Masjid Raya Sultan Riau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k namun (di tengah kalimat) → tetapi
Baris 32:
 
== Sejarah ==
Masjid ini mulai dibangun sekitar tahun 17611771-18121815. Pada awalnya, masjid ini hanya berupa bangunan kayu sederhana berlantai batu bata yang hanya dilengkapi dengan sebuah menara setinggi lebih kurang 6 meter. Namun, seiring berjalannya waktu, masjid ini tidak lagi mampu menampung jumlah anggota jemaah yang terus bertambah sehingga Yang Dipertuan Muda Raja Abdurrahman, Sultan [[Kesultanan Lingga|Kerajaan Riau-Linggga]] pada 1831-1844 berinisiatif untuk memperbaiki dan memperbesar masjid tersebut.
 
Untuk membuat sebuah masjid yang besar, [[Sultan Abdurrahman]] berseru kepada seluruh rakyatnya untuk beramal dan bergotong-royong di jalan Allah. Peristiwa bersejarah itu terjadi pada tanggal 1 [[Syawal]] 1248 [[Hijriah]] (1832 M), atau bertepatan dengan hari raya Idul Fitri. Panggilan tersebut ternyata telah menggerakkan hati segenap warga untuk berkontribusi pada pembangunan masjid tersebut.
Baris 41:
 
== Keistimewaan dan Keunikan ==
Keistimewaan dan keunikan masjid ini juga dapat dilihat dari benda-benda yang terdapat di dalamnya. Di dekat pintu masuk utama, pengunjung dapat menjumpai mushaf [[Al Quran]] tulisan tangan yang diletakkan di dalam peti kaca di depan pintu masuk. Mushaf ini ditulis oleh [[Abdurrahman Stambul]], putera Riau asli pulau Penyengat yang diutus oleh Sultan untuk belajar di [[Mesir]] pada tahun 1867 M.
 
Sebenarnya, masih ada satu lagi mushaf Al Quran tulisan tangan karya [[Abdullah Al Bugisi]] yang terdapat di masjid ini, tetapi tidak diperlihatkan untuk umum. Usianya lebih tua dibanding mushaf yang satunya karena dibuat pada tahun 1752 M. Di bingkai mushaf yang tidak diketahui siapa penulisnya ini terdapat tafsiran-tafsiran dari ayat-ayat Al Quran. Hal ini mengindikasikan bahwa orang-orang [[Melayu]] tidak hanya menulis ulang mushaf, tetapi juga mencoba menerjemahkannya. Sayangnya, mushaf tersebut tidak dapat diperlihatkan kepada pengunjung lantaran kondisinya sudah rusak. Mushaf ini tersimpan bersama sekitar 300 kitab di dalam dua lemari yang berada di sayap kanan depan masjid. Pengunjung juga dilarang untuk mengambil foto di dalam masjid.