Sitti Nurbaya: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 83:
Teeuw menulis bahwa pesan moral dan sentimentalitas dalam ''Sitti Nurbaya'' terlalu berlebihan, seperti dalam ''Azab dan Sengsara''. Namun, dia beranggapan bahwa alur ''Sitti Nurbaya'' lebih menarik untuk pembaca dari latar belakang Barat daripada karya [[Merari Siregar]] itu.{{sfn|Teeuw|1980|p=87}} Menurut Siregar, Rusli bertindak sebagai dalang dalam novel ini, sehingga tokoh kadang-kadang dikesampingkan supaya penulis dapat menyatakan sesuatu secara langsung kepada pembaca. Dia juga beranggapan bahwa alur terasa dipaksakan, seakan penulis menghalangi aliran cerita.{{sfn|Siregar|1964|p=52}} Dia juga beranggapan bahwa Rusli telah menjadi juru bicara pemerintah kolonial, sebab Samsu, tokoh protagonis, menjadi prajurit Belanda dan Meringgih, tokoh antagonis, pemimpin kaum revolusioner; dia juga menyalahkan antipati Rusli terhadap agama [[Islam]] dalam novel.{{sfn|Siregar|1964|p=48}}
 
''Sitti Nurbaya'' telah mengilhami berbagai penulis, termasuk [[Nur Sutan Iskandar]], yang menyatakan bahwa dia menulis ''[[Apa Dayaku Karena Aku Perempuan]]'' (1924) sebagai akibat membaca novel Rusli itu; novelnya yang berikutnya, ''[[Cinta yang Membawa Maut]]'' (1926), juga mempunyai tema yang sama. Alur cerita ''Sitti Nurbaya'' sering didaur ulang, sehingga Balfas beranggap bahwa cerita yang mirip menggunakan "rumus {{'}}''Sitti Nurbaya''{{'}}".{{sfn|Balfas|1976|p=55}} 'Siti Nurbaya' menjadi ungkapan untuk mengambarkan kasih tak sampai dan perjodohan.<ref name=":0">{{Cite web|url=https://langgam.id/marah-rusli-dan-roman-legendaris-siti-nurbaya/|title=Marah Rusli dan Roman Legendaris Siti Nurbaya|last=|first=|date=7 Agustus 2019|website=Langgam.id|access-date=10 Agustus 2019}}</ref>
[[Berkas:Jembatan_di_muaro_Padang.jpg|pra=https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Jembatan_di_muaro_Padang.jpg|ka|jmpl|350x350px|[[Jembatan Sitti Nurbaya]] yang melintang di atas [[Batang Arau]]]]
Di Padang, kepopuleran novel ini telah mendorong pembuktian keberadaan Sitti Nurbaya dan menghidupkannya.<ref name=":0" /><ref name=":1" /> Ada sebuah makam di sela batu karang di bukit [[Gunung Padang]] yang diyakini oleh masyarakat setempat sebagai makam Sitti Nurbaya. Pemerintah Kota Padang menjadikan Sitti Nurbaya sebagai nama [[Taman Sitti Nurbaya|taman]], [[Jembatan Sitti Nurbaya|jembatan]], dan festival kesenian tradisional tahunan. Penulis [[Ragdi F. Daye]] menyebut upaya ini membuat Sitti Nurbaya seolah adalah warga Kota Padang. "Kita tidak tahu, suatu saat nanti akan ada satu patung sosok perempuan di Batang Arau dan orang mengatakan itu patung Sitti Nurbaya".<ref name=":1">{{Cite news|url=|title=Sebuah Kisah akan Hilang Bila Tak Ditulis|last=|first=|date=5 Agustus 2019|work=Harian Khazanah|access-date=10 Agustus 2019|author=Rahmat Irfan Denas}}</ref>
 
== Adaptasi ==