Kota Kotamobagu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k ibukota → ibu kota
LaninBot (bicara | kontrib)
k Perubahan kosmetik tanda baca
Baris 36:
Penduduk asli wilayah [[Kabupaten Bolaang Mongondow|Bolaang Mongondow]] berasal dari keturunan [[Gumalangit]] dan [[Tendeduata]] serta [[Tumotoibokol]] dan [[Tumotoibokat]], yang awalnya tinggal di gunung Komasaan (Bintauna). Pada abad ke 8-9, mereka menyebar ke timur di tudu in Lombagin, Buntalo, Pondoli', [[Ginolantungan]] sampai ke pedalaman tudu in Passi, tudu in Lolayan, tudu in Sia', tudu in Bumbungon, Mahag, Siniow dan lain-lain.
 
Setiap kelompok keluarga dari satu keturunan dipimpin oleh seorang [[Bogani]] (laki-laki atau perempuan) yang dipilih dari anggota kelompok dengan persyaratan : memiliki kemampuan fisik (kuat), berani, bijaksana, cerdas, serta mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan kelompok dan keselamatan dari gangguan musuh. [[Mokodoludut]] adalah punu’ Molantud yang diangkat berdasarkan kesepakatan seluruh bogani. Mokodoludut tercatat sebagai raja (datu yang pertama). Sejak Tompunu’on pertama sampai ketujuh, keadaan masyarakat semakin maju dengan adanya pengaruh luar (bangsa asing). Perubahan total mulai terlihat sejak Tadohe menjadi Tompunu’on, akibat pengaruh pedagang [[Belanda]] diubah istilah Tompunu’on menjadi Datu (Raja). [[Tadohe]] dikenal seorang Datu yang cakap, sistem bercocok tanam diatur dengan mulai dikenalnya padi, jagung dan kelapa yang dibawa bangsa [[Spanyol]] pada masa pemerintahan [[Mokodompit]] (ayah Tadohe). Tadohe melakukan penggolongan dalam masyarakat, yaitu pemerintahan (Kinalang) dan rakyat (Paloko’). Paloko’ harus patuh dan menunjang tugas Kinalang, sedangkan Kinalang mengangkat tingkat penghidupan Paloko’ melalui pembangunan di segala bidang, sedangkan kepala desa dipilih oleh rakyat.
 
Pada zaman pemerintahan raja [[Corenelius Manoppo]], raja ke-16 (1832), agama Islam masuk daerah [[Bolaang Mongondow]] melalui [[Gorontalo]] yang dibawa oleh [[Syarif Aloewi]] yang kawin dengan putri raja tahun [[1866]]. Karena keluarga raja memeluk agama Islam, maka agama itu dianggap sebagai agama raja, sehingga sebagian besar penduduk memeluk agama Islam dan turut memengaruhi perkembangan kebudayaan dalam beberapa segi kehidupan masyarakat. Pada tanggal [[1 Januari 1901]], [[Belanda]] dibawa pimpinan [[Controleur Anton Cornelius Veenhuizen]] bersama pasukannya secara paksa bahkan kekerasan berusaha masuk [[Bolaang Mongondow]] melalui [[Minahasa]], setelah usaha mereka melalui laut tidak berhasil dan ini terjadi pada masa pemerintahan [[Raja Riedel Manuel Manoppo]] dengan kedudukan istana raja di [[desa Bolaang]]. [[Raja Riedel Manuel Manoppo]] tidak mau menerima campur tangan pemerintahan oleh Belanda, maka Belanda melantik [[Datu Cornelis Manoppo]] menjadi raja dan mendirikan komalig (istana raja) di [[Kotobangon]] pada tahun [[1901]]. Pada tahun [[1904]], dilakukan perhitungan penduduk [[Bolaang Mongondow]] dan berjumlah [[41.417]] jiwa.
 
Pada tahun [[1906]], melalui kerja sama dan kesepakatan dengan raja [[Bolaang Mongondow]], [[W. Dunnebier]] mengusahakan pembukaan [[Sekolah Rakyat]] dengan tiga kelas yang dikelola oleh [[zending]] di beberapa desa; yakni : desa Nanasi, Nonapan, Mariri Lama, Kotobangon, Moyag, Pontodon, Pasi, Popo Mongondow, Otam, Motoboi Besar, Kopandakan, Poyowa Kecil dan Pobundayan dengan total murid sebanyak 1.605 orang, sedangkan pengajarnya didatangkan dari Minahasa. Pada tahun [[1937]] dibuka di [[Kotamobagu]] sebuah sekolah [[Gubernemen]], yaitu [[Vervolg School]] (sekolah sambungan) kelas 4 dan 5 yang menampung lepasan sekolah rakyat 3 tahun.
 
