]] ke negeri lain di luar Kerajaannya sebagai sikap ketidakpuasan dengan Perjanjian Bungaya dengan mendirikan kerajaan-kerajaan serta ''kasullewatangan'' baru di wilayah sekitar Maros. Kerajaan dan ''Kasullewatangan'' tersebut antara lain Turikale, Simbang, Tanralli, Bontoa, Tangkuru, Raya, Lau', Timboro', dan Kabba (Wara), serta beberapa kerajaan di wilayah Lebbo' Tengae.
 
=== Era Persatuan Kerajaan-Kerajaan Di Maros ===
Maros memiliki posisi strategis diantara dua kerajaan besar, yakni [[Kerajaan Bone|Bone]] dan [[Kerajaan Gowa|Gowa]]. Posisi ini seringkali dimanfaatkan oleh dua kerajaan besar ini beserta kolonial Belanda untuk menguasai Maros. Hal ini menciptakan upaya perlawanan secara terus-menerus oleh penguasa-penguasa lokal di Maros.
 
Tercatat pada tanggal 21 Mei 1777, La Pottokati Arung Baringeng, Ponggawa Bone, memimpin laskarnya membebaskan Maros dari belenggu kekuasaan Gowa yang pada waktu itu di bawah pemerintahan I Sangkilang Batara Gowa. Bertolak dari pembebasan tersebut maka para 5 Penguasa lokal, yakni Karaeng Marusu', Karaeng Simbang, Karaeng Tanralili, Karaeng Bontoa, dan Sullewatang Raya dengan segera membentuk forum komunikasi “TODDO LIMAYYA RI MARUSU'”.
 
Peristiwa 21 Mei 1777 ini tertulis dalam Lontara' Marusu' :
:<small>''“……. niya'mi assulu' Bone ambunduki Gowa ri wattunna niya' ri Marusu' I Sangkilang Batara Gowa, nasisambe-sambe Gowa na Bone na Balandayya angngatai Marusu' siyagang pa'rasangang niyaka ri ampi'na Marusu', iyami Simbang, Bontoa, Raya siyagang Tanralili. Kammanamo anjo nappakarammula ero’ sikontu Karaenga naero'mo ampareki pa'bulosibatangang nanikanamo Toddo Limaya Ri Marusu', kalimai KaraEng tena pasisa'lakangna ……….”''</small>
 
Berdirinya TODDO LIMAYA RI MARUSU' sebagai forum pemersatu kemudian diikuti oleh kerajaan-kerajaan yang berada di sebelah timur Maros dengan membentuk federasi “LEBBO' TENGNGAE” yang merupakan gabungan dari kerajaan-kerajaan “PITU BILA-BILA” (Cenrana, Camba, Mallawa, Labuaja, Gattareng Matinggi, Wanua Waru, dan Balocci) dan kerajaan-kerajaan wilayah selatan Maros dengan federasi “GALLARANG APPAKA” (Bira, Sudiang, Moncongloe, dan Biringkanaya). Komunikasi ketiga forum pemersatu yang terjalin dengan semangat kekeluargaan disertai rasa senasib dan sepenanggungan tersebut melahirkan permufakatan bersama dalam bentuk “TENRE' TELLUE RI MARUSU'”.
 
Perlawanan Rakyat Maros terhadap kolonial Belanda pun tetap berlangsung. Dan pada tanggal 4 Februari 1855, La Mappalewa Daeng Mattayang (Regent Van Marusu') diberhentikan dari jabatannya dengan tuduhan menggunakan dana pemerintahan untuk kepentingan perjuangan melawan Belanda.
 
Pada tahun 1864 di wilayah Lebbo' Tengngae, La Mappintjara (Regent Van Camba) melakukan pemboikotan terhadap kontrol kolonial Belanda di Camba karena dipaksa menyiapkan warganya untuk dijadikan pengawal pribadi bagi setiap pegawai berkebangsaan Belanda. Tindakan heroik beliau ternyata diikuti oleh hampir seluruh ''regent'' yang ada di Maros.
 
=== Pembentukan Wilayah Regentschappen ===
Pada Tahun 1859, daerah-daerah tersebut dimodifikasi lagi oleh kolonial Belanda dengan membentuk Regentschappen dengan komposisi:
# Regentschap Turikale, 43 Kampoeng
Baris 267 ⟶ 282:
=== Pasca Kemerdekaan ===
Pada tanggal 4 juli 1959, Kabupaten Maros resmi dibentuk sebagai daerah tingkat II, ibu kota berkedudukan di Kota Maros, dan kuota jumlah [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah]] adalah 15 orang anggota melalui dasar hukum '''Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1959 Bab I Pasal 1, 2 & 3'''. Sebelumnya, Kabupaten Maros sebagai [[Onderafdeling]] yang tergabung dalam [[daerah swatantra]] [[Afdeling]] Makassar bersama-sama dengan Onderafdeling [[Makassar]], [[Gowa]], [[Takalar]], [[Pangkep]], dan [[Jeneponto]]. Onderafdeling Maros, membawahi beberapa distrik adat (''gemeenschap'') yaitu: Distrik Simbang, Distrik Bontoa, Distrik Tanralili, Distrik Raya, Distrik Turikale, Distrik Marusu. Setiap Distrik diperintah oleh seorang Kepala Pemerintahan yang bergelar Karaeng.
 
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan, maka struktur pemerintahan yang ada kemudian mengalami perubahan. “Adat Gementschap” yang sebelumnya diformulasikan ke dalam bentuk distrik harus pula menyesuaikan dan akhirnya pada tanggal 1 Juni 1963, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 mulai diberlakukan. Distrik/Daerah Adat/Kerajaan Lokal kemudian menghilang dari permukaan sejarah dengan dibentuknya kecamatan-kecamatan. Ironisnya, 4 (empat) kecamatan yang terbentuk pada waktu itu tidak sebanding dengan jumlah distrik yang telah ada.
# Distrik Turikale, Marusu', Lau', dan Bontoa dilebur menjadi “Kecamatan Maros Baru”.
# Distrik Simbang dan beberapa wilayah dari distrik tetangganya dilebur menjadi “Kecamatan Bantimurung”.
# Distrik-distrik dari federasi “Lebbo' Tengngae” dilebur menjadi “Kecamatan Camba”.
# Distrik Tanralili dan beberapa wilayah dari federasi Gallarang Appaka dilebur menjadi “Kecamatan Mandai”.
 
== Julukan ==