Keraton Kasepuhan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k Perubahan kosmetik tanda baca
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Infobox, simbol perkalian
Baris 1:
{{Infobox building
[[Berkas:Symbol Keraton Kasepuhan.jpg|jmpl|300px|Dua buah patung macan putih sebagai lambang keluarga besar Pajajaran (keturunan Prabu Jaya Dewata (''Silih Wangi'') di taman bunderan ''Dewandaru'' pada area utama keraton Kasepuhan di [[kesultanan Kasepuhan]] ]]
| name = Keraton Kasepuhan Cirebon
 
| native_name = Karaton Kasepuhan<br/>[[Berkas:Carakan Djoharuddin Karaton Kasepuhan.svg|x40px]]<br/>{{jav|ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀​ꦏꦱꦼꦥꦸꦲꦤ꧀}}
| native_name_lang = Cirebon
| image = Symbol Keraton Kasepuhan.jpg
| image_size = 250
| image_alt = Patung harimau putih
[[Berkas:Symbol| image_caption Keraton Kasepuhan.jpg|jmpl|300px|Dua buah patung macan = Patung [[harimau]] putih sebagai lambang keluarga besar Pajajaran (keturunan Prabu Jaya Dewata (''Silih Wangi'') di taman bunderanbundaran ''Dewandaru'' pada area utama keraton Kasepuhan di [[kesultanan Kasepuhan]] ]]
| map_type = Jawa Barat
| map_alt = Lokasi di Jawa Barat
| map_caption = Lokasi di Jawa Barat
| map_size = 250px
| address = Jalan Kasepuhan 43, [[Kesepuhan, Lemahwungkuk, Cirebon]]
| location_city = [[Kota Cirebon]]
| location_country = {{flag|indonesia}}
|building_type = Istana/keraton
|inauguration_date=1430–1529 M
}}
'''Keraton Kasepuhan''' adalah [[keraton]] termegah dan paling terawat di [[Cirebon]]. Makna di setiap sudut [[arsitektur]] keraton ini pun terkenal paling bersejarah. Halaman depan keraton ini dikelilingi [[tembok]] [[bata]] merah dan terdapat [[pendopo]] di dalamnya.<ref>[http://kotawisataindonesia.com/lokawisata-keraton-kasepuhan-cirebon Keraton Kasepuhan Cirebon]</ref>
 
Baris 11 ⟶ 27:
== Sejarah ==
 
Keraton Kasepuhan berisi dua komplekkompleks bangunan bersejarah yaitu ''Dalem Agung Pakungwati'' yang didirikan pada tahun [[1430]] oleh Pangeran Cakrabuana<ref name= Rosmalia>Rosmalia. Dini. 2013. Identifikasi Pengaruh Kosmologi pada Lanskap Kraton Kasepuhan di Kota Cirebon. Bandung: Institut Teknologi Bandung</ref><ref name=Susilaningrat>[https://www.youtube.com/watch?v=Nym2NMv2d8w Susilaningrat. R. Chaidir. 2013. Dalem Agung Pakungwati Kraton Kasepuhan Cirebon]</ref><ref name=hardhi>Hardhi. TR. 2014. Dakwah Sunan Gunung Jati dalam Proses Islamisasi Kesultanan Cirebon Tahun 1479-1568. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta</ref><ref name=rizky>Fajar, Rizky Nur. 2013. Perancangan Komunikasi Visual Publikasi Buku Seri Keraton Cirebon. Jakarta: Universitas Bina Nusantara</ref> dan komplekkompleks keraton Pakungwati (sekarang disebut keraton Kasepuhan) yang didirikan oleh Pangeran Mas Zainul Arifin pada tahun 1529 M <ref>Permatasari, Indah Cahaya. 2012. Sejarah Berdirinya Keraton Kesepuhan Cirebon. Cirebon: Universitas Swadaya Gunung Jati</ref>. Pangeran Cakrabuana bersemayam di Dalem Agung Pakungwati, Cirebon. Keraton Kasepuhan dulunya bernama '''Keraton Pakungwati''. Sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Ia wafat pada tahun [[1549]] dalam [[Mesjid Agung Sang Cipta Rasa]] dalam usia yang sangat tua. Nama dia diabadikan dan dimuliakan oleh nasab Sunan Gunung Jati sebagai nama Keraton yaitu Keraton Pakungwati yang sekarang bernama Keraton Kasepuhan.<ref>[http://www.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/194 Potensi Wisata Kota Cirebon] pada website resmi pemerintah provinsi Jawa Barat</ref>
 
== Tata letak dan Arsitektur ==
Baris 30 ⟶ 46:
Keraton Kasepuhan memiliki dua buah pintu gerbang, pintu gerbang utama keraton Kasepuhan terletak di sebelah utara dan pintu gerbang kedua berada di selatan kompleks. Gerbang utara disebut ''Kreteg Pangrawit'' (bahasa Indonesia: jembatan baik ) berupa jembatan, sedangkan di sebelah selatan disebut ''Lawang sanga'' (bahasa Indonesia: pintu sembilan). Setelah melewati ''Kreteg Pangrawit'' akan sampai di bagian depan keraton, di bagian ini terdapat dua bangunan yaitu ''Pancaratna'' dan ''Pancaniti''.
 