Ibu kota [[Bolaang Mongondow]] sebelumnya terletak disalah satu tempat di kaki gunung Sia’ dekat Popo Mongondow dengan nama [[Kotabaru]]. Karena tempat itu kurang strategis sebagai tempat kedudukan controleur, maka diusahakan pemindahan ke [[Kotamobagu]] dan peresmiannya diadakan pada bulan [[April 1911]] oleh [[Controleur F. Junius]] yang bertugas tahun [[1910-1915]]. Pada tahun [[1911]] didirikan sebuah rumah sakit di ibu kota yang baru [[Kotamobagu]]. Rakyat mulai mengenal pengobatan modern, namun ada juga yang masih mempertahankan dan melestarikan pengobatan tradisional melalui tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat obat dan sampai sekarang dibudayakan secara konvensional.
 
Sejak semula, masyarakat [[Bolaang Mongondow]] mengenal tiga macam cara kehidupan [[bergotong royong]] yang masih terpelihara dan dilestarikan terus sampai sekarang ini, yaitu : Pogogutat (potolu adi’), Tonggolipu’, Posad (mokidulu). Tujuan kehidupan ber[[gotong royong]] ini sama, namun cara pelaksanaaannya agak berbeda. Penduduk pedalaman yang memerlukan [[garam]] atau [[hasil hutan]], akan meninggalkan desanya masuk hutan mencari [[damar]] atau ke pesisir pantai memasak garam (modapug) dan mencari ikan. Dalam mencari rezeki itu, sering mereka tinggal agak lama di [[pesisir]], maka disamping masak garam mereka juga membuka kebun. Tanah yang mereka tempati itulah yang disebut [[Totabuan]] yang dapat diartikan sebagai tempat mencari nafkah. Bila ada tamu yang bertandang pada masa kerajaan, biasanya disuguhi sirih pinang, tamu pria atau wanita terutama orang tua. Sirih pinang diletakkan dalam kabela' (dari kebiasaan ini diciptakan tari kabela sebagai tari penjemput tamu). Tamu terhormat terutama pejabat di jemput dengan upacara adat. Tarian Kabela sampai saat ini tetap lestari di bumi Totabuan. Tarian yang ada di Bolaang Mongondow cukup beragam di antaranya tarian tradisional yang terdiri dari Tari Tayo, Tari Joke', Tari Mosau, Tari Rongko atau Tari Ragai, Tari Tuitan; juga tarian kreasi baru seperti Tari Kabela, Tari Kalibombang, Tari Pomamaan, Tari Monugal, Tari Mokoyut, Tari Kikoyog dan Tari Mokosambe. Upacara monibi terakhir diadakan pada tahun 1939 di desa Kotobangon (tempat kedudukan istana raja) dan di desa Matali (tempat pemakaman raja dan keturunannya). Transmigran ke Bolaang Mongondow pertama kali datang pada tahun 1963 dengan jumlah 1.549 jiwa (349 KK) & ditempatkan di Desa Werdhi Agung. Para transmigran berikutnya ditempatkan di desa Kembang Mertha (1964), Mopuya (1972/1975), Mopugad (1973/1975), Tumokang (1971/1972), Sangkub (1981/1982), Onggunai (1983/1984), Torosik (1983/1984) dan Pusian/Serasi 1992/1993). lengkapnya lihat hal. 90. Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Bolaang Mongondow menjadi bagian wilayah Provinsi Sulawesi yang berpusat di Makassar, kemudian tahun 1953 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1953 Sulawesi Utara dijadikan sebagai daerah otonom tingkat I. Bolaang Mongondow dipisahkan menjadi daerah otonom tingkat II mulai tanggal 23 Maret 1954, sejak saat itu Bolaang mongondow resmi menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan PP No.24 Tahun 1954. Atas dasar itulah, mengapa setiap tanggal 23 Maret seluruh rakyat Bolaang Mongondow selalu merayakannya sebagai HUT [[Kabupaten Bolaang Mongondow]].
 
== Geografis ==
Baris 122:
 
=== Tenaga Kerja ===
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada tahun [[2009]] 58,39%, tahun [[2010]] 61,82%, tahun [[2011]] 67,02%, tahun [[2012]] 65,07%. Tahun [[2012]] , dari total 78.434 penduduk Kota Kotamobagu yang berada dalam kelompok usia kerja 15 tahun ke atas, sebanyak 65,07% merupakan angkatan kerja. Dari jumlah angkatan kerja tersebut 90,58% berstatus bekerja, sedangkan sekitar 9,42% menganggur.
 
== Pendidikan ==