Komisi Yudisial Republik Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k Perubahan kosmetik tanda baca
Baris 116:
Selain itu, amunisi lain yang menguatkan kewenangan Komisi Yudisial adalah Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum; Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
 
Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial tersebut memberikan berbagai tugas dan wewenang baru bagiKomisi Yudisial, antara lain : melakukan seleksi pengangkatan hakim adhoc diMahkamah Agung, melakukan upaya peningkatan kapasitas dan kesejahteraanhakim, melakukan langkah-langkah hukum dan langkah lain untuk menjagakehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, melakukan penyadapanbekerja sama dengan aparat penegak hukum, dan melakukan pemanggilanpaksa terhadap saksi.
 
Disahkannya undang-undang tersebut merupakankonkritisasi dari upaya memperkuat wewenang dan tugas Komisi Yudisialsebagai lembaga negara independen yang menjalankan fungsi checks and balancesdi bidang kekuasaan kehakiman dalam rangka mewujudkan kekuasaan kehakimanyang merdeka untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi seluruh rakyatIndonesia.
Baris 157:
 
== Tujuan Pembentukan ==
Tujuan dibentuknya Komisi Yudisial Republik Indonesia adalah<ref>[http://komisiyudisial.go.id/statis-22-tujuan-ky.html Tujuan KOmisi Yudisial]</ref> :
# Mendukung terwujudnya kekuasaan kehakiman yang mandiri untuk menegakkan hukum dan keadilan.
# Meningkatkan integritas, kapasitas, dan profesionalitas hakim sesuai dengan kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam menjalankan kewenangan dan tugasnya.
Baris 168:
# Pola rekruitmen hakim selama ini dianggap terlalu bias dengan masalah politik, karena lembaga yang mengusulkan dan merekrutnya adalah lembaga-lembaga politik, yaitu presiden atau parlemen.
 
Sedangkan tujuan pembentukan Komisi Yudisial menurut A. Ahsin Thohari adalah<ref name="ELSAM"/> :
# Melakukan monitoring yang intensif terhadap lembaga peradilan dengan cara melibatkan unsur-unsur masyarakat dalam spektrum yang seluas-luasnya dan bukan hanya monitoring secara internal saja. Monitoring secara internal dikhawatirkanmenimbulkan semangat korps ''(l’esprit de corps)'', sehingga objektivitasnya sangat diragukan.
# Menjadi perantara (mediator) antara lembaga peradilan dengan Departemen Kehakiman. Dengan demikian, lembaga peradilan tidak perlu lagi mengurus persoalan-persoalan teknis non-hukum, karena semuanya telah ditangani oleh Komisi Yudisial. Sebelumnya, lembaga peradilan harus melakukan sendiri hubungan tersebut, sehingga hal ini mengakibatkan adanya hubungan pertanggungjawaban dari lembaga peradilan kepada Departemen Kehakiman. Hubungan pertanggungjawaban ini menempatkan lembaga peradilan sebagai subordinasi Departemen Kehakiman yang membahayakan independensinya.