Bangunan ''Pancaratna'' berada di kiri depan kompleks arah barat berdenah persegi panjang dengan ukuran 8 x× 8 m. Lantai tegel, konstruksi atap ditunjang empat sokoguru di atas lantai yang lebih tinggi dan 12 tiang pendukung di permukaan lantai yang lebih rendah. Atap dari bahan genteng, pada puncaknya terdapat mamolo. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat ''seba'' atau tempat yang menghadap para pembesar desa yang diterima oleh Demang atau Wedana. Secara keseluruhan memiliki pagar terali besi.
 
''Pancaniti'' berarti jalan atasan, merupakan pendopo sebelah timur yang merupakan tempat para [[perwira]] keraton melatih para prajurit ketika diadakannya latihan keprajuritan di alun-alun dan sebagai tempat pengadilan. Bangunan ini berukuran 8 x× 8 m, berantai tegel. Bangunan ini terbuka tanpa dinding. Tiang-tiang yang berjumlah 16 buah mendukung atap sirap. Bangunan ini memiliki pagar terali besi
 
=== Area ''Siti Inggil'' ===
Baris 40 ⟶ 56:
Memasuki jalan kompleks Keraton di sebelah kiri terdapat bangunan yang cukup tinggi dengan [[tembok]] [[bata]] kokoh di sekelilingnya. Bangunan ini bernama ''Siti Inggil'' atau dalam bahasa Cirebon sehari-harinya adalah ''lemah duwur'' yaitu tanah yang tinggi. Sesuai dengan namanya bangunan ini memang tinggi dan nampak seperti kompleks candi pada zaman [[Majapahit]]. Bangunan ini didirikan pada tahun [[1529]], pada masa pemerintahan [[Syekh Syarif Hidayatullah]] (Sunan Gunung Jati).
 
Di pelataran depan Siti Inggil terdapat [[meja]] [[batu]] berbentuk segi empat tempat bersantai. Bangunan ini merupakan bangunan tambahan yang dibuat pada tahun 1800-an. Siti Inggil memiliki dua [[gapura]] dengan [[motif]] bentar bergaya arsitek zaman Majapahit. Di sebelah utara bernama ''Gapura Adi'' dengan ukuran 3,70 x× 1,30 x× 5 m sedangkan di sebelah selatan bernama ''Gapura Banteng'' dengan ukuran 4,50 x× 9 m, pada sisi sebelah timurnya terdapat bentuk banteng. Pada bagian bawah Gapura Banteng ini terdapat ''Candra Sakala'' dengan tulisan ''Kuta Bata Tinata Banteng'' yang jika diartikan adalah tahun [[1451]].
 
''Saka'' yang merupakan tahun pembuatannya (1451 saka = 1529 M). Tembok bagian utara komplekkompleks Siti Inggil masih asli sedangkan sebelah selatan sudah pernah mengalami pemugaran/renovasi. Di dinding tembok kompleks Siti Inggil terdapat piring-piring dan porslen-porslen yang berasal dari Eropa dan negeri Cina dengan tahun pembuatan 1745 M.
 
Di dalam kompleks Siti Inggil terdapat 5 bangunan tanpa dinding yang memiliki nama dan fungsi tersendiri.
Baris 52 ⟶ 68:
* ''Mande Karasemen'', bangunan disebelah ''mande pangiring'', tempat ini merupakan tempat pengiring tetabuhan/gamelan. Di bangunan inilah sampai sekarang masih digunakan untuk membunyikan gamelan Sekaten (Gong Sekati), gamelan ini hanya dibunyikan 2 kali dalam setahun yaitu pada saat Idul Fitri dan Idul Adha.
 
