Haji (gelar): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Yamjisaka (bicara | kontrib)
Terlalu tendensius ingin menjatuhkan salah satu kelompok, wikipedia harus netral dari tulisan tendensius berbau perpecahan kelompok
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k Membatalkan 2 suntingan oleh Yamjisaka (bicara) ke revisi terakhir oleh Bagas Chrisara(magic wand🌟)
Tag: Pembatalan
Baris 14:
 
Dilatar belakangi oleh gelombang propaganda anti VOC pada [[1670]]-an di [[Banten]], ketika banyak orang meninggalkan [[pakaian adat]] [[Jawa]] kemudian menggantinya dengan memakai pakaian Arab, serta oleh pemberontakan Pangeran Diponegoro serta Imam Bonjol yang terpengaruh pemikiran Wahabi sepulang haji,<ref>[[Kees van Dijk]] dalam “Sarung, Jubah, dan Celana: Penampilan sebagai Sarana Pembedaan dan Diskriminasi”, yang termuat dalam ''Outward Appearances'': Trend, Identitas, Kepentingan.</ref> pemerintah Hinda Belanda akhirnya menjalankan [[politik]] Islam, yaitu sebuah kebijakan dalam mengelola masalah-masalah [[Islam]] di [[Nusantara]] pada masa itu.<ref>Politik [[Hindia Belanda]] Terhadap Islam (1985, LP3S) karya Prof. Dr. [[Aqib Suminto]].</ref> Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda ''Staatsblad'' tahun 1903. Maka sejak tahun [[1911]], pemerintah Hindia Belanda mengkarantina penduduk [[pribumi]] yang ingin pergi haji maupun setelah pulang haji di [[Pulau Cipir]] dan [[Pulau Onrust]], mereka mencatat dengan detail nama-nama dan maupun asal wilayah jamaah Haji. Begitu terjadi pemberontakan di wilayah tersebut, Pemerintah Hindia Belanda dengan mudah menemukan warga pribumi, karena di depan nama mereka sudah tercantum gelar haji.
 
=== Kontroversi ===
Dalam penggunaan gelar haji yang sering disematkan oleh mayoritas penduduk [[Asia Tenggara]], sering mendapatkan kritikan dari ulama [[salafy]], yang dianggap sebagai perbuatan [[riya]] dan tidak pernah dicontohkan oleh Nabi [[Muhammad]] dan para ''[[Pemeluk Islam pertama|as-sabiqun al-awwalun]]''.<ref>Fatwa Syaikh Shalih As-Suhaimi hafizhahullah, seorang pengajar di [[Masjid Nabawi]], [[Madinah]].</ref> Ada ulama yang mengatakan bahwa tidak pernah ada riwayat yang menjelaskan adanya gelar yang pernah disandang oleh [[rasulallah]] dan [[sahabat nabi|para sahabatnya]], sebagai contoh H. Muhammad, [[Abu Bakar|H. Abu Bakar]], [[Umar bin Khattab|H. Umar bin Khattab]], [[Ali bin Abu Thalib|H. Ali bin Abu Thalib]] dan seterusnya.<ref>Penjelasan Al-Ustadz Hammad Abu Mu’aawiyah hafizhahullah.</ref>
 
Kemudian ulama tersebut mengatakan bahwa di antara 5 [[rukun Islam]] hanya ibadah haji saja yang digunakan sebagai gelar, dan mengapa ketika orang mengerjakan rukun Islam yang lain seperti mengucap kalimat [[syahadat]], [[salat]], [[zakat]], [[puasa]] tidak diberi gelar seperti halnya ibadah haji.
 
== Gelar para raja ==