Selain 5 bangunan tanpa dinding terdapat juga semacam tugu batu yang berasal dari budaya Hindu bernama Lingga Yoni yang merupakan lambang dari kesuburan (Lingga berarti laki-laki dan Yoni berarti perempuan) dan bangunan ''Pengada'' yang berada tepat di depan gerbang ''Pengada'' dengan ukuran 17 x× 9,5 m yang berfungsi sebagai tempat membagikan berkat dan tempat pemeriksaan sebelum menghadap raja dan di atas tembok sekeliling kompleks ''Siti Inggil'' ini terdapat Candi Laras untuk penyelaras dari kompleks Siti Inggil ini.
 
=== Area ''Langgar Agung'' ===
Baris 58 ⟶ 74:
Pada batas antara area ''siti inggil'' dengan halaman ''langgar agung'' (bahasa Indonesia: mushola agung) dibatasi oleh tembok bata. Pada tembok bata bagian utara terdapat dua gerbang yaitu Regol Pengada dan gapura lonceng.
 
Regol Pengada merupakan pintu gerbang masuk ke halaman selanjutnya dengan ukuran panjang dasar 5 x× 6,5 m. Gerbang yang berbentuk paduraksa ini menggunakan batu dan daun pintunya dari kayu. Gapura Lonceng terdapat di sebelah timur Gerbang Pangada dengan ukuran panjang dasar 3,10 x× 5 x× 3 m. Gerbang ini berbenduk ''kori agung'' (gapura beratap) menggunakan bahan bata. Area ''langgar Agung'' ini terbagi dua yaitu halaman ''Pengada'' dan halaman ''langgar Agung'' yang keduanya dipisahkan dengan tembok yang rendah.
 
* Halaman ''Pengada'' berukuran 37 x× 37 m, berfungsi untuk memarkirkan kendaraan atau menambatkan kuda pada masa lalu. Di halaman ini dahulu ada sumur untuk memberi minum kuda.
* Halaman ''Langgar Agung'' berukuran 37 x× 17 m, merupakan halaman di mana terdapat bangunan ''Langgar Agung''. Bangunan ''Langgar Agung'' menghadap ke arah timur.
 
Bangunan utama ''Langgar Agung'' berukuran 6 x× 6 m dengan luas teras 8 x× 2,5 m. Bagian terasnya berdinding kayu setengah dari permukaan lantai sementara setengah bagiannya lagi diberi terali kayu. Dinding bangunan utama merupakan dinding tembok, mihrabnya berbentuk melengkung berukuran 5 x× 3 x× 3 m. Di dalam mihrab terdapat mimbar terbuat dari kayu berukuran 0,90 x× 0,70 x× 2 m. Atap ''Langgar Agung'' merupakan atap tumpang dua dengan menggunakan sirap ([[bahasa Cirebon]]: Tiritisan). Konstruksi atap disangga 4 tiang utama. ''Langgar Agung'' ini berfungsi sebagai tempat ibadah kerabat keraton. Bangunan ''Langgar Agung'' dilengkapi pula dengan ''Pos / tempat bedug Samogiri''.
 
''Pos bedug Samogiri'' yang berada di depan ''Langgar Agung'' dan menghadap ke timur ini berdenah bujursangkar berukuran 4 x× 4 m yang di dalamnya terdapat bedug. Pos bedug ini dibangun tanpa dinding dan atap berbentuk limas, penutup atap didukung 4 tiang utama dan 5 tiang pendukung.<ref>[http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=215 Tim Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. 2011. Keraton Kasepuhan. Bandung: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat]</ref>
 
=== Area utama keraton Kasepuhan ===
[[Berkas:Reynan-Kasepuhan-Lunjuk.jpg|jmpl|300px|Bangunan ''Lunjuk'' pada area utama keraton Kasepuhan, berfungsi untuk melayani tamu, mencatat serta melaporkan kepentingannya kepada Sultan]]
 
Area utama keraton Kasepuhan merupakan area yang berisikan bangunan induk keraton Kasepuhan serta bangunan penunjang lainnya, antara area utama keraton dengan area ''Langgar Agung'' dibatasi tembok dengan gerbang berukuran 4x4 × 6,5 x× 4 m. Gerbang tersebut dilengkapi dua daun pintu terbuat dari kayu, jika dibuka dan ditutup akan berbunyi maka disebut pintu ''gledegan'' (bahasa Indonesia: guntur). Di dalam area utama keraton ini terdapat beberapa bangunan di antaranya ;
 
* '''Taman Dewandaru''', berukuran 20 m2, Taman ini dikenal dengan nama taman ''Bunderan Dewandaru'' karena bentuknya yang melingkar, filosofi dari taman ini adalah bentuknya yang bulat melingkar tanpa terputus mengartikan keseluruhan, nama ''Dewandaru / Dewadaru'' yang merupakan [[bahasa Cirebon]] dapat diartikan sebagai [https://en.wikipedia.org/wiki/Cedrus_deodara Pinus Dewadaru] dalam bahasa Indonesia, pohon Pinus Dewadaru sendiri terkait dengan kisah [[Rahwana]] yang menculik dewi [[Shinta]] dan bersembunyi di dalam hutan-hutan gelap yang banyak ditumbuhi pohon ''Lodra'', ''Padmaka'' dan ''Dewadaru''. Di dalam tradisi hindu, hutan yang banyak ditumbuhi pohon Dewadaru biasa digunakan para petapa untuk memohon berkah [[Siwa]]. Namun dalam persfektif Cirebon makna Taman Dewandaru yang berbentuk lingkaran adalah sebagai sebuah ''pangeling'' (bahasa Indonesia: pengingat) agar manusia selalu mencari mereka yang masih tinggal di dalam kegelapan lalu membawanya keluar dari sana menuju jalan yang terang yang diberkahi Allah swt. Pada taman ini juga terdapat pohon Soko (lambang suka hati), dua buah patung macan putih (lambang keluarga besar Pajajaran), meja dan dua buah bangku serta sepasang meriam yang dinamakan meriam ''Ki Santomo'' dan ''Nyi Santoni''
* '''Museum Benda Kuno''', berbentuk huruf "E" dan berada di sebelah barat taman ''Dewandaru'' berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda kuno [[kesultanan Kasepuhan]]
* '''Museum Kereta''', berukuran 13,5 x× 11 m dan berada di sebelah timur taman ''Dewandaru'' berfungsi sebagai tempat penyimpanan kereta kencana [[kesultanan Kasepuhan]]
* '''Tugu Manunggal''', batu berukuran pendek sekitar 50&nbsp;cm, dikelilingi pot bunga melambangkan Allah swt yang satu.
* '''Lunjuk''', berukuran 10 x× 7 m, berada di sebelah ''Tugu Manunggal'' berfungsi melayani tamu dalam mencatat dan melaporkan urusannya menghadap raja.
* '''Sri Manganti''', berbentuk bujursangkar, berada di sebelah tugu manunggal. Bangunan ini terbuka tanpa dinding, atap berbentuk joglo dengan genteng dan didukung dengan 4 tiang saka guru, 12 tiang tengah dan 12 tiang luar. Langit-langit dipenuhi ukiran-ukiran yang berwarna putih dan coklat. Bangunan ini berfungsi sesuai dengan namanya yaitu sebagai tempat menunggu keputusan raja.
* ''' Bangunan induk keraton''', merupakan tempat Sultan melakukan kegiatan kesultanan.
Baris 86 ⟶ 102:
 
* '''Kutagara Wadasan''', berukuran lebar 2,5 m dan tinggi ± 2,5 m, dibangun oleh Sultan Sepuh I Syamsudin Martawidjaja pada tahun 1678. ''Kutagara Wadasan'' adalah gapura yang bercat putih dengan gaya khas Cirebon, gaya Cirebon tampak pada bagian bawah kaki gapura yang berukiran wadasan dan bagian atas dengan ukiran mega mendung. Arti ukiran tersebut seseorang harus mempunyai pondasi yang kuat jika sudah menjadi pimpinan atau sultan harus bisa mengayomi bawahan dan rakyatnya.
* '''Kuncung''', berukuran 2,5 x× 2,5 x× 2,5 m dibangun oleh Sultan Sepuh I Syamsudin Martawidjaja pada tahun 1678 yang digunakan parkir kendaraan sultan.
* '''Jinem Pangrawit''', berfungsi sebagai tempat Pangeran Patih dan wakil sultan dalam menerima tamu, nama ''Jinem Pangrawit'' berasal dari kata jinem (bahasa Indonesia: tempat tugas) dan Pangrawit / Rawit (bahasa Indonesia: kecil dan bagus), berlantai marmer, dinding tembok berwarna putih dan dihiasi keramik Eropa. Atap didukung 4 tiang saka guru kayu dengan umpak beton.
* '''Gajah Nguling''', dibangun oleh Sultan Sepuh IX Radja Sulaeman pada tahun 1845, yaitu ruangan tanpa dinding dan terdapat 6 tiang bulat bergaya ''tuscan'' setinggi 3 m. Lantai tegel dan langit-langit berwarna hijau, sesuai dengan namanya, bentuk ruangan ini mengambil bentuk gajah yang sedang ''nguling'' (menguak) dengan belalainya yang bengkok sehingga ruangan ini tidak memanjang lurus tapi menyerong dan kemudian menyatu dengan bangsal Pringgandani, ruangan ini dibuat agar musuh tidak langsung lurus menuju sultan.